21 Okt 2012

Mengatur Sistem Mentoring Jurusan : Sebuah Integrasi Antara Pra, Wajib, dan Lanjutan

           Sejak awal tahun 2007, ITS telah melegalkan aktivitas mentoring sebagai sarana pembinaan formal kegiatan keagamaan islam yang pelaksanaannya diamanahkan kepada JMMI. Aktivitas mentoring ini juga dimaksudkan sebagai follow up kegiatan ESQ yang diikuti mahasiswa baru agar terjaga moral dan perbuatannya dari perilaku-perilaku penyimpangan sosial. Aktivitas mentoring ini oleh pihak rektorat diintegrasikan dengan mata kuliah agama yang pelaksanaannya diserahkan kepada JMMI. Badan Pelaksanan Mentoring (BPM) sebagai pelaksana teknis aktivitas mentoring, telah membagi jadwal mentoring 26 jurusan yang ada di ITS menjadi dua periode, yaitu periode ganjil dan periode genap. Maka dengan ini setiap satu semester akan ada 13 jurusan yang akan melaksanakan aktivitas mentoring.

                Sekarang kita akan mencoba menelaah permasalahan yang ada karena pembagian jadwal yang seperti ini. Mungkin beberapa orang diantara kita ada yang bertanya-tanya, mengapa BPM tidak membarengkan kegiatan mentoring 26 jurusan sekaligus? Beberapa pertimbangan telah menjadikan dasar bahwa pelaksanaan mentoring harus dibagi menjadi dua periode. Beberapa faktor diantaranya adalah terbatasnya jumlah mentor yang tersedia, penyesuaian dengan mata kuliah agama di beberapa jurusan, serta jumlah massa yang begitu besar yang membutuhkan penanganan teknis yang menyedot tenaga sangat besar. Kembali ke topik utama, dengan adanya penjadwalan yang seperti ini, maka otomatis akan ada beberapa jurusan yang pelaksanaan mentoring wajibnya “terlambat” karena harus dilaksanakan pada semester genap. Umumnya keluhan-keluhan dan rasa khawatir muncul dari jurusan-jurusan yang pelaksanaan mentoring wajibnya ada di semester genap. Mereka seolah-olah merasa kehilangan momentum untuk menggaet kader/mahasiswa baru melalui mentoring wajib. Untuk mengatasi persoalan seperti ini, Kami ketika menjadi pengurus LDJ FUSI Ulul Albaab Tek. Fisika yang jadwal mentoring wajibnya adalah pada semester genap, membuat sebuah solusi dengan mengadakan pra-mentoring.

Seperti apa pra mentoring itu? Pada prinsipnya, kami hanyalah ingin memanfaatkan momentum mahasiswa baru yang masih berada dalam “kekuasaan” himpunan untuk dikader. Untuk menyelenggarakan pra mentoring ini, kami mengadakan perjanjian dan kerja sama dengan himpunan agar aktivitas pra mentoring ini dijadikan sebagai salah satu kurikulum pendampingan Dewan Adat (DA) atau kebanyakan di jurusan lain dikenal dengan nama IC (Instructure Commite), atau sebut saja warga.

Lalu materi apa saja yang disampaikan pada pra mentoring padahal waktu itu belum keluar buku panduan mentoring dari BPM? Jawabnya, tergantung pada kondisi masing-masing jurusan. Namun pada umumnya, PSDM himpunan telah memiliki kurikulum tersendiri kaderisasi mereka, dan saya yakin diantara kurikulum tersebut pasti terdapat arahan untuk membentuk karakter mahasiswa yang bermoral dan beradab. Nah, disitulah kita bermain. Kita datang kepada pihak himpunan sebagai orang yang mengerti pembinaan karakter sesuai norma-norma agama yang kemudian kita menawarkan konsep-konsep ataupun materi pendampingan yang relevan dengan misi tersebut, misal mencetak kader jurusan yang loyal, amanah, jujur, dsb. Dengan menerapkan sistem ini, maka kedudukan pra mentoring di mata mahasiswa baru adalah kuat sehingga kita dimungkinkan mendapat jumlah kader yang banyak dengan syarat pembinaan yang kita lakukan benar dan efektif.

Kondisi tersebut diperuntukkan bagi LDJ-LDJ yang telah mampu merangkul himpunannya untuk berpartner dalam membangun karakter mahasiswa barunya. Namun realita yang ada tidaklah sama di setiap jurusan. Faktanya, kita menemukan beberapa jurusan yang himpunannya belum begitu bersahabat dengan LDJ. Jika kondisinya seperti itu, maka LDJ dapat menggunakan independensinya sebagai suatu lembaga (entah dibawah JMMI atau dibawah himpunan) untuk melaksanakan aktivitas pra mentoring. Dalam hal ini yang mutlak dilakukan LDJ adalah melakukan branding besar-besaran kepada mahasiswa baru bahwa LDJ juga merupakan organisasi yang ada di jurusan yang prestise-nya setara dengan himpunan. Dengan begitu mahasiswa baru akan percaya bahwa program yang diselenggarakan LDJ adalah program yang penting layaknya program kaderisasi himpunan.

