31 Mar 2014

Tetap Bekerja Di Atas Cacian

Rasul Muhammad adalah yang terjujur, namun tetap ada yang membenci.
Rasul Muhammad ialah pribadi paling santun, namun tetap ada yang menghina.

Maka . . .
Mustahil semua orang akan menyukai kita, walau kita berbuat baik semaksimal mungkin.
Kalau ada yang menghina anda, anggap saja sebagai sebuah pujian karena dia berjam-jam bahkan berhari-hari telah memikirkan anda, sedangkan anda tak sedetik pun memikirkan dia.

Tak usah heran apalagi kecewa, terus saja berbuat yang terbaik, karena itulah yang akan kembali kepada kita.

Bila setuju pilihlah kami..
Bila ragu pelajari kami..
Bila simpati doakanlah kami..

Bila tidak setuju..
Kami akan tetap berjuang untuk anda.

Ayo bersama kobarkan semangat indonesia.


19 Mar 2014

Download e-Buku Saatnya LDJ ITS BERAKSI



Dakwah jurusan merupakan salah satu aspek penting untuk dapat mewujudkan kondisi kampus yang madani. Maka dari itu peran serta Lembaga Dakwah Jurusan (LDJ) sangatlah penting untuk dapat mengondisikan lingkungan jurusan agar menjadi lebih islami. Namun, fakta yag ada di kampus ITS terkait kondisi dakwah jurusan sangatlah beragam. Hal tersebut sedikit banyak pastilah dipengaruhi ole kinerja LDJ yang ada di jurusannya. Dan hal yang perlu dipahami bersama adalah tidak semua LDJ mampu menjalankan aktivitasnya sebagai sebuah lembaga dakwah dengan mapan. Maka dari itu perlu kiranya merumuskan sebuah formula yang nantinya dapat digunakan oleh LDJ agar dapat digunakan sebagai tools bantuan dalam  menjalankan agenda dakwah jurusannya dengan baik dan sistematis. 

Dan akhirnya tersusunlah sebuah karya besar dari keluarga besar FSLDJ JMMI ITS yang berwujud sebuah buku dengan judul “Saatnya LDJ ITS BERAKSI”. Sebuah buku yang ditulis dari pengalaman dan inspirasi pejuang-pejuang dakwah kampus ITS.

BERAKSI !! Bersama dalam Akselerasi dan Sinergi. Itulah jargon yang selalu didengungkan di setiap kali perjumpaan dengan harapan jargon tersebut dapat mendarah-daging dalam urat nadi aktivis dakwah kampus ITS. Di dalamnya terdapat banyak sekali hal teknis maupun strategis yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi maupun pedoman pelaksanaan dakwah jurusan. Kami berharap dengan adanya buku Saatnya LDJ ITS BERAKSI ini, dapat memberikan sumbangsih yang besar untuk kemajuan dakwah jurusan ke depan. 

Selamat berjuang saudaraku . . .

Karena cinta-Nya padamu, Ia percayakan amanah langit di bahumu..
Karena imanmu, Allah pun mengujimu..
Pernahkah engkau bertanya, mengapa Ia memilhmu ??
Karena Allah cinta denganmu, wahai Saudaraku..





Sekretariat JMMIITS, Senin 25 Jumadil Tsani 1434H
BERsama dalam AKselerasi dan SInergi
6 Mei 2013

 
Ketua Umum JMMI ITS 2012/2013

 
Ahmad Fauzan ‘Adziimaa
NRP. 2409100028

Download e-book Saatnya LDJ ITS BERAKSI



Hubungan Khilafah dan Demokrasi (Ust. Adian Husaini)

