22 Sep 2013

Golput, Akankah Benar-Benar Putih? (Tinjauan Ulang atas Ajakan Golput)

Golput atau golongan putih, maksudnya adalah untuk menyebut orang/kelompok yang tidak memberikan hak suaranya pada pegelaran demokrasi  untuk memilih partai/eksekutif/presiden. Mereka tak mau ikut serta dalam penyaluran suara dalam pemilu, kalaupun ikut meramaikan maka semua gambar yang ada dalam kertas pemilu akan dicoblos semua sehingga suara tidak sah dan terbuang percuma. Apakah para golput itu adalah orang-orang pelosok desa yang tak tersentuh pendidikan politik? Bukan. Bahkan sebagian mereka ada yang terpelajar dan terdidik, bahkan juga pejabat, baik ormas maupun lembaga pemerintahan. Banyak alasan dan banyak dalih yang digunakan untuk membenarkan golput. Mari kita simak sedikit.

Pertama, adalah terkait ideologi sistem. Sistem pemilu menurut sebagian mereka adalah sistem jahiliyah yang tentu tak boleh diikuti. Sebab bila diikuti maka berarti yang mengikuti telah setuju dengan kejahiliyahan dan tentu telah menjadi jahil.

Kedua, sebagian orang beranggapan bahwa semua partai/calon eksekutif tidak ada yang ideal, tidak ada yang sesuai hati nurani. Semua tidak ada yang dapat dipercaya untuk menyalurkan aspirasi rakyat dengan amanah. Alasan ini kemungkinan muncul dari sekelompok orang yang sudah mutung (putus asa, red) dalam perjuangan melalui partai karena tak kunjung mendapatkan kemenangan, atau merasa aspirasinya tak tersalurkan lewat partai peserta pemilu.

Ketiga, ada anggapan bahwa pemilu hanyalah pemborosan dan buang-buang anggaran negara. Mereka merasa rakyat tidak disejahterakan oleh pemimpin-pemimpin yang telah dipilih. Para politisi yang sudah menjabat mayoritas hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan golongannya saja, tidak mau benar-benar berjuang menegakkan aspirasi rakyat. Kalaupun ada yang berjuang untuk rakyat, itu hanyalah basa-basi agar di pemilu berikutnya dapat dipilih lagi dan menang lagi.

Alasan kedua dan ketiga di atas menurut saya adalah alasan orang-orang putus asa dalam berusaha dan memperbaiki masyarakat lewat politik. Sedangkan alasan pertama, saya pribadi merasa perlu menimbang alasan ini mengingat masih banyak perdebatan dan perbedaan pendapat ulama tentang boleh/tidak bolehnya umat islam mengikuti demokrasi.
Untuk memberikan persepsi yang ideal yang mengantarkan sebuah pemahaman akan bermanfaat atau tidaknya melakukan golput, barangkali kita perlu mengkaji sedikit sejarah dari kemenangan Hitler.

Salah satu noda hitam paling tragis dalam sejarah akibat tingginya golput terjadi di Jerman. Tahun 1920 partai Nazi dibentuk. Awalnya, partai ini hanya mendapatkan 3% suara di Pemilu Legislatif, dan bahkan turun menjadi 2,6% di Pemilu berikutnya. Tapi tahun 1929 bursa saham Wall Street runtuh, dan tahun 1930 partai kecil ini langsung melejit dan mendapatkan 18,3% suara di Pemilu Lagislatif. Jumlah ini menjadi suara kedua terbesar di Parlemen karena banyak rakyat yang golput. Tahun 1933 Hitler terpilih sebagai Kanselir Jerman. Setelah itu kita semua tahu, berkuasanya Hitler merupakan salah satu pemicu utama terjadinya Perang Dunia ke-2.
Dari sejarah kita dapat melihat bahwa partai-partai kecil yang radikal bisa mendapatkan kekuasaan dan mengontrol suara mayoritas akibat golput. Beberapa tahun sebelumnya, hal serupa telah terjadi di Rusia dalam revolusi Bolshevik yang dipimpin Lenin (1917). Lewat ide-idenya yang destruktif, partai-partai kecil ini menguasai dan mengontrol arah negara.

Sekarang mari kita translasikan kepada perpolitikan di negeri kita. Partai-partai nasionalis sekuleris telah marak. Umat islam pun bingung, tak tahu siapa yang harus didukung. Di sisi lain kaum sekuler liberal dengan segala kepentingan kapitalisme yang dibawa terus menunjukkan sepak terjangnya. Menggandeng tokoh sana-sini, sudah mulai berani. Lihatlah sekarang sudah ada yang berani menjadi wakil gubernur, ada juga yang nekat jadi calon wakil presiden. Logika sederhananya, jika dengan memilih saja tokoh-tokoh sepilis sudah hampir menguasai negeri ini, maka bagaimana jadinya jika umat islam golput? Tentu kita tak ingin perundang-undangan di negeri ini menjadi bercorak penuh dengan kapitalisme dan berpihak kepada barat.

Maka kembali saya pertanyakan, golput akankah ia akan menjadi benar-benar berwarna putih yang dianggap netral tak berpihak ataukah justru akan membawa kepada pilihan terpuruknya sistem demokrasi Indonesia karena telah berubah menjadi sekuler liberal?
Satu suara sangatlah berarti, karena itu jangan lepaskan hak pilih Anda !
#2


0 komentar:

Posting Komentar

Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India