23 Jan 2016

Da’i Sejuta Ummahat

Berikut ini adalah tulisan dari pengalaman ustadz Hasan bin Hartono, yang menurut saya baik untuk dijadikan renungan para ikhwah, para thalib al ilm yang sedang mengarungi dunia dakwah di era digitalisasi modern. Berikut kutipannya,

----
Kira-kira, 80% taklim yang saya belajar di dalamnya tanpa hadirat akhwat. Yang ada akhwatnya cuma di Rawabambu, gedung Bank Mega dan Masjid Hijau Cilangkap. Sisanya murni hanya ikhwan, baik tua maupun muda.

Karena sebenarnya yang lebih butuh ilmu adalah IKHWAN. Yang seharusnya lebih banyak porsi menuntut ilmu adalah IKHWAN. Yang seharusnya lebih banyak adalah IKHWAN. Yang seharusnya lebih diutamakan dai untuk diajarkan adalah IKHWAN.

Maka, janganlah jadi 'dai sejuta ummahat' dan 'dai sejuta akhawat'. Harap hati-hati kalau sudah sampai derajat dai yang diidolakan banyak akhawat apalagi ummahat. Jangan sampai tanpa sadar, seorang dai menjadi sebab hancurnya rumah tangga orang.

Jangan kira jika ada akhwat atau ummahat mengidolakan dai tertentu itu selalu karena ilmunya. Hati-hati. Justru ada faktor lain. Mereka punya nafsu manusiawi juga. Terlebih kini ada fasilitas proyektor di kajian, apalagi video-video rekaman yang mengekspos wajah dai. Hati-hati.

Ingat peristiwa Teroris Sarinah belakangan ini? Ada polisi ganteng yang membuat banyak mata mojang, emak-emak dan janda gagal fokus. Padahal dia suami orang. Dumay bagian perempuan sempat goncang. Jangan dikira itu tidak terjadi pada akhawat pengajian. Terjadi. Cuma mereka lebih mahir menyembunyikan obrolan beginian, sebagaimana mahirnya menyembunyikan tubuh. Mereka manusia juga.

Tapi herannya,

Akhwat sekarang sudah pada jago menonaktifkan sisi narsis mereka di medsos. Sebaliknya, ikhwan mulai kena penyakit itu. Yang dulunya anti majang foto, kini mulai pajang foto berharap dikomentarin. Walau awalnya malu-malu. Dari bawah dulu, foto sendal dengan celana cingkrang, agar ada kesan apa? Beranjak ke atas, sampai lama kelamaan mulai pasang utuh walau sebelum utuh, muka disensor. Syukurnya, setelah sudah menyingkap hijabnya dan ekspos mukanya, kita sama-sama melihat teman-teman rata-rata...

...jelek...

Jadi, syukurlah tak banyak yang terfitnah.

Wahai ummahat, yang mengidolakan dai tertentu, bisa jadi tanpa antunna sadari, antunna lebih memorsikan diri memikirkan dai tsb dan lebih menyukainya dibanding suami sendiri. Bisa jadi cuma berawal dari nonton videonya, atau SMS, atau WA, dll. Anda milik suami Anda. Bukan beliau. Bisa jadi Anda lebih taat pada dai tsb daripada suami. Membela-bela ke kajiannya tanpa setahu suami, atau berdusta, atau.... lainnya. Bahkan bisa jadi Anda merasa suami ini sudah tak layak karena belum mengenal Sunnah dan alasan lainnya. Perlahan mulai berpikir cerai bahkan melisankannya.

Maka mari sama-sama sadari lebih teduh lagi, bahwa jenggot lebat dan cadar hitam bukan berarti tak bersyahwat. Kenalilah: ummahat, jika sudah seneng sama kajian dai tertentu, mereka bisa nekad. Dana bisa diserahkan banyak, dan itu bisa jadi fitnah. Hubungan bisa didekatkan, dan itu selalu jadi fitnah. Dan seterusnya. Semoga Allah jaga kita dari hal-hal ini.

