23 Mei 2015

Tanggapan terhadap pernyataan "Janganlah Mudah Menyalahkan Orang Lain"

Kemarin diundang GFTV utk sedikit diskusi terkait tentang adab menyikapi perbedaan pendapat. Dalam diskusi itu host bertanya, "Kadang ketika kita berdiskusi ada seseorang yg mengatakan 'jangan mudah menyalahkan orang lain dan merasa paling benar sendiri', bagaimana sebaiknya kita menyikapi pernyataan semacam ini?"

Tentu kalimat ini haruslah ditimbang secara adil dan proporsional. Sekilas kalimat ini memang baik, dan terkesan sangat toleran bagi mereka yang fanatik terhadap 'ideologi cinta damai'. Namun haruslah juga dipahami bahwa jika ada seseorang yang mengatakan ini salah itu salah dan ini benar itu benar maka dia juga tidak bisa begitu saja disalahkan.

Pada dasarnya sah-sah saja bahkan wajib bagi kita menggunakan kalimat itu dalam konteks bermuamalah, bermusyawarah, atau berpendapat. Tapi jika sudah masuk ke dalam pembahasan agama yang mana ada perkara ushul dan ada perkara furu'iyyah ijtihadiyah, maka setiap topik yang dibicarakan haruslah dirinci satu persatu sehingga tidak bisa digebyah uyah pukul sama rata semua persoalan.

Dalam hal yang bersifat furu'iyah ijtihadiyah atau perkara cabang yang diperselisihkan ulama, seorang muslim wajib dan dituntut untuk bisa memberikan toleransinya kepada muslim yang lain. Artinya kalimat 'jangan mudah menyalahkan orang lain' ini boleh dan wajib digunakan. Contohnya adalah dalam beberapa perkara fiqih (4 mahdzab) atau hal lain yang mana para ulama berbeda pendapat dalam menyikapinya. Sedangkan dalam perkara yang bersifat ushul (pokok) dalam agama, yang mana semua ulama telah ijma' (sepakat) dalam suatu urusan maka untuk perkara ini kita tidak boleh ada toleransi sedikitpun. Sebab jika ada toleransi sedikit saja terhadapnya maka dikhawatirkan seseorang itu akan terjerumus kepada pemahaman yang menyelisihi pemahamannya ulama salafusshalih.

Contoh perkara ushul adalah rukun iman dan rukun islam. Di dalam rukun iman ada bab tentang beriman kepada Nabi/Rasul. Seorang mukmin wajib hukumnya meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sebagai khotamul anbiya' (penutup para Nabi). Sedangkan dalam rukun islam disebutkan bahwa zakat wajib hukumnya bagi seorang muslim. Maka dalam shiroh Nabi dan sahabat akan kita jumpai sejarah saat Nabi menyurati Heraklius raja Romawi dan memerintahkannya memeluk islam. Kemudian kita juga akan jumpai kisah Khalifah Abu Bakar memerangi Musailamah Al Kazab si nabi palsu dan juga orang-orang yg enggan membayar zakat.

Mengapa Nabi menyurati Heraklius? Karena Nabi tahu bahwa agama Heraklius adalah keliru.
Mengapa Abu Bakar memerangi nabi palsu dan orang-orang yg tak mau bayar zakat? Karena Abu Bakar tahu bahwa tak membayar zakat adalah kesalahan besar, dan mempercayai bahwa ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW adalah penyimpangan dalam agama. Inilah perkara ushul.

Jadi timbanglah suatu hal perkara dengan adil. Jangan mudah menyalahkan orang lain dan jangan juga gampang membenarkan segala perilaku orang lain. Selama syahadatnya sama, qurannya sama, Rasulnya sama, mereka saudara kita. Perbedaan fiqih tak masalah, asal jangan sampai berbeda akidah dan syariah. Semoga Allah memberi hidayah taufik kepada kita dan senantiasa meneguhkan diri kita di atas jalan kebenaran yang diridhoi-Nya.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India