Pada prinsipnya, pra mentoring disini adalah sebagai awalan agar LDJ tidak “terlambat” dalam melakukan pembinaan terhadap calon kader. Maka dari itu untuk menjaga keoptimalan dan keberlanjutan dari aktivitas pelaksanaan pra mentoring menuju mentoring wajib, perlu dilakukan pemetaan terhadap komposisi kelompok mentoring yang disesuaikan dengan row material mahasiswa baru yang akan menjadi objek mentoring. Panitia mentoring jurusan dapat melakukan pendataan melalui kuisioner (atau metode lain seperti wawancara, telaah biodata) kepada mahasiswa baru yang kemudian dari data tersebut kita dapat mengetahui mahasiswa-mahasiswa mana yang memiliki kapasitas lebih dalam bidang keagamaan atau memiliki rasa interest yang lebih kepada dakwah islam. Untuk mendapatkan data tersebut diperlukan kuisioner yang efektif yang mengandung muatan-muatan pertanyaan yang sesuai dengan kebutuhan kita. Adapun contoh kuisioner yang dapat digunakan adalah seperti berikut,




Gambar 1. Contoh Kuisioner untuk Mahasiswa Baru

Kuisioner di atas dapat digunakan untuk mendeteksi mahasiswa baru yang kemungkinan dulu telah aktif di dakwah sekolah (ADS), aktif di kegiatan remaja masjid, atau mungkin juga siswa/santri lulusan sebuah pesantren yang sudah hafal beberapa juz dalam Al Quran. Lumayan kan?

                Setelah kita dapatkan mahasiswa berpotensi, maka kita kelompokkan mahasiswa-mahasiswa tersebut dalam satu kelompok mentoring dan didampingi oleh mentor yang benar-benar kompeten untuk melaksanakan pembinaan. Adapun kondisi ideal satu kelompok mentoring terdiri dari 8 sampai 10 anak. Hal ini dimaksudkan agar dari kelompok tersebut lahirlah kader-kader baru dan utama yang nantinya akan menjadi pilar perjuangan dakwah jurusan setelah kepengurusan LDJ berganti. Apabila pelaksanaan pra mentoring ini berhasil, maka LDJ tidak akan banyak menemui kesulitan untuk dapat megondisikan mentoring wajib di jurusannya masing-masing. Istilah gampangnya adalah tinggal melanjutkan kelompok mentoring yang sudah terbentuk dan tidak perlu membuat kelompo baru jika tidak benar-benar mendesak. Jika sudah sampai pada mentoring wajib, maka materi yang diberikan haruslah mengikuti buku panduan mentoring yang dikeluarkan oleh BPM JMMI ITS sebagai standarisasi kurikulum mentoring.

                Ada hal yang saya soroti dari para mentor-mentor jurusan dalam setiap pelaksanaan mentoring wajibnya dengan para mente, yaitu mereka (para mentor) terlalu sering menggembar-gemborkan secara berlebihan kepada mente-mentenya bahwa aktivitas mentoring merupakan bagian dari kegiatan akademik mata kuliah agama sebesar 2 SKS yang harus diselesaikan. Memang hal tersebut adalah benar, namun hal itu akan memberikan dampak negatif berupa penanaman mindset yang keliru dan penempatan niat yang salah bagi para peserta mentoring. Jika memang para mente telah bermindset bahwa mentoring adalah bagian dari mata kuliah agama yang harus diikuti, memang benar selama satu semester mereka akan rajin datang mentoring karena mungkin takut terhadap “ancaman” nilai agama mereka akan buruk. Alhasil, jika seperti itu, pasca mereka (mente-mente) lulus mata kuliah agama, mereka tak berniat lagi mengikuti mentoring. Mentoring dicampakkan dan ditinggalkan begitu saja. Tentu bukan ini yang kita inginkan. Maka dari itu, biarkanlah mente-mente kita menikmati alur pembinaan mentoring yang telah kita program dengan menarik. Biarkan mereka menemukan kesenangannya pada mentoring secara natural. Dengan begitu kita akan mendapatkan kader yang murni latar belakangnya bergabung dalam barisan dakwah ini adalah karena niat tulus karena Allah.

                Pasca periode mentoring wajib telah habis, maka pembinaan dapat dilanjutkan dengan mentoring lanjutan. Untuk konteks mentoring lanjutan ini, BPM tidak lagi mengatur dan menangani permasalahan secara teknis langsung. Mentoring lanjutan diserahkan kepada LDJ untuk dikelola secara independen. Hal ini bukan berarti BPM lepas tangan. BPM tetap memberikan pelayanan dan memfasilitasi LDJ agar dapat melaksanakan aktivitas metoring lanjutan dengan nyaman. Pelayanan  yang diberikan berupa suplai mentor, materi ebook mentoring lanjuta, dosen pembimbing, dan konsultasi.
                Pada hakikatnya, aktivitas pra mentoring, mentoring wajib dan mentoring lanjutan merupakan satu rangkaian program kaderisasi yang tak terpisahkan. Kesulitan itu pasti ada, dan kesulitan atau keterbatasan itu adalah untuk diselesaikan, bukan untuk ditakuti dan tidak selayaknya menjadi batu sandungan yang akan menghambat kemajuan dakwah kampus di ITS. Semua tergantung pada kecerdikan Anda. Wallahu a’lam.

