10 Feb 2013

Kisah tentang Perjalanan

Kisah tentang Perjalanan…
Cerita tentang salah satu prodak KSB JMMI ITS yang digarap oleh beberapa lini dalam kepengurusan, ya dialah Islamic Journey.

Pra Keberangkatan
Tanggal 1–4 Pebruari 2013 adalah tanggal yang menjadi kesepakatan lembaga untuk diselenggarakannya prodak bersama antara Huga, Syiar dan BSO FSLDK yaitu Islamic Journey (yang kemudian disebut IJ). Sempat terbesit pikiran “si IJ ini jadi nggak ya??” mengingat H-3 minggu kepastian akan prodak ini belum yakin 100%. Ya, tak mengherankan karena memang pada saat itu kondisi lembaga sedang disibukkan dengan PSI 3 yang digelar tanggal 18-20 Januari 2013.
Keraguan tersebut lama-kelamaan terkikis pasca PSI 3, karena benar setelah H-2 minggu rekan-rekan panitia PJ si IJ ‘ngebut’ syuro untuk prepare prodak yang terbilang cukup langka ini karena melibatkan 3 lini sekaligus. Salut pokoknya buat akh nanda, akh uki, ukh uul, ukh puji, ukh yani, dan beberapa rekan staf yang merelakan berjibaku syuro maraton dari ba’da duhur hingga qobla maghrib. Perjuangan antum (semua) luar biasa.
Permasalahan lain timbul. tujuan IJ tahun ini adalah ke Bandung boy, jauuuuh. Celetukan alasanannya simple, klo 2 tahun lalu udah studi banding ke Malang, setahun lalu ke semarang, maka tahun ini yang harus ke bandang (bandung maksudnya). “Tahun ini harus lebih jauh dari tahun kemarin bro !!” (karangan siapa semboyan kyk gini?)
Kalo ente liat di gugel map, jalan dari Surabaya ke bandung tulisannya itu lewat jalur pantura 690 km, 17 hours 30 mins (ini saya copas langsung dari gugel map). Sempat ada diskusi kecil dengan beberapa temen PH. “wes gak usah nyang bandung, larang cak !!, adoh pisan…” . Sempat itung-itungan juga terkait pembiayaan ke bandung dan hasilnya mencapai angka yang cukup spektakuler. Alhasil, sang kadep syiar akh uki melontarkan kata-kata, “ya, kalai memang pendanaannya cukup ‘wow’, akan dibicarakan lagi di syuro panitia”. Lengkap sudah tingkat pesimisitas untuk perjalanan ke Bandung.
(beberapa hari kemudian)
“insya allah tetep budhal nyang bandung”, kata pak kadep syiar di forum syuro PH, “tapi bayarnya 150rb ya !” lanjutnya. “jeng jeng” (bermain gitar dalam hati). Biasanya mahasiswa itu anti yang mahal-mahal. Dari sini juga sempat timbul prasangka, ada yang mau ikut nggak ya kalo bayarnya mahal segitu? Akhirnya singkat cerita peserta IJ ini membludak bahkan sampe nolak-nolak.

Hari pemberangkatan
Hari H pun tiba. Serombongan pasukan merah marun bersiap menuju Bandung untuk memperoleh kemanfaatan. Sejumlah 57 manusia + 1 orang, berbaris dengan rapi, dan meguatkan niat bahwa yang mereka akan lakukan adalah bukan sekedar jalan-jalan, melainkan tholabul ilmi. Sambil sesekali menatap kea rah bus yang digadang-gadang masih baru karena baru 3 hari dibeli. Kita nganyari. Lantunan doa untuk memohon keselamatan dan ridho Allah SWT agar perjalanan ini senantiasa barokah dan penuh kemanfaatan.