Sebenarnya, masalah demokrasi bisa dibicarakan dengan lebih ilmiah. Istilah “demokrasi” tidak tepat didikotomikan dengan istilah “khilafah”. Tetapi, lebih tepat, jika “demokrasi” versus “teokrasi”. Sistem khilafah beda dengan keduanya. Sebagian unsur dalam sistem khilafah ada unsur demokrasi (kekuasaan di tangan rakyat) dan sebagian lain ada unsur teokrasi (kedaulatan hukum di tangan Tuhan). Membenturkan demokrasi dengan khilafah, menurut saya, tidak tepat. Sistem demokrasi ada yang bisa dimanfaatkan untuk dakwah, Karena adanya kebebasan berpendapat. Maka, Hizbut Tahrir justru berkembang ke negara-negara yang menganut sistem demokrasi, seperti di Indonesia
Di AS, Inggris, dsb, HT lebih bebas bergerak dibanding dengan di Arab Saudi. Karena itu, demokrasi memang harus dinikmati, selama tidak bertentangan dengan Islam. Itulah yang dilakukan oleh berbagai gerakan Islam, dengan caranya masing2. ada yang masuk sistem politik, ada yang di luar sistem politik,tetapi masuk sistem pendidikan, dll.  Tapi, mereka tetap hidup dan menikmati sistem demokrasi. saat HTI menjadi Ormas, itu juga sedang memanfaatkan sistem demokrasi, karena sistem keormasan di Indonesia memang “demokratis”.
Karena itu, menolak semua unsur dalam demokrasi juga tidak tepat. Karena demokrasi adalah istilah asing yang harus dikaji secara kritis. Para ulama kita sudah banyak melakukan kajian terhadap demokrasi, mereka beda-beda pendapat dalam soal menyikapinya. tapi, semuanya menolak aspek “kedaulatan hukum” diserahkan kepada rakyat, sebab kedaulatan hukum merupakan wilayah Tuhan. kajian yang cukup bagus dilakukan oleh Prof Hasbi ash-Shiddiqy dalam buku Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam.
Inilah yang kita sebut sebagai proses Islamisasi: menilai segala sesuatu istilah  “asing” dengan parameter Islam. Contoh kajian yang bagus dilakukan oleh Ibn Taymiyah dalam menilai istilah-istilah dalam sufi, yang asing dalam Islam, seperti “kasyaf”, “fana”, dan sebagainya. al-Ghazali juga contoh yang baik saat menilai istilah dan faham “falsafah”. ada yang diterimanya, tetapi juga ada yang ditolaknya.
Jadi, menurut saya, kenajisan istilah “demokrasi”  bukan “lidzatihi”, tetapi “lighairihi”, karena masih bisa “disamak”. Saat ini pun kita telah menggunakan berbagai istilah asing yang sudah diislamkan maknanya, seperti “agama”, “dosa”, “sorga”, “neraka”, “pahala”, dll.
Masalah khilafah juga perlu didudukkan pada tempatnya. Khilafah adalah sistem politik Islam yang unik dan khas. Tentu, agama dan ideologi apa pun, memerlukan dukungan sistem politik untuk eksis atau berkembang. Tetapi, nasib dan eksistensi umat Islam tidak semata-mata bergantung pada khilafah. Kita dijajah Belanda selama ratusan tahun, Islam tetap eksis, dan bahkan, jarang sekali ditemukan kasus pemurtadan umat Islam. Dalam sejarah, khilafah juga pernah menjadi masalah bahkan sumber kerusakan umat, ketika sang khalifah zalim. Dalam sistem khilafah, penguasa/khalifah memiliki otoritas yang sangat besar. Sistem semacam ini memiliki keuntungan: cepat baik jika khalifahnya baik, dan cepat rusak jika khalifahnya rusak. Ini berbeda dengan sistem demokrasi yang membagi-bagi kekuasaan secara luas.
Jadi, ungkapan “masalah umat akan beres jika khilafah berdiri”, juga tidak selalu tepat. Yang lebih penting, menyiapkan orang-orang yang akan memimpin umat Islam. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Entah mengapa Rasulullah saw — setahu saya — tidak banyak (hampir tidak pernah?) mengajak umat Islam untuk mendirikan negara Islam. meskipun negara pasti suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan umat Islam, sebab berbagai aspek hukum dan kehidupan umat terkait dengan negara.
Tapi, saya tidak ketemu hadits: “Mari kita dirikan negara, agar kita jaya!”  Tentu, bukan berarti negara tidak penting.
Terakhir, soal “cara mendirikan khilafah”. Saya sering terima SMS, bahwa khilafah adalah solusi persoalan umat. beberapa kali acara, saya ditanya, mengapa saya tidak membicarakan khilafah sebagai solusi umat! Saya pernah sampaikan kepada pimpinan HTI, tahun 2010 lalu, tentang masalah ini.
  Menurut saya, semangat mendirikan khilafah perlu dihargai. itu baik. tetapi, perlu didudukkan pada tempatnya juga. itu yang namanya adil. Jangan sampai, ada pemahaman, bahwa orang-orang yang rajin melafalkan kata khilafah dan rajin berdemo untuk menuntut khilafah merasa lebih baik daripada para dai kita yang berjuang di pelosok membentengi aqidah umat, meskipun mereka tidak pernah berdemo menuntut khilafah, atau bergabung dengan suatu kelompok yang menyatakan ingin mendirikan khilafah.
“Mendirikan khilafah” itu juga suatu diskusi tersendiri. Bagaimana caranya? AD Muhammadiyah menyatakan ingin mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya! Persis juga punya tujuan serupa. DDII juga sama. Mars MTQ ada ungkapan “Baldatun Thayyitabun wa Rabbun Ghafur”. Apa itu tidak identik dengan “khilafah”. AD/ART PKS juga ingin memenangkan Islam.
Walhasil, menurut saya, dimensi perjuangan Islam itu sangat luas. semua kita yang ingin tegaknya Islam, perlu bekerjasama dan saling menghormati. Saya sebenarnya enggan menulis semacam ini, Karena saya sudah menyampaikan secara internal. tetapi, karena diskusi masalah semacam ini sudah terjadi berulang kali.
Masalah umat ini terlalu besar untuk hanya ditangani atau diatasi sendirian oleh PKS, HTI, NU, Muhammadiyah, INsists, dll. Kewajiban diantara kita adalah melakukan taushiyah, bukan saling mencerca dan saling membenci. Saya merasa dan mengakui, kadang terlalu sulit untuk berjuang benar-benar ikhlas karena Allah. Bukan berjuang untuk kelompok, tapi untuk kemenangan Islam dan ikhlas karena Allah. Wallahu a’lam bish-shawab. (adian husaini).
*diulas di milis INSIST 17 November 2011