24 Agu 2012

Karena Melihatmu Ku Tulis Ini

 Tak terasa punggung ini sudah berusia 25 hari sejak amanah dunia akhirat itu diberikan.  Ya. Semua tahu bahwa itu adalah bukan urusan sepele yang bisa dianggap sesuatu hal yang biasa-biasa saja. Maka bukanlah suatu hal yang aneh ketika anak manusia di dibebankan merasa risau terhadap apa yang diberikan. Saya tidak akan menggunakan kata “beban” untuk menggambarkan amanah ini. Saya menyebutnya sebagai beban yang menyenangkan”.
                Apa itu saudara2? Pasti kita sudah begitu banyak mendengar, membaca, dan berdiskusi tentang jalan dakwah yang sering (baca:selalu) kita akui bahwa ini adalah jalan yang sukar, penuh dengan aral rintangan yang datang menghadang (kayak lirik lagu apa ya?) sehingga secara tak sadar telah membawa pikiran bawah sadar kita untuk menganggap sepele aktivitas di jalan ini yang sesungguhnya sangat menyenangkan dan penuh barokah ini. Lalu, apa ?? ketika kita telah mendeklarasikan bahwa jalan ini adalah jalan yang penuh duri yang akan menyiksa (sadis banget kayaknya), banyak rintangan, banyak godaan, banyak kesusahan dan kepayahan lalu mengapa kita masih mengeluh?? Mengapa kita masih sambat kepada manusia yang lemah yang bahkan tak tau apa yang akan terjadi pada dirinya 1 menit kemudian. Maka melalui paragraf ini marilah kita bersama menengok shirah orang-orang shaleh terdahulu yang harum semerbak ibrah-nya yang penuh keteladanan.  Bilal bin Rabbah yang terhimpit batu besaaar di tengah teriknya jazirah arab waktu itu, Siti 'Aisyah yang terkena fitnah dengan salah seorang sahabat Nabi karena tertinggal dalam perjalanan, para tabi’in dan tabi’it tabi’In yang memilih untuk tinggal dalam penjara karena lebih memilih untuk mengamankan keselamatan al haq dan aqidahnya daripada harus menuruti kemauan penguasa waktu itu yang dzalim. Para sahabat-sahabat Rasul shollallahu ‘alaihi wassaalam yang mengalami penderitaan fisik maupun batin tatkala berperang menghadapi melawan kaum kuffar. Kemudian bisakah kita membayangkan perasaan Siti Maryam ibunda Nabi Isa ‘alaihissalam yang tanpa suami tiba-tiba melahirkan seorang anak secara tiba-tiba? Bagaimana tanggapan sosial warga arab saat itu kepada Maryam??
                Baiklah. Tak ada satupun dari kita yang tak mengharap surga. Mereka para salafusshalih mengharap surgadan keridhoaan Allah , kita mahasiswa yang sedang belajar di ITS juga mengharap haln itu bukan? Perjuangan mereka seperti itu, kita seperti ini. Pantaskah? Kita, utamanya saya, selalu mengeluh tatkala dakwah ini sepi, selalu mengeluh tatkala bekerja seorang diri, selalu mengeluh ketika ditinggal partner kerja, selalu mengeluh ketika partner kerja ndak beres kerjanya, selalu mengeluh ketika tak imbang dalam mengatasi kuliah dan amanah-amanahnya (sengaja dibuat jamak cz biasanya amanah anak ITS bejibun banyaknya), selalu mengeluh sana sini.
                Lalu? Ayo jangan mengeluh lagi saudara (tanda seru). Pahami semua keadaan sebagai salah satu tantangan dan ujian yang diberikan oleh Allah untuk hamba-Nya. Bukankah semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang menghembusnya? Mari bersama mengingat apa yang telah terjadi pada diri kita selama ini. Allah akan menempakan ujian yang pas untuk tiap personality manusia. Para sahabat yang memiliki kekuatan fisik seperti BIlal bin Rabbah akan diuji oleh hal-hal yang berkaitan dengan fisik pula. Aisyah dan Siti Maryam telah diuji dengan cobaan fitnah yang menyakitkan perasaan seorang ummahat. Maka, pahamilah Allah telah memberikan hadiah kepada hamba-Nya yang bertaqwa berupa musibah dan kesusahan, dan kesulitan. Namun, di setiap kesusahan itu ada kemudahan dan di setiap kesulitan itu ada kemudahan yang selalu membersamai. Hanya dengan berjamaah jalan yang sukar dan panjang itu dapat kita lalui untuk menggapai ridho-Nya.


"Jika ada seonggok kemanusiaan terkapar, siapa mengaku bertanggung jawab, jika semua pihak menghindar, maka biarlah aku yang menanggungnya sebagian atau seluruhnya" (Ust. Rachmat Abdullah)

--Nasihat Pribadi untuk diri sendiri, dan untukmu yang merasakan--
*dari seberkas cahaya