On the Way
Bus penuh. Perjalan panjang. Kali ini akh Erwin didaulat menjadi tour guide  sebagai iqob nggak ikut syuro prepare karena masih di kampong halaman di Lombok (inilah mengapa akh Erwin tdk tersebut di atas). Harus putar otak agar dapat melayani peserta dengan baik dan agar setiap detik dalam perjalanan tidak ada sesuatupun yang didapat melainkan ilmu dan hikmah. Beruntunglah di dalam bus ada layar LCD dan digital player yang biasanya digunakan untuk menghibur para penumpang. Panitia telah mempersiapkan beberapa video ataupun tausiyah mp3 agar para pesera IJ ini tidak bosan.
Oke, pertama kita putar video tauisyah yusuf mansyur. “lhoh kok nggak bisa?” usut punya usut, player hanya bisa memutar file berformat mp3. Bingung dan sedikit kecewa. Bayang-bayang perjalanan yg membosankan pun berseliweran. Putar badan 360o , dan Tanya-tanya ke anak belakang. “Biasanya kalo player kayak gitu format yg cocok .DAT  dan .AVI mas” sahut adam. “oke”, buka laptop -> convert. Selesai. “coba akh erwin putar ini”, hasilnya. Gagal. “coba .mpg mas” sahut adam. “ok”. Convert. “coba lagi yang ini akh Erwin”, kasihan bolak balik tancap flashdisk. “horeeee” Alhamdulillah bisa. Nah semenjak itu, perjalanan ternikmati dengan meng-convert file-file video. Para peserta selamat menyaksikan tayangan-tayangan ini, insya allah akan membawa banyak ilmu dan manfaat.

Masuk Kota Bandung
Rundown acara menyebutkan bahwa tujuan awal IJ adalah ikut mendengarkan kajian ust aa gym di ponpes darut tauhid. Sekitar pukul 4.00 kita hampir memasuki kota Bandung. Namun saat itu HP bergetar tanda ada sms masuk. “AA Gym sedang di Jakarta, mohon maaf beliau tidak bisa mengisi kuliah subuh pagi ini”, begitulah inti sms yang masuk dari salah seorang rekan panitia. Menelan ludah dengan berat sambil berpikir enaknya gimana. Menengok kiri kanan peserta yang sedang tenang terlelap tertidur, tidak tega rasanya jika harus menyampaikan berita ini. Namun di sisi lain. “kok nggak sampai-sampai ya?” (dalam hati). Diskusi ringang dengan tour guide (akh Erwin maksudnya), eh ternyata jarak ke DT masih cukup jauh dan nampaknya nggak nutut wktunya jika sholat subuh di sana. Akhirnya kesepakatan panitia untuk banting setir terus lanjutkan perjalanan sampai ke ITB. Darut Tauhid dipikir nanti sambil jalan dan tentu diikuti dengan doa serta yakin rencana Allah selalu indah.

Tiba di ITB
Turun dari bus, langsung masjid Salman tujuannya. Rata-rata mereka yang baru pertama kali datang ke ITB terpukau dengan adanya termos kopi dan teh yang disediakan di sekitar halaman masjid. Kekaguman mereka bertambah ketika melihat sepatu dan sandal jamaah yang tertata rapi karena ada petugas yang selalu merapikannya. Tak mengherankan karena pelayanan masjid Salman memang sangat luar biasa. Semoga kampus kita bisa segera menyusul. Makmurnya masjid Salman tak lepas dari kontribusi yayasan salman yang memiliki banyak usaha dan bisnis. Masjid Salman bukanlah masjid kampus, tidak ada hubungan struktur dengan rektorat ITB, hanya letaknya saja yang kebetulan dekat dengan ITB maka orang sering beranggapan bahwa masjid Salman adalah masjidnya ITB. Karena sudah ada masjid dekat kampus, maka ITB tidak perlu membangun masjid lagi.
Kita percepat ceritanya. Saat sesi presentasi dan diskusi, sampailah saya pada suatu kesimpulan bahwa LDK kita, JMMI tidak kalah baiknya dengan Gamais. Bahkan dibeberapa poin JMMI memiliki nilai plus, missal LDF/LDPS di sana tidak mendapatkan SK kepengurusan, dan di kampus kita ketua LDJ berhak mendapatkan SK baik dari TPKI maupun himpunan. Bahkan pasca presentasi perkenalan LDK JMMI ITS kepada pengurus gamais, sempat terlontar ucapan dari sang pembawa acara “subhanallah LDK JMMI luar biasa, seharusnya kamilah yang harus belajar ke ITS”. Intinya, kalau Gamais sering dijadikan kiblat LDK se-nusantara, maka saya yakin JMMI ITS juga bisa. Dan pasti bisa. Mengenai pelajaran dan hikmah lain sudah terwakilkan oleh catatan beberapa rekan lain. Silakan dicombine sendiri ya.

