11 Apr 2011

Makan dan Berguraulah Sesuai Nabimu


Sungguh, betapa beruntungnya kita menjadi orang yang terpilih memeluk Islam. Kita patut bersyukur, melalui agama ini, Allah memilihkan semua hal yang terbaik yang tak dimiliki agama lain di dunia. Melalui Rasulullah Muhammad, Allah memberi tuntunan hidup untuk seluruh ummat manusia.
Allah s.w.t. telah memilih dan mengangkat para Rasul yang diberi wahyu tentang peraturan hidup yang dapat membimbing manusia menempuh jalan hidup yang lurus dan benar. Islam mengatur segala hal, bahkan hal-hal yang tak pernah dibayangkan manusia. Hatta, masalah kecil dan hal remeh-temeh. Masalah bersuci, hubungan suami-istri sampai bersiwak (membersihkan gigi).

Sayangnya, banyak orang Muslim tak benar-benar menerapkan anjuran Rasullah. Bahkan tak sedikit kaum Muslim tidak mengerti tata-cara yang dibenarkan dalam Islam untuk urusan-urusan kehidupan mereka.Mulakan dari Kanan

Suatu ketika, tak lama sepeninggal Rasulullah Muhammad, kota Madinah banjir air mata atas kepergian beliau. Semua ummat Islam kota itu seolah tak percaya Muhammad telah pergi. Tak beberapa lama, datanglah seorang arab badui menemui Umar. \"Ceritakan padaku akhlak Muhammad!\". Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin AbiThalib.

Ali dengan linangan air mata berkata, \"Ceritakan padaku keindahan dunia ini!.\" Badui ini menjawab, \"Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini….\" Ali kemudian menjelaskan sambil mengutip QS. Al-Qalam:4,berupa pujian Allah atas ahlaq Muhammad. \"Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad , sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung.”

Begitulah Rasulullah Muhammad. Apa yang disukai Muhammad dilaksanakan semua sahabat. Apa yang dibencinya juga dihindari para sahabatnya.

Rasulullah adalah orang yang mengajarkan kita memulai segala sesuatu dari sebelah kanan. Beliau membuka pakaian dengan memulakan sebelah kanan dan menanggalkan dari sebelah kiri.

Ibunda kaum Mukminin, ‘Aisyah RA, pernah mengungkapkan, “Sesungguhnya Rasulullah SAW menyenangi mulai bersuci dari anggota badannya yang sebelah kanan, juga ketika bersisir dan ketika memakai sandal.”

Cara Berpakaian

“Apabila Rasulullah memakai pakaian baru, maka disebutkanlah namanya (misalnya surban atau gamis) lalu beliau berdoa, ‘Ya Allah, hanya bagimu segala puji, sebagaimana Engkau beri aku pakaian, aku mohon pada-Mu kebaikannya, dan kebaikan bahan yang dibikin. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan dan keburukan bahan yang dibikin’.” (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasai)

Kadang Rasulullah mengenakan kain berwarna merah, hijau, atau kuning, namun beliau lebih menyukai warna putih. “Hendaklah kalian berpakaian putih, untuk dipakai sewaktu kalian hidup. Dan jadikanlah ia kain kafan kalian waktu kalian mati. Sebab kain putih itu sebaik-baik pakaian bagi kalian.” (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah,, Tirmidzi)

Hudzaifah Ibnul Yaman ra (seorang sahabat Rasulullah yang masuk Islam sebelum perang Badar) berkata,” Rasulullah memegang otot betisku dan betis kakinya, lalu bersabda, ‘Inilah tempat batas (bawah) sarung. Jika kau tidak suka di sini, maka (boleh) diturunkan lagi (sedikit). Jika kau tidak suka juga, maka tidak ada hak lagi bagi sarung menutup kedua mata kaki.” (Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah dan an-Nasai)

Cara Makan

Ibnu Abbas ra mengatakan,” Rasulullah Saw dalam keadaan lapar beberapa malam berturut-turut, demikian pula keluarganya. Mereka tidak mendapatkan makanan untuk makan malam. Sedangkan jenis makanan mereka yang paling sering dimakan adalah roti yang terbuat dari Sya’ir (bahan gandum yang paling rendahmutunya) . (Riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Abu Ayub al-Anshari ra bercerita,” Pada suatu hari, kami berada di rumah Rasulullah Saw, maka beliau menyuguhkan suatu makanan. Aku tidak mengetahui makanan mana yang paling banyak berkahnya pada saat kami mulai makan atau di bagian yang paling akhir.” Abu Ayub kemudian bertanya,” Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya hal ini bisa terjadi? Rasulullah Saw bersabda,” Sesungguhnya kami membaca nama Allah jika akan makan, kemudian duduklah seseorang yang makan tanpa menyebut nama Allah, maka makanannya disertai setan.”(Diriwaytkan oleh Qutaibah dari Ibnu Luhai’ah dari Yasid bin Habib dari Rasyad bin Jandal dari Hubeib bin Aus yang bersumber dari Abu Ayub al-Anshari)

Cara Minum

Anas bin Malik menceritakan,” Sesungguhnya Nabi Saw menarik nafas tiga kali pada bejana bila beliau minum. Beliau bersabda,’Cara seperti ini lebih menyenangkan dan menimbulkan kepuasan.”(Riwayat Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasai). Hadis ini menunjukkan bahwa minum dengan sekali habis tidak baik.