Karena Melihatmu Ku Tulis Ini


Tak terasa punggung ini sudah berusia 25 hari sejak amanah dunia akhirat itu diberikan.  Ya. Semua tahu bahwa itu adalah bukan urusan sepele yang bisa dianggap sesuatu hal yang biasa-biasa saja. Maka bukanlah suatu hal yang aneh ketika anak manusia di dibebankan merasa risau terhadap apa yang diberikan. Saya tidak akan menggunakan kata “beban” untuk menggambarkan amanah ini. Saya menyebutnya sebagai beban yang menyenangkan”.
                Apa itu saudara2? Pasti kita sudah begitu banyak mendengar, membaca, dan berdiskusi tentang jalan dakwah yang sering (baca:selalu) kita akui bahwa ini adalah jalan yang sukar, penuh dengan aral rintangan yang datang menghadang (kayak lirik lagu apa ya?) sehingga secara tak sadar telah membawa pikiran bawah sadar kita untuk menganggap sepele aktivitas di jalan ini yang sesungguhnya sangat menyenangkan dan penuh barokah ini. Lalu, apa ?? ketika kita telah mendeklarasikan bahwa jalan ini adalah jalan yang penuh duri yang akan menyiksa (sadis banget kayaknya), banyak rintangan, banyak godaan, banyak kesusahan dan kepayahan lalu mengapa kita masih mengeluh?? Mengapa kita masih sambat kepada manusia yang lemah yang bahkan tak tau apa yang akan terjadi pada dirinya 1 menit kemudian. Maka melalui paragraf ini marilah kita bersama menengok shirah orang-orang shaleh terdahulu yang harum semerbak ibrah-nya yang penuh keteladanan.  Bilal bin Rabbah yang terhimpit batu besaaar di tengah teriknya jazirah arab waktu itu, Siti 'Aisyah yang terkena fitnah dengan salah seorang sahabat Nabi karena tertinggal dalam perjalanan, para tabi’in dan tabi’it tabi’In yang memilih untuk tinggal dalam penjara karena lebih memilih untuk mengamankan keselamatan al haq dan aqidahnya daripada harus menuruti kemauan penguasa waktu itu yang dzalim. Para sahabat-sahabat Rasul shollallahu ‘alaihi wassaalam yang mengalami penderitaan fisik maupun batin tatkala berperang menghadapi melawan kaum kuffar. Kemudian bisakah kita membayangkan perasaan Siti Maryam ibunda Nabi Isa ‘alaihissalam yang tanpa suami tiba-tiba melahirkan seorang anak secara tiba-tiba? Bagaimana tanggapan sosial warga arab saat itu kepada Maryam??
                Baiklah. Tak ada satupun dari kita yang tak mengharap surga. Mereka para salafusshalih mengharap surgadan keridhoaan Allah , kita mahasiswa yang sedang belajar di ITS juga mengharap haln itu bukan? Perjuangan mereka seperti itu, kita seperti ini. Pantaskah? Kita, utamanya saya, selalu mengeluh tatkala dakwah ini sepi, selalu mengeluh tatkala bekerja seorang diri, selalu mengeluh ketika ditinggal partner kerja, selalu mengeluh ketika partner kerja ndak beres kerjanya, selalu mengeluh ketika tak imbang dalam mengatasi kuliah dan amanah-amanahnya (sengaja dibuat jamak cz biasanya amanah anak ITS bejibun banyaknya), selalu mengeluh sana sini.
                Lalu? Ayo jangan mengeluh lagi saudara (tanda seru). Pahami semua keadaan sebagai salah satu tantangan dan ujian yang diberikan oleh Allah untuk hamba-Nya. Bukankah semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang menghembusnya? Mari bersama mengingat apa yang telah terjadi pada diri kita selama ini. Allah akan menempakan ujian yang pas untuk tiap personality manusia. Para sahabat yang memiliki kekuatan fisik seperti BIlal bin Rabbah akan diuji oleh hal-hal yang berkaitan dengan fisik pula. Aisyah dan Siti Maryam telah diuji dengan cobaan fitnah yang menyakitkan perasaan seorang ummahat. Maka, pahamilah Allah telah memberikan hadiah kepada hamba-Nya yang bertaqwa berupa musibah dan kesusahan, dan kesulitan. Namun, di setiap kesusahan itu ada kemudahan dan di setiap kesulitan itu ada kemudahan yang selalu membersamai. Hanya dengan berjamaah jalan yang sukar dan panjang itu dapat kita lalui untuk menggapai ridho-Nya.


"Jika ada seonggok kemanusiaan terkapar, siapa mengaku bertanggung jawab, jika semua pihak menghindar, maka biarlah aku yang menanggungnya sebagian atau seluruhnya" (Ust. Rachmat Abdullah)

--Nasihat Pribadi untuk diri sendiri, dan untukmu yang merasakan--
*dari seberkas cahaya