@LDK UKDM UPI
Geser ke UPI. Luar biasa. Pusat dakwah kampusnya bukan lagi masjid, melainkan Islamic centre. Disambut dengan ramah dan hangat. Mentoring wajib tak hanya didukung dosen-dosen, tapi juga rector dan jajarannya. Tak heran jika UPI menjadi kampus percontohan untuk mentoring nasional. Lengkap. Di Islamic center semuanya tersedia, mulai dari tempat mentoring yang nyaman, ruangan-ruangan yang megah, perpustakaan islam yang luas. Intinya luar biasa. Di sana mentoring tidak ditangani oleh LDK, LDK hanya sebagai supporting system. Mereka ada lembaga tersendiri (yang menurut saya) strukturnya jauh lebih besar daripada LDK nya sendiri. Untuk mengefektifkan waktu, di UPI ini rombongan ITS di-split menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok mentoring, puskomda (mengingat UPI adalah puskomda Bandung Raya), syiar dan kaderisasi. Hasil diskusi bisa dibaca nanti pada karya teman-teman yang lain, insya allah.

Darut Tauhid
Pasca dari UPI ada himbauan untuk segera ke DT. Jaraknya deket, kalo jalan kaki cuma 15 menit. Kabarnya aa gym sudah balik dari Jakarta ba’da ashar. Wah… subhanallah. Rencana Allah selalu indah. Tadi pagi subuh batal ke DT karena macet dan waktu yang nggak nutut dan aa gym sedang tidak di tempat, sekarang diganti Allah dengan rencananya yang lebih agung. Lanjut…
“Kalo nggak buru-buru ke DT sebelum maghrib, biasanya nggak kebagian tempat karena jamaah sudah full”, kata akh nanda. Oke, pasca ambil gambar bersama teman-teman UPI, rombongan langsung ke DT jalan kaki. Lima menit sebelum sholat maghrib dimulai tiba-tiba muncul seseorang dari balik bilik dan berdiri satu meter di depan saya untuk melihat kondisi jamaah, lalu kemudian beliau masuk lagi ke dalam bilik. Rasanya tak asing orang tadi. “Ki, siapa tadi itu?” tanyaku pada uki. “aa gym zan”. Wow, saya pangling dengan wajah beliau yang sedang tak mengenakan sorban seperti saat tampil di tivi-tivi. Pasca sholat maghrib yang diimami beliau dan mendengarkan bacaan sholat tepat dibelakang beliau rasanya menenangkan. Pasca itu beliau memberikan kultum dengan tema rumus 3A. apa saja sudah tahu kan?
Ba’da sholat isya kami lanjutkan siaturahim kepada salah satu pengurus ponpes DT. Subhanallah sekali ponpes ini ternyata memiliki berbagai jenis santri, mulai dari santri bayi sampai santri orang-orang sepuh ada di DT. Kang Asep yang menjadi juru bicara DT menyambut senang kedatangan temen-temen JMMI ITS. Terlebih saat diberikan cindera mata berupa lukisan masjid DT yang mirip dengan wujud aslinya. Mungkin dalam hati beliau berkata, “Kok miriiiiiiippp” (tentunya bukan dengan nada PWK).

@Rehat di Kediaman Kawan
Jazakumullah khoiran katsir kami sampaikan kepada akh hanief yang telah berkenan menerima kami sejumlah kurang lebih 60 orang. Sebuah penginapan yang nyaman dan keluarga yang ramah (dan saudara yang banyak karena ada di mana-mana) dan tentunya gratis, semoga silaturahim ini akan menambah erat hubungan persaudaraan kita. Syukron bro. . .