Cara Bicara

‘Aisyah RA mengabarkan,” Rasulullah Saw tidak berbicara cepat sebagaimana kalian. Tetapi beliau berbicara dengan kata-kata yang jelas dan tegas. Orang yang duduk bersamanya dapat menghafal kata-katanya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Anas bin Malik berkata, “Rasulullah Saw suka mengulang kata-kata yang diucapkannya sebanyak tiga kali agar dapat dipahami.” (Riwayat Bukhari dan Tirmidzi)

Gurau dan Syair

Baik gurau maupun ungkapan syair yang disampaikan Rasulullah Saw adalah berisi kebenaran. Rasulullah tidak pernah menyelipkan kebohongan saat bergurau, agar orang tertawa, sebagaimana dilakukan banyak orang.

Abu Hurairah ra berkata, “Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, Apakah engkau suka bergurau kepada kami?’ Beliau bersabda,’Ya. Tapi apa yang kukatakan (saat bergurau) tidak lain hanya kebenaran.” (Riwayat Tirmidzi) .

Jundub bin Sufyan al-Bajali RA mengabarkan,”Jari jemari Rasulullah Saw tertimpa batu dan berdarah, maka beliau pun bersabda(bersyair) , ‘Engkau hanyalah jari jemari….kau berdarah. Dan kau mengalaminya di jalan Allah.”(Riwayat Bukhari-Muslim)

Cara membaca Al-Qur’an

Qatadah berkata,”Aku bertanya kepada Anas bin Malik ra, ‘Bagaimanakah bacaan (Al-Qur’an) Rasulullah SAW?’ Ia menjawab, ‘Bermad (bertajwid)’.” (Riwayaat Bukhari, Nasai, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Ummu Salamah bercerita,”Rasulullah SAW memotong bacaannya (pada setiap ayat). Beginilah cara membacanya, ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamin’, kemudian beliau berhenti. Selanjutnya dibaca, ‘Arrahmanirrahim,’ kemudian beliau berhenti. Selanjutnya dibaca, ‘Maliki yaumiddin’.” (Riwayat Tirmidzi, Abu Dawud, Nasai)

Tempat Tidur Rasulullah

Ibunda kaum Mukminin, ‘Aisyah RA bercerita, ”Sesungguhnya hamparan tempat tidur (kasur) Rasulullah SAW terbuat dari kulit binatang, sedangkan isinya terbuat dari serabut kurma.” (Riwayat Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Baik kepada Pekerja

Anas bin Malik ra bercerita,” Aku menjadi pembantu Rasulullah SAW selama sepuluh tahun. (Selama itu) beliau tidak pernah mengatakan, ‘Uf!’ (hus). Dan tidak pernah pula beliau menggugatku karena sesuatu yang aku kerjakan (dengan perkataan), ‘Mengapa kau kerjakan begini?!’ Dan tidak pula (menggugat) karena ada sesuatu yang tidak kukerjakan (dengan perkataan), ‘Mengapa tidak kau kerjakan?!”(Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi) *

Demikian segelintir dari sekian banyak akhlak mulia beliau yang patut kita contoh.

1 Apr 2011

90% syuro, 10% ilmu


Saya tidak ingin bertele-tele. Bahwa saya sangat menikmati kehidupan pasca lembaga.

Saya bisa menimba ilmu lebih banyak, saya merasa menjadi pembelajar yang sebenarnya. Hidup saya lebih normal dengan pemenuhan hak ilmu yang selama ini saya zhalimi.



Sejenak berpikir, alangkah para aktivis dakwah kampus (ga semuanya sih, yang ga ngerasa ga usah tersinggung ya.. Hehe) miskin ilmu tapi kaya syuro. Tak terbayangkan bila satu orang diberikan amanah lembaga yang doble triple, syuro mungkin udah kayak minum obat. Pagi syuro, trus kuliah, trus ada syuro, trus kuliah, trus nyuci, trus ada sms dadakan yang isinya taklimat mas'ul, trus pergi lagi. Di dalam dadanya gegap gempita "saya akan berdakwah Ya Allah".