Karenamu Ku Tulis Ini

Berdirimu di waktu malam, sujudmu yang dalam, mengokohkan hatimu melebihi gunung membiru. Lalu kau terima beban untuk mencintai semesta; membagi senyum ketika kau terluka, memberi minum ketika kau dahaga, menghibur jiwa-jiwa ketika kau berduka.
Seharusnya dia boleh istirahat di malam hari. Siang demi siang terasa panjang, melelahkan, dan menyesakkan dada. Kesana kemari disusuri Makkah dari ujung lain ke ujung satu, berisik dan berseru. Dia ajak orang satu demi satu, kabilah suku demi suku, untuk mengimani risalah yang diamanahkan kepadanya.
Dia kadang terlihat di puncak Shafa, membacakan ayat-ayat yang dibalas caci maki dan hinaan menjijikkan dari pamannya sendiri. Dia kadang harus pergi, meninggalkan suatu kaum dengan dilempari batu atau kotoran sambil diteriaki gila, dukun, penyihir, dan penyair ingusan. Dia kadang sujud di depan Ka’bah, lalu seseorang akan menuangkan setimba isi perut unta kekepalanya, atau menjeratkan selendang ke leher disaat ruku’nya. Dia kadang harus menangis dan menggumamkan ketidak berdayaan melihat sahabat-sahabatnya yang lemah dan terbudak disiksa di depan matanya. Kejam dan keji.
Dia sangat lelah. Jiwa maupun raga. Dia sangat payah. Lahir maupun batin. Tenaganya terkuras. Luar maupun dalam. Seharusnya dia boleh beristirahat di malam hari, meski gulana tetap menghantuinya. Tetapi saat Khadijah membentangkan selimut untuknya dan dia mulai terlelap dalam hangat, sebuah panggilan langit justru memaksanya terjaga.
“ Hai orang yang berselimut. Bangunlah di malam hari kecuali sedikit. Separuhnya, atau kurangilah yang separuh itu sedikit. Atau tambahlah atasnya,dan bacalah Al Qur’an dengan tartil “ ( Q.s. Al MUzammil [73] : 1-4 )
Untuk apa?
“ Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat “ ( Q.s. Al Muzammil [73] : 5 )
Seberat apa?
“ Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah berantakan disebabkan takut kepada Allah “ ( Q.s. Al-Hasyr [59] : 21 )
Itu kalimat yang berat, Itu beban yang berat. Beban yang gunung-gunung tak sanggup menanggung. Beban yang dihindari oleh langit dan bumi. Dan Muhammad harus menerimanya. Dia harus menanggungnya. Maka hatinya harus lebih kokoh dari gunung. Maka jiwanya harus lebih perkasa daripada bumi. Maka dadanya harus lebih lapang daripada lautan. Karena itu dia harus bangun diwaktu malam untuk menghubungkan diri dengan sumber kekuatan yang maha perkasa.
Maka sang Nabi pun bangkit. Dia shalat.
Maka di waktu malampun kita bangkit, menegakkan shalat, dan mengundang cintaNya dengan segenap ketaatan yang terjangkau oleh kemampuan kita.
Orang-orang yang terhubung ke langit, adalah orang-orang yang menanggung beban untuk membawa manusia ke jalan cahya. Mereka menjadi manusia-manusia dengan ketahanan menakjubkan menghadapi kebengalan sesame titah. Mereka menjadi orang-orang yang paling teguh hati, paling lapang dada, paling sabar, paling lembut, paling santun, paling ramah, dan paling ringan tangan. Keterhubungan dengan langit itu yang mempertahankan mereka di atas garis edar kebajikan, sebagai bukti bahwa merekalah wakil sah dari kebenaran.

Saudaraku...
Tetapi ternyata jika kita adalah bagian dari orang yang berperang pada zaman nabi maka percayalah kita akan berada di barisan paling depan. Jika tanah kita adalah tanah Palestine maka yakinlah kita akan berada di urutan teratas bersama para pejuang yang lain, tetapi yang kita hadapi adalah 3 medan pertempuran sekaligus, pertempuran rasa, pertarungan akhlak dan pergulatan manhaj.
Agaknya, kawan yang paling harus akrab dengan amal jama’ie adalah kesabaran. Sebabnya? “ Perjalanan bersama orang lain pasti lebih lambat dari perjalanan sendirian”. Kita tak punya sahabat seloyal abu bakar r.a, seperkasa dan sekuat umar, sedermawan ustman dan secerdas ali. Untuk itu bersabarlah. Karena.. “ Perhatikanlah bahwa kita dapat mendapatkan anak ayam dengan mengeramkan telur, bukan memecahkannya”. Kita sedang meniti jalan kesukaran dengan kendaraan kesabaran yang masih tertambal dimana-mana.
Maka bersabarlah
“Sebab dakwah seperti lari marathon. Nafas panjang selalu diperlukan. Dan jangan sampai kehabisan nafas di tengah jalan.” Dalam jalan dakwah, harmoni sekokoh janji dijaga oleh orang-orang hebat berjiwa besar. Dalam hati mereka tersimpan cinta setegar gunung dan kesabaran seluas lautan. Merekalah orang-orang yang menari di atas batas. Meski terkadang memaknai batas memberikan kita pemakluman untuk mengambil ‘udzur. Selalau ada pembenaran atas setiap langkah mundur yang kita ambil. Selalu ada alasan untuk berlama-lama di tiap pemberhentian yang kita singgahi. Tetapi percayalah,kita telah menemukan jawab yang membuat bertahan sampai sekarang, yang membuat jiwa menari di atas batas, meski jasad harus bersipayah mengimbanginya.
Demikianlah.
Mereka yang terhubung ke langit, terhubung dengan manusia dalam kata cinta yang berwujud da’wah. “ Dakwah adalah cinta”, kata Syaikhut Tarbiyah Rahmat Abdullah. Dan dalam jalan ini, cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu, Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan ditengah lelapmui, isi mimpimupun tentang da’wah. Tentang umat yang kau cintai.
*dari seberkas cahaya
maaf ya gambarnya ndak nyambung.

8 Feb 2012

Ketika Dakwah di Lembagakan secara Formal

Tantangan dakwah akan bertambah berat ketika lembaga kemahasiswaan seperti BEM atau Himpunan telah terkondisikan oleh para ADK. Mereka dituntut untuk mampu menjawab bagaimana dakwah dapat dilaksanakan pada sebuah lembaga formal yang mereka pimpin. Tentunya tidak sekedar memimpin seadanya saja, berbagai gebrakan perlu dilakukan agar massa kampus dapat merasakan perbedaan mendasar kondisi kampus ketika seorang aktivis dakwah yang memimpin dengan ketika kelompok lain.
Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-pertama sayang ingin mengajak sahabat semua untuk memiliki cara berpikir yang bijaksana ketika telah memimpin sebuah lembaga kemahasiswaan. Kita perlu meyakini bahwa memimpin lembaga kemahasiswaan bukan berarti kita akan mendominasi keseluruhannya dan mengubah BEM atau Himpunan tak ubahnya seperti sebuah Lembaga Dakwah Kampus. Cara pandang ini perlu diubah agar nantinya kepemimpinan kita dapat lebih bermanfaat untuk massa kampus.
Berbicara tentang mengformalkan dakwah dalam lembaga non-dakwah adalah sebuah tantangan tersendiri, disini kita tidak berbicara tentang koptasi lembaga, melainkan tentang menyentuh lembaga tersebut dengan nuans kebaikan. Sifat heterogenitas dari lembaga kemahasiswaan tersebut baiknya tetap dipertahankan agar tetap dapat menjadi sebuah pembelajaran bagi kader dakwah.