@Pangandaran
Pantai yang cukup ramai, maklum hari ahad. Pertama, apel dulu, dan ajakan untuk senatiasa meluruskan niat selalu diulang-ulang. Untuk menghindari keramaian kita nyebrang ke pulau seberang pake perahu nggak berenang. Ternyata harga naik perahunya beda-beda, tergantung kita pintar-pintar nawar harga. Akhirnya kena 15rb per kepala. Tidak apa2, semoga bisa menjadi berkah untuk keluarga para pak sopir perahu.
Sampai di seberang, yang ada adalah mentadaburi karunia Allah yang sangat indah luar biasa. Pasca itu peserta tidak tahan untuk tidak main air termasuk pak ******* (sensor 100%) yang akhirnya basah juga. Sesekali bolehlah melepaskan penat dari aktivitas kampus yang menyibukkan.

Epilog
Setelah semua agenda usai, tibalah saatnya kembalii ke kampong halaman. Kembali menyelami kehidupan nyata di kampus. Banyak tugas dan amanah yang menanti . Begitu banyak pengalaman inspiratif yang telah kita dapatkan. Akankah hal itu akan menjadi sia-sia? Mengapa engkau tak mencoba untuk menuliskannya agar dapat menjadi ibroh dan pelajaran untuk generasi mendatang?


Sesungguhnya perjalanan ini indah bukanlah karena laut yang menyejukkan mata, pasir gembur yang menyenangkan, dan bukan pula karena rindangnya tumbuhan hijau.

Namun ini semua telah menjadi indah karena engkau saudaraku senantiasa ikhlas membersamaiku
“Beginilah cerita ini ku tuliskan untukmu dari sudut pandangku”