18 Mar 2014

Sanggahan Sederhana untuk Pertanyaan : Siapakah yang Menciptakan Allah?

Siapakah yang menciptakan Allah?

Mungkin pertanyaan tersebut kadang terdengar oleh kita yang sehari-hari bergaul dengan beragamnya kondisi masyarakat agamis yang beragam kadar kepahamannya tentang agama.

Sebelum menjawab pertanyaan ini, ini ibarat ada pertanyaan dengan logika serupa seperti ini: Mengapa ular kok tidak punya dua kaki, dua sayap, bulu dan dapat terbang seperti burung? Jawabannya: karena kalau ular punya ciri seperti burung, dia tidak dinamakan ular, tapi ya burung.

Mengapa kursi dan meja kok tidak bisa berbicara seperti pembuatnya, tidak punya otak, tidak punya keahlian membuat sesuatu seperti manusia? Jawabannya: ya karena kalau dia punya ciri dan sifat seperti manusia, maka dia bukan meja atau bukan kursi, tapi makhluk lain, atau mungkin malah dipanggil manusia.
Mengapa pisang kok tidak punya rasa, warna, bau, bentuk dan kesamaan dengan Pizza? Jawabannya: ya karena kalau pisang seperti itu berarti bukan pisang, tapi ya Pizza.

Sama, siapa yg menciptakan Allah atau Tuhan yang Maha Pencipta? Jawabannya: kalau Tuhan itu diciptakan maka dia tidak disebut Tuhan, tapi makhluk. Tuhan itu ya yang Maha Pencipta dan tidak diciptakan, abadi, dan Maha Segalanya. Itulah konsep Tuhan.

Jika seseorang berpikir siapakah yang menciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta, maka logika berpikirnya yang keliru, karena ini menyamakan Tuhan dengan bukan-Tuhan, menyamakan Pencipta dengan yang diciptakan, dan sebagainya. Ini sama saja dengan logika berpikir keliru: mengapa ular kok tidak punya organ tubuh yang sama persis seperti burung, mengapa meja dan kursi kok tidak punya kemampuan seperti manusia yang membuatnya, kenapa pisang kok tidak seperti Pizza…?

Mudah kan? beragama itu mudah. Jangan  dibuat sulit yaakkk

disadur dari hidayatullah dgn sedikit editing,


Tiga Pertanyaan : Tuhan, Takdir, dan Syaithan

Seorang pemuda yang lama sekolah diluar negeri kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah dia minta orang tuanya mencari guru agama, kyai atau siapa saja untuk menjawab 3 pertanyaanya. Akhirnya orang tua itu mendapatkan orang yang diminta anaknya.

Ia mengundang seorang kyai datang kerumahnya.

“Anda siapa, apakah Anda bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?” Tanya si pemuda dengan sopan.

Kyai itu lebih sopan menjawabnya, “Saya hamba Allah, dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan Anda.”

“ Apakah Anda yakin akan bisa menjawab? Sedangkan professor dan orang-orang pintar pun tidak mampu menjawab pertanyaan saya.”

“Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya,” kata kyai dengan sabar.

“Saya punya tiga pertanyaan, pertanyaan pertama, kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya. Kedua, apakah yang dinamakan takdir itu? Dan pertanyaan terakhir, kalau syaitan diciptakan dari api, kenapa mereka dimasukkan ke neraka yang terbuat dari api? Tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak berfikir sejauh itu?” Pemuda itu merasa puas telah menyampaikan pertanyaan yang sulit.

Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.

Sambil menahan sakit, pemuda itu protes. “Kenapa Anda marah?”

“Saya tidak marah, tamparan itu adalah jawaban saya.”

“Saya sungguh-sungguh tidak mengerti, apa maksudnya?” Pemuda itu protes.

“Bagaimana rasanya tamparan saya?” sang kyai balik tanya.

“Tentu saja sakit.”

“Jadi anda percaya kalau sakit itu ada?” Tanya kyai lagi.

Ya”.

“Tunjukkan pada saya wujud sakit itu!” katanya.

“Saya tidak bisa!” pemuda itu masih bingung.

“Itulah jawaban pertanyaan pertama. Kita merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujud-Nya.”

Kyai itu meneruskan lagi, “Apakah tadi malam Anda bermimpi akan ditampar?”

“Tidak.”

“Atau saat bertemu tadi, apakah pernah terpikir menerima tamparan saya?”

“Tidak.”

Kyai itu menjelaskan, “Itulah yang dinamakan takdir.” Saat pemuda itu mengangguk, kyai itu melanjutkan lagi, “Terbuat dari apakah tangan yang saya gunakan untuk menampar tadi?”

“Kulit.”

“Terbuat dari apa pipi anda?”

“Kulit juga.” Jawab pemuda.

“Bagaimana rasanya tamparan saya?”

“Sakit.”

“Sama seperti itu, walaupun setan dijadikan dari api, dan neraka juga dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk setan.”

*dari berbagai sumber


13 Mar 2014

Demokrasi

Pertanyaan Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Ustadz, mohon dijelaskan secara singkat dan padat mengenai sejalannya islam dan demokrasi dan maslahatnya apabila kita berdakwah melalui jalur ini, sekaligus ana minta bagaimana cara yang sistematis untuk mengajak umat kepada persatuan? Syukron.

Jawaban

Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salamu 'alaa Rasulillah, amma ba'du:
 
Mohon jika kami lebih menjelaskan tentang penyikapan secara umum terhadap demokrasi, semoga tetap bisa mewakili jawaban pertanyaan. 