Apalagi kalo jadi pimpinan besar di lembaga ato tokoh yang lumayan aktif di kampus, para senior sudah berbinar-binar siap-siap nembak buat ditempatkan di amanah yg selanjutnya. Pake dalil kekekalan amanah: amanah tidak akan hilang, hanya berpindah dari satu amanah ke amanah yang lain. Kalo ga mau, akan ada gencatan dari berbagai penjuru supaya siap, mau ga mau, ini demi dakwah, katanya. InsyaaAllah, kalo soal kuliah, pasti Allah akan menolong. Sungguh prasangka yang sangat baik, tapi menurut saya agak menyedihkan.Yang di atas cuma deskripsi ekstrim yang mungkin kenyataannya ga selebay itu, ato mungkin aja ada yang lebih lebay. Hmm..mungkin ga salah dengan pola syuro full day, tapi ada satu syarat: apakah hak ilmu kita sudah terpenuhi? Bukan ilmu kampus doang, ilmu yang dipakai buat berdakwah itu lho.. Tidak semua dari ADK berasal dari pesantren dengan bekal ilmu yang luar biasa, yang bahasa arabnya udah di luar kepala, yang hafalan qurannya ga cuma 3 juz dari belakang. Kalau memang bekal ilmu sudah tumpah ruah, maka syuro all day dan malamnya benar-benar maksimal buat ilmu&ibadah, okelah. Tetapi mirisnya betapa banyak ADK yang lebih memprioritaskan syuro dibanding kajian-kajian. Udah ngaret, sepi lagi. Ketika ditanya ttg fiqih cuma bisa senyum-senyum. Ketika diajak ngobrol tentang pemikiran Islam, cuma cengar-cengir. Ketika ditanya hafalan Quran, tiba-tiba langsung batuk-batuk. Ketika disuruh baca Al Quran, tajwidnya masih ala kadarnya. Ketika ditanya seminggu ikut berapa kali kajian, jawabnya cuma sekali itu pun sebenarnya liqo pekanan. Sibuk jadi panitia seminar, tapi ga ngerti isinya apaan. Ketika ditanya definisi syahadat dan bagaimana penjelasan dari segi bahasanya, baru nyadar kalo ga ngerti-ngerti amat. Ketika ditanya buku fiqh apa yang sudah tamat dibaca, ternyata jawabannya kitab Google. Ketika ditanya buku tafsir apa yang dipunyai sebagai pegangannya, jawabannya sama: tafsir Google. Ketika diminta kultum, kultum Google. Alangkah hebatnya aktivis dakwah kampus, syuro lari sana-lari sini, permasalahannya seputar VMJ, tugas-tugas kuliah kurang jadi prioritas, di kelas ngantuk dan ga dapet apa-apa, akhwat pulang malam-ikhwan ngebiarin aja, problematika lembaga biasanya miskin kader atau gontok2an sama rival, ngapalin Quran cuma di sisa-sisa tenaga padahal fesbukan selalu sempet, kajian kalo sempet doang padahal tau kalo dirinya miskin ilmu, belajar bahasa Arab baru level syukron-afwan-jazakallah-akhi-ukhti. Sebenarnya kita mau mendakwahi apa sih, kawan-kawan? Udah lulus mau ngapain sih?



Udah ga musim lagi aktivis dakwah punya IP di bawah rata-rata, telat kuliah, bolos karena alasan syuro.

Kalo gitu ga usah kuliah aja. Malu-maluin. Jadilah aktivis dakwah saja, bukan aktivis dakwah kampus. Biar kuliah ga terzhalimi, lembaga jadi lebih fokus. Kecuali kalo ngampus tujuannya biar dapet ijazah, ya "bolehlah". Hehe. Kayaknya saya fatalis banget ya? Saya hanya kasian dengan teman-teman ADK jika dari tahun ke tahun polanya sama. Menganggap syuro lebih mulia dibanding menuntut ilmu. Tidak adil dalam membagi pola waktunya, antara ilmu dan lembaga dakwah kampusnya. Udah ilmu keprofesiannya ga bagus-bagus amat, IP standar, ilmu da'awiy nya juga minim. Yang paling sedih jika kuliah di fakultas ilmu sosial-humaniora tapi ga paham pemikiran Islam. Itu sama aja mau menyelam ke lautan tapi ga bisa berenang. Akhirnya kelelep.



Percayalah, Hasan al Banna berdakwah berdasar ilmu yang ga instan.



Udah ah,

Mungkin saya hanya iri dengan sekelompokan kawan-kawan saya yang begitu memurnikan aqidahnya dan tumpah ruah ilmunya.

Semoga kita bukan termasuk ADK yg instan.

Yang kuat karena lingkungan, namun rapuh ketika sendirian.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India