Plus Minus Kedudukan LDJ di bawah JMMI, Himpunan, atau Jurusan

Jika kita membicarakan dakwah kampus maka tak akan lepas dengan yang namanya dakwah di jurusan. Karena bagaimanapun juga objek dakwah kampus itu sendiri sejatinya adalah orang-orang yang berada dan beraktivitas di jurusan. Maka dari itu peran serta Lembaga Dakwah Jurusan (LDJ) sangatlah penting dalam menampilkan syiar islam dan mewarnai kehidupan mahasiswa dengan nilai-nilai syar’i. Dalam pelaksanaan berbagai kegiatan dakwahnya, LDJ haruslah mempunyai kedudukan dan power tersendiri agar setiap aktivitasnya mendapatkan dukungan dan respon yang baik dari objek dakwahnya. Maka dari itu diperlukan suatu bargaining position yang menguntungkan dalam hal status dan kedudukan sebuah LDJ di jurusan.
Sebelum kita menelaah lebih dalam lagi, perlu kita ketahui bahwa kondisi LDJ ITS satu dengan yang lain adalah tidak sama. Perbedaan yang ada adalah meliputi ketersediaan SDM, kultur warga jurusan terhadap kegiatan keislaman, dukungan pihak birokrasi/jurusan, dll. Melihat fakta tersebut, maka perlakuan ataupun manajemen pelaksanaan LDJ haruslah dilakukan sesuai dengan kondisi masing-masing. Intinya, perlakuan tidak bisa dipukul rata.
            Sebuah fakta lain yang didapat dari pernyataan beberapa mahasiswa di beberapa jurusan mengatakan bahwa masih ada diantara mahasiswa ITS yang belum mengenal apa itu LDJ. Sebagai contoh ketika saya bertanya kepada salah seorang mahasiswa despro, “Dek, kamu ikutan modes nggak?”, lalu dia menjawab, “Modes itu apaan mas?”. Sebuah jawaban yang sangat menyakitkan bagi saya. Hal tersebut membuktikan bahwa positioning LDJ di jurusan belum mempunyai power, sehingga para mahasiswa jurusan tidak mengenal LDJ-nya. Lalu bagaimana solusinya? Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh pengurus LDJ untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satu cara adalah dengan memperjelas dan memperkuat status kedudukan LDJ. Maksudnya seperti apa? Kita lanjutkan penjelasannya.
            Bahwa yang dimaksud status/kedudukan di sini adalah legalisasi LDJ itu sendiri di lingkungan jurusan. Pada dasarnya semua LDJ di ITS memiliki status yang legal, yaitu di bawah JMMI ITS. Mengapa? Karena setiap kegiatan keagamaan islam yang dilaksanakan di jurusan haruslah sepengetahuan dan seizin dari JMMI ITS. JMMI mempunyai hak dan kewajiban untuk mengetahui dan memberikan jaminan keamanan terhadap kegiatan keislaman yang diadakan di jurusan. Namun sesuai dengan pemaparan yang telah disampaikan di atas bahwa kultur dan suasana tiap jurusan yang berbeda, maka sangat dimungkinkan juga terjadi perbedaan status/kedudukan LDJ secara institusi di jurusan masing-masing. Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa macam status/kedudukan LDJ di ITS.
1.      LDJ di bawah JMMI
2.      LDJ di bawah himpunan
3.      LDJ di bawah jurusan
Lantas, opsi mana yang kira-kira sesuai dengan LDJ anda? Mari kita perhatikan profil dari masing-masing status.
Status
Kelebihan
Kekurangan
1.      LDJ di bawah JMMI
·      Lebih independen, bergerak bebas, dan tidak dapat diintervensi oleh organisasi lain yang ada di jurusan
·      Bebas mencari dan mendapatkan massa (warga maupun non warga boleh mengikuti program LDJ)
·      Alur birokrasi lebih sederhana
·      Lebih mudah untuk bersinergi dengan LDJ lain karena tidak terikat dengan aturan himpunan/jurusan
·      Dukungan finansial lemah
·      Tuntutan agar bisa menjadi LDJ mandiri lebih besar karena terbatasnya pengawasan JMMI
2.      LDJ di bawah himpunan
·      Dukungan finansial kuat
·      Memiliki citra yang kuat di pandangan mahasiswa khususnya mahasiswa baru
·      Cenderung lebih mudah dalam mengadakan program dakwah
·      Terikat dengan aturan himpunan sehingga menjadikan LDJ kurang independen
·      Objek dakwah adakalanya menjadi terbatas karena adanya kultur aturan yang mengharuskan bahwa mahasiswa bukan warga tidak diperkenankan mengikuti kegiatan himpunan
·      Alur birokrasi biasaya lebih panjang
3.      LDJ di bawah jurusan
·      Dimungkinkan mendapatkan sokongan finansial langsung dari jurusan
·      Mendapat kemudahan dalam perizinan tempat kegiatan
·      Mendapatkan dukungan dari dosen-dosen jurusan
·      Kedudukannya setara dengan himpunan
·      Terikat dengan aturan dan instruksi jurusan
·      Alur birokrasi administrasi lebih panjang
·      Objek dakwahnya cenderung terbatasi karena biasanya ada arahan untuk negosiasi dengan himpunan

Keterangan di atas adalah sedikit informasi yang dapat kita terima untuk memberikan gambaran positif dan negatif kedudukan LDJ di ITS. Pada tataran aplikasinya, pastilah terdapat banyak lagi informasi yang tidak tercantum pada keterangan di atas karena pengaruh perbedaan kebijakan dan dinamisasi keorganisasian di ITS. Maka hal terpenting yang harus menjadi titik tekan para punggawa LDJ ITS ke depan adalah, sejauh mana LDJ kita dapat bergerak untuk berkontribusi lebih baik, maka disitulah pilihan kita seyogyanya berlabuh. Dan bukan berkutat pada kebingungan pada bahasan “LDJ-ku enaknya masuk himpunan atau enggak ya?”
Tidak semua LDJ yang berada di bawah himpunan itu sukses dan, tidak semua LDJ yang berada bersama JMMI itu lemah finansial. Pada akhirnya, rekan-rekan jurusanlah yang mampu menganalisa kondisi LDJ-nya masing-masing di jurusan. Dan bagaimanapun juga, karena dakwah kampus memiliki sebuah visi dan tujuan yang sama, entah berada bersama JMMI, bersama himpunan, ataupun bersama birokrasi jurusan, sudah selayaknya bahkan menjadi suatu kewajiban diantara lembaga-lembaga dakwah di kampus ITS untuk tetap dapat bersatu menjunjung kebersamaan yang bernafaskan islam, mewjudkan sinergisasi dan akselerasi demi mewujudkan kampus ITS madani.