Seringkali terdapat kerancuan atau paling tidak ketidakjelasan dalam tashawwur, persepsi dan penyikapan banyak kalangan ummat Islam termasuk para aktivis dakwahnya terhadap istilah demokrasi, yang berakibat pada jauhnya jarak perbedaan, perselisihan dan pro-kontra antara berbagai kelompok ummat dalam penyikapan mereka terhadap demokrasi ini Oleh karena itu penting sekali adanya kejelasan dan penjelasan tentang makna-makna dan muatan-muatan istilah demokrasi ini sesuai dengan konteks penggunaan dan pemakaiannya, agar penyikapan terhadapnya bisa lebih proporsional. Dan secara umum dalam pemakaian dan penggunaannya, mungkin ada tiga muatan makna dan pengertian utama dari istilah demokrasi ini yang perlu dipahami, sebagai berikut:
  1. Demokrasi dengan mafhum (pengertian) dan muatan akidah dan ideologi, dimana segala sesuatu dalam kehidupan ini – menurut ideologi demokrasi – ditentukan oleh suara rakyat, baik seluruhnya maupun sebagian besarnya, termasuk dalam hal halal dan haram, yang boleh dan yang terlarang, yang diterima dan yang ditolak, dan seterusnya. Untuk demokrasi dengan muatan akidah dan ideologi ini tentu saja wajib kita tolak, kita ingkari dan kita kufuri, karena ia memang merupakan salah satu bentuk ideologi kufur dan representasi dari thaghut modern. Dan untuk sikap ini kami yakin telah terjadi ijma' dan kesepakatan di antara seluruh kelompok ummat Islam. Jadi tidak mungkin terjadi perbedaan dan perselisihan dalam masalah prinsip yang sejelas ini. Karena masalah ini memang termasuk ma'lum minad-diini bidh-dharurah (masalah agama yang telah diketahui secara aksiomatik tanpa dalil lagi). Oleh karena itu jika ada dari kalangan ummat Islam, khususnya para aktivis dakwah dan ulama, yang menyuarakan, menyerukan dan mendukung demokrasi, maka tidaklah mungkin yang dimaksud adalah demokrasi dengan muatan akidah dan ideologi kufur ini! 
  2. Demokrasi yang dipahami, dimaknai dan digunakan dengan mafhum dan pengertian kebebasan (al-hurriyyah). Ini adalah makna umum yang dipahami oleh mayoritas masyarakat tentang istilah dan kata demokrasi. Dan makna ini pulalah umumnya yang dimaksud oleh para aktivis dakwah Islam ketika mereka menyebut-nyebut kata dan istilah demokrasi. Dan pada prinsipnya tidak ada masalah dengan arti kebebasan ini. Tinggal tergantung siapa yang menggunakannya dan bagaimana memanfaatkannya saja.
  3. Demokrasi sebagai sebuah sistem politik atau sistem pemerintahan, yang secara fakta, karena berasal dan diadopsi dari barat, tentu memadukan antara muatan ideologi dan makna kebebasan di atas. Nah penyikapan kita terhadap sistem politik dan pemerintahan demokrasi ini berkisar antara: mauqif i’tiqadi fikri (sikap ideologis-idealitis normatif teoritis) berupa penolakan dan pengingkaran minimal dengan hati, dan mauqif waqi’i (sikap realistis) berupa pengakuan terhadapnya sebagai fakta dan realita (i’tiraf waqi’i), dan bukan pengakuan penerimaan atau pembenaran (i’tiraf tashdiqi), serta mauqif da’awi wa siyasi (sikap dakwah dan politik) berupa upaya optimal untuk memanfaatkan aspek-aspek positif dari sisten demokrasi dan memasauki kanal-kanal kebebasan yang disediakannya untuk kemaslahatan dakwah dan kepentingan ummat. Dan dalam konteks inilah harus dipahami dan dimaknai setiap sikap dan statemen para aktivis dakwah dan khususnya para ulama yang menyatakan dukungan atau pembelaan terhadap sistem demokrasi. Begitu pula ketika mereka menyatakan lebih memilih sistem politik demokrasi misalnya, maka jangan ada yang memahami mereka membandingkannya dengan sistem Islam. Karena Islam tidak boleh dibanding-bandingkan dengan sistem lain manapun. Namun perbandingan yang dilakukan adalah antara sistem politik dan pemerintahan demokrasi dengan sistem-sistem politik non islami lain yang secara riil sama-sama eksis sekarang, seperti sistem kerajaan monarkis, sistem diktatoris anarkis, sistem komunis sosialis, dan lain-lain. Sehingga babnya sekali lagi adalah bab ta’amul ma’al-waqi’ (bersikap dan berinteraksi dengan realita yang ada). Dan perbandingan yang dilakukanpun berupa perbandingan antara waqi’ satu dengan waqi’ yang lain. Jadi dengan begitu akan mudah dipahami bahwa sebenarnya pilihan sistem demokrasi yang disuarakan oleh kalangan aktivis Islam dan dakwah bukanlah pilihan sukarela, melainkan pilihan darurat. Namun tentu saja secara fiqih dakwah, hal ini tidak tepat dan tidak benar jika dinyatakan secara terbuka kepada publik.
Adapun tentang bagaimana cara mengajak ummat agar bersatu, maka masalah ini sangatlah kompleks sekali. Untuk merealisirnya dibutuhkan banyak hal, antara lain: ilmu yang benar, keikhlasan dari semua pihak, komitmen yang baik terhadap ajaran Islam, keteladanan dari para tokoh ummat, keluasan wawasan, kelapangan dada, kedewasaan bersikap, kesabaran dan "napas panjang" (karena jelas dibutuhkan waktu yang panjang), sikap bijak dan proporsional terhadap fenomena dan realita keragaman, dan lain-lain.
Demikian jawaban dari kami, semoga bisa dipahami dan bermanfaat. Wallahu a'lam, wa-Huwal Muwaffiq ilaa aqwamith-thariiq, wal-Haadii ilaa sawaa-issabiil.

(Ahmad Mudzoffar Jufri, MA)



10 Mar 2014

Tanggung Jawab Tanda Kedewasaan

#Instrospeksi

Semakin dewasa semakin sedikit kita menyalahkan orang lain.
Semakin dewasa semakin mudah meminta maaf, bahkan saat tidak salah.

Untuk menyelamatkan perasaan orang lain, apa susahnya bilang "saya yang salah, mohon maaf". Tak lain tujuannya agar ia segera menjadi pribadi yang ramah dan lapang hatinya. Karena memang sulit memperbaiki seseorang jika dia memusuhi kita.

Maka . . .
Mari menjadi pribadi yang santun hatinya dan lebih bertanggung jawab. Hati itu hanya satu dan itu milik kita.

Kalau yang paling dekat ini saja kita tidak bisa urus, bagaimana bisa kita mau mengurus hatinya orang lain (?)

Karena tanggung jawab adalah tanda kedewasaan.



 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India