Buka Al Quran, dan menemukan ayat ini :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu
dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai fitnah (cobaan) dan sesungguhnya di sisi
Allah-lah pahala yang besar” (QS. Al-Anfal: 27-28)
Maaf jika prolog tulisan ini
langsung dipertemukan dengan ayat dan dalil, yang terkadang orang jenuh
didalili. To do point, jelas secara
eksplisit melalui ini Allah melarang orang-orang beriman agar tidak
mengkhianati amanat-amanat yang telah dipercayakan kepadanya. Hal menarik,
Syaikh Ibnu Taimiyah rah. menerangkan
dari ayat di atas bahwa adanya kewajiban orang-orang beriman untuk turut serta
memilih pejabat/pemimpinnya baik pemimpin eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif. Poin pentingnya adalah agar umat islam tidak main-main dalam
menentukan pilihan. Penjelasan beliau memang rasional, berkaca pada sebuah
hadist, diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa memilih seseorang
menjadi pemimpin untuk suatu masyarakat, yang di masyarakat itu ada orang yang
lebih diridlo’i Allah dari pada orang yang dipilih tersebut, maka ia telah
berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (Kitab Al
Mustadrak Lishshahihaini, Imam Al Hakim).
Lalu pemimpin seperti
apa yang “lebih seharusnya” dipilih?
Tentu argumen-argumen
normatif semacam pemimpin itu harus adil, amanah, cerdas, bertanggung jawab,
dll telah kita ketahui. Namun disini kita harus mengetahui penekanan-penekanan
yang telah Allah tuntunkan kepada manusia agar kita tidak berkhianat kepada
Allah dan Rasul-Nya.
Pertama, pemimpin
harus memiliki track record yang
baik. Baik dalam apa? Tentu saja dalam agamanya, imannya, prestasinya,
kontribusinya untuk ummat. Mengenai hal ini kita dapat berkaca pada terpilihnya
Nabi Ibrahim a.s sebagai pemimpin ummat manusia yang sejak masa remaja telah
berani melawan berhala-berhala sesat di kaumnya. Maka dari sejarah ini tentu
kita telah dituntun untuk dapat memilih pemimpin yang berpengalaman, jelas
track recordnya, capable, dan tidak
asal “bondo nekat” untuk menjadi pemimpin. Lantas bagaimana jika terdapat calon
pemimpin yang sama-sama baiknya? Jawabnya mudah. Pilih yang lebih baik.
Kedua, memilih
pemimpin juga harus memperhatikan asal-usul kelompok, golongan, dan kekerabatan
dari sang kandidat. Mengapa ini penting? Karena betapapun shalihnya sang
kandidat jika ia tetap berada di lingkungan yang rusak, sekuler dan liberal
maka tak lama kesholihannya tersebut akan terkikis. Percuma. Seyogyanya pemilih
juga harus cerdas melihat latar belakang kelompok/partai yang mengusung
kandidat. Apakah benar kelompok pengusung tersebut membawa kemaslahatan untuk
ummat ataukah justru membawa visi sekuler liberal yang akan mengikis sedikit
demi sedikit nilai-nilai islam?
Ketiga, pemilih
haruslah cermat melihat motivasi calon. Orang yang ambisius tak layak diberi
amanah untuk memimpin. Indikasinya ialah jika dia menggunakan segala cara untuk
mendapatkan jabatannya, misal money
politik atau pemalsuan berkas pencalonan, dll. Biasanya pemimpin yang baik,
dia mencalonkan tidak atas dasar kehendak pribadi, melainkan atas kehendak
orang banyak. Indikasi ini dapat terlihat dari banyaknya kaum dan
golongan/partai yang mendukung sang calon untuk menjadi pemimpin. Dia ridho
terhadap ummat dan ummat pun ridho terhadap dirinya.
Dengan tidak
mengurangi rasa hormat kepada saudara-saudara yang mengecam sistem demokrasi,
bersama ini saya sampaikan, bahwa di kehidupan saat ini dimana demokrasi adalah
sebuah kenyataan yang sulit dihindari, dimana kedaulatan dalam memilih pemimpin
dan wakil rakyat baik ditataran nasional, daerah atau bahkan di tataran kampus
berada di tangan tiap individu, maka kita selaku ummat yang paham akan
kesempurnaan agama yang tak memisahkan antara agama dan negara berkewajiban
memilih pemimpin yang shalih, memiliki integritas untuk memuliakan agama,
memiliki moral dan akhlak Al Quran. Kita harus memberikan dukungan kepada calon
terbaik agar negeri ini dipimpin oleh orang-orang terbaik pula. Jika tidak dan jika
kita apatis, maka perlahan tapi pasti negeri ini akan dikuasai orang-orang
sekuler liberal yang tentunya tak menginginkan cahaya agama islam bersinar.
0 komentar:
Posting Komentar
Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.