Kita Adalah Da’i Sebelum Menjadi Apapun

Dakwah. Mungkin sebagian orang ketika mendengar kata dakwah maka yang terbesit dalam pikiran adalah suatu aktivitas ceramah yang dilakukan oleh seorang ustadz, kyai, ulama ataupun seorang aktivis dakwah kampus. Pandangan semacam ini secara tidak langsung telah membuat makna dakwah menjadi sangat sempit dan sakral. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, paradigma seperti ini telah membuat seorang ustadz atau aktivis dakwah seakan menerima beban lebih dalam aktivitas dakwah sementara di sisi lain sebagian umat islam berlepas diri bahkan tak sedikit yang mencaci agenda-agenda dakwah. Sungguh ironis.
Tentang hal ini tentu Allah SWT telah memberikan gambaran yang jelas mengenai hakikat dakwah yang sebenarnya.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung”
(Q.S Ali-Imran: 104)
Ayat di atas telah secara jelas mengatakan bahwa Allah SWT memerintahkan manusia untuk menjadikan diri mereka sebagai penyeru kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf  dan mencegah segala perbuatan munkar. Ditambah lagi bahwa umat islam merupakan umat Rasullullah SAW yang merupakan Rasul akhir zaman, tidak ada nabi lagi setelah beliau. Tugas beliau adalah mendakwahkan (menyampaikan) islam hingga ke penjuru dunia. Maka ketika beliau telah wafat, siapa lagi yang akan melanjutkan perjuangan dakwah beliau kalau bukan kita yang mengaku sebagai umatnya?
Dari dua hal tesebut telah jelas bahwa tugas dakwah hendaknya diemban oleh setiap muslim. Sabda Rasullullah SAW, “Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran maka ubahlah ia dengan tangannya (kuasa yang ada pada seseorang) jika dia tidak mampu maka ubahlah ia dengan lidahmu, jika dia tidak mampu maka gunakanlah hatinya (dalam membenci dan tidak meredai berlakunya kemungkaran itu) dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman” (HR Bukhari dan Muslim)
Secara ekspisit hadist di atas telah mengajarkan kepada kita tentang cara mencegah suatu kemungkaran. Namun hal mendasar yang harus ditekankan adalah perintah untuk mencegah kemungkaran yang dikaitkan dengan konsekuensi iman dari seseorang. Kemampuan seseorang dalam mencegah kemungkaran -yang menjadi salah satu hal pokok dalam dakwah- dijadikan tolak ukur tingkatan keimanan seseorang.
Seiring dengan perkembangan zaman yang penuh dengan hiruk pikuknya dunia, ummat islam tergelincir pada sebuah paradigma berpikir yang sempit. Dengan alih-alih belum memiliki cukup ilmu dan pengetahuan agama mereka secara halus mengesampingkan aktivitas dakwah yang Allah dan Rasul-Nya telah perintahkan. Tak jarang kaum muslimin yang berkata, “Saya akan perbaiki diri saya sendiri dulu, baru nanti dakwah kepada orang lain”. Jika pada era Rasullullah SAW setiap sahabat memiliki pola pikir seperti itu, niscaya islam tak akan sampai menguasai hingga 2/3 wilayah dunia.
Hal yang lebih ironis adalah terjadinya fenomena sinisme antara muslim yang satu dengan muslim yang lain. Aktivitas dakwah diolok-olok, dicekal, dan ulama-ulama yang berdasarkan ilmu telah berfatwa dituduh membatasi kehidupan umat. Muslim, tapi tidak mau dakwah, dan parahnya malah mengolok-olok aktivitas dakwah dengan berbagai tuduhan. Semoga Allah senantiasa meridhoi kita dan semoga kita diakui oleh Rasullullah SAW sebagai umatnya. Aamiin.
“Nahnu Du’at Qabla Kulli Syai’in” (Kita adalah penyeru sebelum menjadi apapun). Wallahu a’lam. (zan)