Setidaknya ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan ketika dakwah dilembagakan secara formal, dalam bagian ini, kita akan mencoba untuk membahasnya satu persatu;
  1. 1. Utamakan keteladanan daripada pemaksanaan gagasan
Kembali, keteladanan adalah kunci yang sangat penting dalam memastikan sentuhan dakwah kita terasa oleh objek dakwah. Pemaksaan gagasan melalui perubahan peraturan yang tiba-tiba atau dengan melarang tradisi yang telah ada, akan memunculkan permasalahan baru tersendiri. Ingat, ketika memimpin di lembaga kemahasiswaan bukan berarti kita bebas melalukan hal-hal yang kita inginkan dengan segera, coba hargai proses yang bertahap.
Keteladanan adalah kunci yang sangat strategis, bila kader dakwah kita menunjukkan sikap yang positif, mau bekerjasama , terbuka dengan siapa saja, serta menunjukkan niat untuk terus belajar dan memperbaiki, saya sangat yakin perubahan itu dapat terjadi dengan baik. Kita tentu tidak menginginkan perubahan yang hanya memicu polemik, hal ini bias memicu isu bahwa kader dakwah hanya ingin “berkuasa”, bukan ingin membangun organisasi kemahasiswaan yang ada.
Keteladanan dapat kader contohkan dengan mengusulkan idea tau gagasan program yang inovatif, atau dengan kemampuan orasi yang membakar semangat, atau juga dengan sikap disiplin dan professional yang dijalankan sehari-hari. Pada akhirnya, sikap seorang kader adalah bagian dari dakwah itu sendiri, sehingga perlu dipersiapkan dengan baik, bagaimana caranya agar seorang kader dapat menjadi “al-amin” dalam setiap komunitas ia beraktivitas.
  1. 2. Kader sebagai solusi perubahan bukan kunci dari stagnansi dinaminisasi organisasi
Sebagai seorang kader siyasi, seorang kader perlu dengan matang menyiapkan diri dengan baik, baik itu dari sikap, cara pandang, dan tingkat dinamisasi kader itu sendiri. Jangan sampai kebiasaan dakwah di lingkungan yang heterogen dan dengan tingkat tekanan dakwah yang standar anda bawa ke lingkungan dakwah siyasi yang menuntut banyak ide besar serta stamina dakwah yang panjang. Penting kiranya, kita sama-sama ingat bahwa kehadiran seorang kader di siyasi bukan sekedar untuk meramaikan saja, melainkan untuk membuat perubahan di lingkungan dakwah siyasi tersebut. Untuk itu, seorang kader dituntut untuk memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih ketimbang mahasiswa lain pada tingkat yang sama.
Dalam bagian sebelumnya, terkait profil kader dakwah siyasi, penulis sempat mengutarakan mengenai bagaimana seorang kader siyasi yang memiliki referensi luas tentang berbagai macam isu. Seorang kader siyasi dapat berdakwah dengan lembaga yang formal melalui gagasan dan ide baru yang selalu ia tularkan dan sebarkan kepada forum mahasiswa dan diterima sebagai sebuah gagasan yang positif. Jangan sampai kader siyasi tidak mampu berdebat dan berdialektika dengan sesama aktifis mahasiswa lainnya.
Sebagai seorang rakyat, para mahasiswa tentu berharap pemimpin mereka mampu membuat perubahan ketika memimpin, mereka ingin perubahan itu cepat, satu tahun sudah cukup lama untuk massa kampus. Oleh karena itu, perubahan yang cepat dan signifikan menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi para pemimpin kemahasiswaan di kampus masing-masing. Gudang ide perubahan sebisa mungkin disiapkan dengan matang sebelum memimpin, dan ketika tampuk kepemimpinan itu tiba, maka kader sudah siap untuk mengeluarkannya dan mentransformasi menjadi ide nyata dalam bentuk strategi dan program.
  1. Membuat tahapan perubahan sistem dalam lembaga kemahasiswaan
Pertimbangan terakhir yang perlu dilakukan ketika mem-formalkan dakwah adalah dengan membuat pentahapan perubahan di internal sistem kemahasiswaan. Kebiasaan lama yang dinilai tidak cocok dengan nilai Islam perlu segera di adaptasikan secara perlahan, seperti –sebagai contoh- kebiasaan kegiatan band hingga larut ketika acara kemahasiswaan, kegiatan seperti ini cenderung berujung pada ikhtilat dan bersenang-senang berlebihan, sehingga perlu adanya penyesuaian dengan masuknya nilai-nilai Islam.
Sebagai contoh, kita bisa membagi masa kepengurusan menjadi triwulan, sehingga akan ada empat tahap dalam satu tahun kepengurusan;
Triwulan Pertama Triwulan Kedua Triwulan Ketiga
Target Pengenalan kader siyasi yang memiliki keteladanan serta memposisikan mereka di jabatan strategis Terekskusinya beberapa program yang memiliki nilai Islami dan diterima oleh massa kampus Adanya kepercayaan dari massa kampus bahwa kader dakwah dapat memimpin dengan baik.
Strategi Menempatkan kader terbaik di posisi strategis, baik di dalam badan eksekutif, kepanitiaan atau lembaga lainnya. Memastikan di setiap kementerian / departemen terdapat program-program pembaharu yang melahirkan sebuah cara pandang baru dalam kemahasiswaan Konsisten dalam menyapa dan mengenalkan program positif serta terus mengeluarkan opini mengenai keberhasilan kepemimpinan di tahun tersebut.
Indikator Diterimanya tokoh-tokoh dari kader sebagai seorang yang memang mampu untuk memimpin di posisi tersebut Program terlaksana dengan baik dan mendapatkan respon positif (partisipasi) dari massa kampus, terutama kelompok oposisi atau mereka yang tidak memilih calon kita di pemilihan raya Adanya keinginan / aspirasi dari massa kampus agar kepemimpinan kader dakwah dilanjutkan di tahun selanjutnya,.
Dampak Ketokohan Sosial (Syaksiyah Barizah) Lingkungan Islami (Bi’ah Islamiyah) Kepemimpinan yang Kokoh (Kuwwatu Rijal)
Berdakwah dalam sebuah lembaga yang formal tentu membutuhkan sebuah tahapan yang jelas dan konsisten. Perubahan tidak akan terjadi dengan instan diperlukan sebuah rencana yang matang. Dalam dakwah siyasi, diskursus mengenai rekayasa perubahan tentunya sudah menjadi hal yang perlu terus dimatangkan oleh para kader. Artinya, kader harus dinamis dengan berbagai perubahan yang ada, dan mampu beradaptasi dan mengadaptasikan strategi dakwahnya dengan cermat.(rya)