Mempertanyakan Relevansi Isu Kesetaraan Gender dalam Islam

Isu dan jargon-jargon tentang pemyamaan dan penyetaraan gender belakangan ini mulai populer di masyarakat Indonesia. Pasalnya, para aktivis pejuang gender di bangsa ini melihat suatu fenomena ketidakadilan yang menimpa kaun wanita ketika berinteraksi dan bersosialiasi dalam kehidupan bemasyarakat dan bernegara. Sebut saja perlakuan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang acapkali dilakukan oleh suami kepada sang istri, pembatasan hak wanita dalam berkarier karena harus stand by di rumah untuk mengasuh anak, dan beberapa fenomena pelecehan seksual yang dialami oleh wanita bahkan yang bahkan tetap terjadi walaupun sedang berada dalam tempat umum sekalipun.
Lalu dengan berbagai dalih di atas, layakkah para kaum hawa meneriakkan slogan kesetaraan gender  agar keberadaan dan eksistensinya dalam bermasyarakat lebih diakui? Oke, jika kita menjawab pertanyaan tersebut tanpa analisa dan tanpa tahu esensi kesetaraan gender tersebut, maka dengan mudah kita akan menjawab layak. Namun sudahkah kita tahu asal usul dari gerakan kesetaraan gender ini? Mari kita cermati bersama.
Gerakan menuntut kesetaraan gender ini awalnya dimotori oleh para kaum feminis Eropa yang dilakukan untuk melawan kediktatoran aturan gereja terhadap kebebasan dan HAM terhadap kaum wanita. Saat abad pertengahan Eropa, wanita masih dianggap sebagai makhluk kelas dua, jauh di bawah derajat kaum laki-laki layaknya pada zaman jahiliyah di jazirah Arab. Dominasi ini semakin memburuk ketika pengekangan terhadap kaum wanita tersebut didukung oleh gereja yang saat itu dianggap sebagai institusi masyarakat tertinggi di Eropa. Suara gereja adalah suara Tuhan. Dari situlah muncul suatu gerakan oposisi dari kaum wanita untuk melawan aturan gerja dengan kampanye kesetaraan gender.
Faktanya hingga hari ini, kampanye-kampanye kaum feminis tersebut ternyata telah merambah ke berbagai penjuru dunia tak terkecuali Indonesia. Dan hal yang menarik adalah, apakah kampanye kesetaraan gender ini relevan jika didengungkan di negara-negara yang mayoritas muslim seperti Indonesia? Ataukah infiltrasi budaya tersebut bagian dari konspirasi sebagai sarana pendangkalan akidah ummat islam?
Kampanye kesetaraan gender di Indonesia telah jauh berkembang, tidak hanya dalam tataran kampanye lisan maupun tulisan saja, namun telah mencapai pembentukan Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG). Secara sekilas RUU KKG yang diusulkan oleh kaum feminis ini memang tidak ada masalah, seperti cuplikan dari Pasal 1 Rancangan Undang-Undang Kesetaraan Gender yang rencananya akan di sahkan tahun ini adalah,
“Kesetaraan Gender adalah kondisi dan posisi yang menggambarkan kemitraan yang selaras, serasi, dan seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi, kontrol dalam proses pembangunan, dan penikmatan manfaat yang sama dan adil di semua bidang kehidupan”
(Ps. 1 RUU Kesetaraan Gender)

Namun, ketika kita membaca naskah akademik RUU tersebut terutama pada asas-asas yang digunakan untuk membuat RUU KKG, pada pasal 11 ayat 1 poin b menyebutkan :
“Negara-negara peserta akan mengambil segala tindakan yang pantas untuk menghapus diskriminasi terhadap kaum wanita di bidang pekerjaan guna menjamin, atas dasar persamaan kaum pria dan wanita, hak yang sama, khususnya:
(b) Hak untuk memperoleh kesempatan-kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan kriteria seleksi yang samadalam masalah pekerjaan”.
Maka ketika pasal tersebut diterapkan dalam akademi atau sekolah kemiliteran, kaum wanita akan mendapatkan ujian seleksi yang sama dengan kaum laki-laki. Ketika ada seleksi fisik, tes push up, sit up, pull up, atau bahkan mungkin juga tes uji pukul perut, maka kaum wanita juga akan mendapatkan hal yang sama. Pertanyaannya, siapkah para kaum wanita menghadapinya? Hal ini pernah dilakukan oelh akademi militer Inggris tahun 1997 dan hasilnya didapatkan tingkat cedera yang tinggi di kalangan kader wanita. Lalu ketika sedang melaksanakan profesi sebagai karyawan kantor, bagi para wanita tidak aka nada cuti hamil. Mau ? Sanggup ?
Sebagian pasal lain dalam RUU KKG juga akan memberikan dampak yang sangat serius bagi keterjaminan akidah umat islam. Pada pasal 16 ayat 1 huruf (b) dan (h), menyebutkan:
“Negara-negara peserta akan mengambil tindakan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap kaum wanita dalam segala hal yang berkaitan dengan perkawinan dan hubungan-hubungan keluarga dan khususnya akan menjamin, atas dasar persamaan kaum pria dan kaum wanita :
(h) Hak yang sama bagi kedua pasangan dalam hal pemilikan, perolehan, pengelolaan, penguasaan, penikmatan dan pembagian harta kekayaan, baik cuma-cuma ataupun dengan pertimbangan nilai”.
Pasal tersebut jelas sangat berbahaya karena menyangkut pembagian harta kekayaan/warisan yang telah diatur dalam Al Quran Surat An-Nisaa’ ayat 11 :
“…bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan [272]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua [273], maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta…”
[QS: An Nisaa':11]
Jika yang dimaksudkan adalah “kesetaraan” dalam hal-hal yang tertulis dalam al-Quran menyangkut hubungan perkawinan (sebagaimana kasus waris tadi), maka, bukan tak mungkin para aktivis gender akan berusaha mempertanyakan ulang atau setidaknya mengotak-atik ketentuan nash dalam al-Quran.
Kemudian terkait argumentasi kaum pendukung RUU KKG bahwa laki-laki sering melakukan penindasan kepada perempuan haruslah ditelaah ulang. Bahwa realitas sosial yang berkembang, yang tertindas tak hanya perempuan tapi juga laki-laki yang strata sosialnya berada di kelas bawah. Atau dengan kata lainyang tertindas adalah kelas bawah, baik itu perempuan maupun laki-laki, misalnya di kalangan petani miskin, nelayan miskin, atau para pedagang kaki lima miskin. Yang benar adalah kelas atas baik laki-laki atau perempuan melakukan penindasan terhadap kelas bawah. Di beberapa kasus penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT), tidak jarang juga dilakukan oleh perempuan kelas atas.
Maka secara umum, faham kesetaraan gender ini adalah suatu yang berbahaya. Sebab secara filosofi, istilah gender telah berubah makna dari makna jenis kelamin biologis menjadi makna gender sosial, yang tentu secara kodrati tidak bisa disamakan. Allah SWT telah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi, jadi kalau kedua makhluk itu sudah sama atau disetarakan, maka tidak akan bisa saling melengkapi.
Dalam islam, peran laki-laki dan perempuan telah diatur, bahwa laki-laki berkewajiban mencari nafkah sedangkan perempuan mengasuh dan mendidik anak-anak, meskipun tidak menutup kemungkinan perempuan juga ikut andil dalam membantu ekonomi keluarga atas izin dan pertimbangan suami. Dikarenakan konsep dari RUU KKG ini dapat berdampak kepada penafsiran ulang bahkan perombakan total terhadap hukum-hukum Islam yang menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan dalam tataran domestik maupun public, maka tak ayal RUU KKGini menuai kecaman dari para ulama dan umat islam yang komitmen dengan ajaran islam. Sehingga persoalan kesetaraan gender ini harus direspon secara cerdas dan syar’iah oleh kaum muslimin, utamanya muslim ITS. Wallahu a’lam. (zan)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India