5 Jan 2012

Jangan Jadi Penikmat Dakwah!

Akhir-akhir ini, pertumbuhan organisasi Islam dan jumlah aktivis Islam semakin banyak, bahkan sangat banyak. Kalau kita masuk ke pelosok-pelosok desa, sudah semakin banyak jumlah aktivisnya. Apalagi di kota besar, di kampus-kampus sangat banyak aktivisnya.
Namun, kalau kita perhatikan lebih dalam, maka kita akan menemui dari sekian banyak aktivis yang ada hari ini hanya sebagian kecil yang benar-benar dengan serius mengemban amanah dakwah, hanya sedikit yang memiliki tekad yang besar dalam beramal. Bisa dihitung orang-orang yang sebenarnya paling pantas menyandang predikat sebagai aktivis Islam. Mungkin jumlah aktivis yang benar-benar ikhlas dan berkontribusi sungguh-sungguh tidak lebih dari puluhan saja. Dan mungkin Anda bisa menghafal nama-nama mereka karena memang sangat sedikit.
Data aktivis Islam itu hanya terlihat banyak di dokumen, arsip, dan database saja. Namun kemana semua aktivis Islam itu pergi saat ada proyek-proyek amal yang menuntut kontribusi? Jika kita mau jujur pada diri kita, hari ini, yang banyak adalah kader aktivis Islam yang hanya menjadi penikmat-penikmat dakwah. Yang hanya hadir dari majelis ke majelis ilmu, kemudian mereka menjadi pengamat yang begitu nikmat mengomentari ini dan itu tentang perkembangan dakwah Islam hari ini. Mereka merasa cukup dengan perubahan mereka dari seorang muslim yang biasa-biasa saja, kemudian hari ini mereka telah masuk dalam lingkaran aktivis Islam. Mereka berhenti dan merasa cukup dengan apa yang ada pada diri mereka hari ini. Jika Anda bertanya pada mereka di organisasi mana saya mereka aktif, maka sebagian mereka bisa menyebutkan begitu banyak organisasi tempat mereka aktif, rata-rata diatas lima sampai sepuluh organisasi, namun hanya terdaftar namanya saja.
Jika suatu ketika Anda bertanya tentang peran dan kontribusi mereka dalam dakwah sejak mereka menyatakan bergabung dengan barisan aktivis dakwah Islam, mereka hanya berkata, “Wah…, saya hanya simpatisan,” atau “Saya hanya pendengar saja,” ada juga yang lebih parah mengatakan “Saya terjebak!” dan kalimat-kalimat lainnya yang sejenis.
Hari-hari mereka penuh dengan rutinitas. Setiap pekan jasad mereka hadir dalam lingkaran-lingkaran ta’lim (halaqah). Jasad mereka juga hadir dalam rapat dan pertemuan-pertemuan kader dakwah. Mereka juga hadir dalam seminar-seminar dakwah. Mereka membaca buku-buku dakwah. Mereka sangat menikmati artikel-artikel Islam dan kajian-kajian dakwah. Dan hanya sebatas itu. Ya, sungguh hanya itu saja yang mereka lakukan.
Namun ada pula yang lebih parah, mereka tidak tertarik membaca buku, dan mulai malas-malasan hadir di pengajian, saat halaqah yang mereka pertontonkan hanya kelemahan mereka, dengan memamerkan wajah ngantuk mereka. Jika Anda bertanya pada mereka, berapa buku yang sudah mereka baca, maka mereka hanya menuntaskan membaca satu atau dua buku saja dalam setahun. Ada pula yang hanya asyik membaca novel-novel dan cerpen yang kesannya sangat Islami kisahnya. Mereka hanyut dalam angan-angan cinta yang “islami”. Padahal kalau mau berkaca, orang-orang di level mereka semestinya bukan lagi menjadi penikmat novel-novel dan cerpen. Harusnya buku yang mereka konsumsi adalah buku-buku yang berhubungan dengan pemahaman dakwah mereka, karena mereka telah berjanji setia bahwa mereka telah menginfakkan harta dan jiwa mereka untuk memperjuangkan dakwah Allah. Mana janji manismu?
Biasanya, jika Anda perhatikan kehadiran mereka dalam agenda-agenda dakwah. Kebiasaan terlambat sudah menjadi trademark mereka. Karena mereka hanya memberikan waktu siwa mereka untuk dakwah Islam. Atau sedikit saja dari harta mereka untuk diinfakkan dijalan dakwah.
Padahal Allah pernah berfirman, “Dan janganlah kalian memilih yang buruk lalu kalian infakkan darinya.” (QS Al Baqarah 267)
Lalu kenapa yang diinfakkan adalah waktu sisa? Uang receh yang sudah tidak lagi berharga bagi mereka? Bukan kah Allah hanya menerima yang terbaik dari hambanya?
dakwah ini membutuhkan waktu utama kita, bukan waktu sisa.
dakwah ini membutuhkan harta utama kita, bukan harta sisa.
dakwah ini membutuhkan usia muda kita yang produktif, kuat dan sehat.
Islam ini meminta yang paling baik, mulia, dan agung dari diri kita semua.
Kalau kita lihat kembali sejarah para sahabat dan orang-orang shalih di masa lalu, kita akan temukan Abu Bakar yang telah menyedekahkan seluruh hartanya untuk dakwah. Saat Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?”
Abu Bakar menjawab, “Aku sisakan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.”
Tentu kita pun tahu siapa yang menjadi penyandang dana pasukan ummat Islam saat Perang Tabuk berlangsung? Beliau adalah Utsman bin Affan. Kita bisa bayangkan bagaimana beratnya beliau penjadi donatur tunggal. Beliau yang membiayai semua kebutuhan pasukan Muslimin saat itu. Mulai dari perbekalan, kendaraan perang bahkan sampai membiayai persenjataan saat itu. Dan kita pun tahu saat perang Tabuk jumlah pasukan Muslimin yang beliau biayai, lebih dari sepuluh ribu pasukan. Dan masih banyak lagi contoh kontribusi dakwah terbaik yang dipersembahkan oleh aktivis Islam di masa lalu.
Apa yang kita temukan hari ini? Bukan tidak banyak orang yang kaya raya, dan mereka adalah Muslim. Dan mereka pun adalah aktivis Islam. Namun kita tidak melihat mereka berinfak untuk membiayai dakwah dengan harta terbaik mereka. Bisa diamati bagaimana mereka begitu berat mengeluarkan infak bulanan dari penghasilan mereka untuk membiayai dakwah. Siapa yang siap menanggung dan membiayai proyek dakwah yang dahsyat ini? Siapa?
Sahabatku, sebenarnya masih banyak yang perlu kita renungi tentang keberadaan diri kita selama kita telah memutuskan untuk beriltizam dengan dakwah ini. Ketika saya mengatakan “mereka” sesungguhnya saya tidak sedang menunjuk siapa siapa. Bayangkan dihadapat kita ada cermin. Lihatlah wajah kita dicermin itu. Bertanyalah pada diri apakah benar kita aktivis dakwah Islam? Seperti kitakah profil kader dakwah Islam itu?
Mari bertanya, jika memang kita mengaku sebagai aktivis dakwah Islam, sudah berapa orang yang kita ajak pekan ini untuk hidup bahagia bersama Islam? Berapa orang yang sudah menjadi lebih baik di lingkungan kita dengan keberadaan kita? Bagaimana anak-anak kita? Apakah mereka betul-betul sudah hidup dalam nilai-nilai dakwah Islam? Bagaimana dengan istri dan suami kita? Apakah kita sudah hidup Islami? Sudahkah kita mendakwahi keluarga kita, tetangga kita, orang tua kita, atau mungkin kita belum melakukan semua itu? Lalu siapakah kita sebenarnya?
Sahabatku, jangan sampai hanya nama kita saja yang terdaftar dalam keanggotaan semua organisasi dakwah. Jangan sampai kehadiran kita dalam kegiatan kegiatan dakwah hanya untuk setor wajah dan mengisi absensi. Kemudian duduk, dengar, dan diam.
Mari kita buktikan bahwa kita betul-betul telah beriltizam dalam dakwah ini. Karena Islam memerlukan aktivis yang rela berkorban dan berkontribusi. Tidak ada manfaatnya jika kita hanya menonton dan berkomentar saat melihat persoalan ummat ini.
Coba bandingkan saat lampu padam di gelap malam, ada seseorang hanya berteriak-teriak ditengah kegelapan, mengkritik pengelola listrik negara, dan seterusnya. Seorang aktivis yang baik adalah ketika tahu bahwa listrik padam dan ruangan menjadi gelap, mereka akan berdiri dari tempat duduknya kemudian bergerak mencari sesuatu yang bisa menggantikan cahaya lampu listrik, menyalakan lilin atau lentera.
Sahabatku, sungguh keshalihan itu bukan dari kata, kemuliaan itu bukan dari ucapan. Namun, dengan amal dan kerja nyata. Dan surga tidak akan bisa diraih tanpa melakukan perjuangan.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India