Jangan menunggu sampai kita nyaho dulu baru jera. Kalau sudah terjerat, hasilnya takkan pernah indah. Dan laki-laki akan selalu diposisikan bersalah. Selalu. Apalagi laki-laki itu dai. Maka, justru ketika dirasat Anda banyak dikunjungi akhwat terlebih ummahat, maka takutlah. Takut dan berlindunglah.

Fitnah itu, imma harta, imma wanita, imma keduanya. Juga fitnah popularitas. Ustadz muda yang sudah kadung populer dan tenar, biasanya akan suka membantah dan ngejawab nasehat para sesepuh. Jika terus dipelihara kecongkakannya, maka mari sama-sama menunggu pahit di depan.

Semoga menjadi nasehat pahit yang berujung manis. Aamiin.

---

Foto ini Ini sodoran cerita-cerita dari seorang akhwat tadi tanpa saya minta. Ini baru satu cerita yang 'berani' diceritakan akhwat. Dan mesti masih banyak cerita-cerita yang tersembunyi, namun para dai harus tahu dan harus merenungi. Apa yang kami sampaikan bukan rekaan, bukan settingan.

SS ini sudah saya minta izin pada pencerita, nama, propic, nama masjid dan daerah saya tutup, karena fitnahnya besar. Tapi ibrahnya di cerita. Ibrahnya di cerita nyata. Inilah kenyataan. Bayangkan jika pipinya memerah malu sebenarnya karena melihat pesona sang dai (favorit) di layar besaaaar. Merah karena malu-malu suka namun tak bisa kabur kemana. Dan sebagiannya berusaha menunduk takut terfitnah. Dilematis. Terbalik.

Dan saya tidak berniat menebang kajian siapapun dengan ini, melainkan ini perlu tanbih dan inayah besar. Zaman sekarang, bukan hanya ikhwan terfitnah dengan akhwat, melainkan akhwat pun sangat rentan terfitnah dengan ikhwan apalagi du'at.

Jangan kira kalau sudah cadaran, berarti sudah tidak punya syahwat. Mereka juga manusia, dan bisa jadi ikhwanlah pemancingnya. Semoga Allah menjaga ikhwan baik thullab terlebih para du'at dan juga para akhwat. Semoga Allah rizkikan para anak ngaji ini terlebih du'at keikhlasan, yang tidak ringan nilainya karena tidak mudah menjaganya.

Jangan tanya dalil qath'iy tentang tidak bolehnya mengajar akhawat atau ummahat. Tapi tanyakan: 'apa jangan-jangan saya telah menjadi penyebab akhwat terfitnah akan diri saya?'

Dan semoga Allah ampuni kesalahan-kesalahan kita di bidang ini. Aamiin.

---


Kalau yang berikut ini adalah coretan ummahat yang lain, yang masih sesuai tema.
---

Fenomena akhwat atau pun ummahat "kesengsem" dengan sosok ustadz yang mengisi kajian sebenarnya waktu saya belum menikah dulu sudah terjadi (nostalgia 20 tahun yang lalu, back to the past).Sehingga saya tidak terlalu heran. Karena kita waktu itu belum punya suami maka kebanyakan para muslimah(yang belum menikah) kalau sudah ngumpul pasti membahas "sosok pemberi materi". Mereka sampai ada yang tahu sosok si pemberi materi ganteng atau tidak, tinggi atau pendek, jenggotnya lebat atau tidak, padahal yang memberi kajian di balik hijab lho saya sampai bingung dari mana mereka tahu.Entahlah, mungkin ada diantara kami yang tidak sengaja berpapasan dengan sang ustadz di jalan, wallahu a'lam.

Oh ya,..walau sudah ada hijab waktu kajian di masjid dan kebetulan hijabnya hanya berupa dinding dari bambu atau kayu yang ada lubang2nya saya melihat ada beberapa akhwat yang lebih sibuk 'memandangi ustadz' daripada menulis faidah yang di sampaikan ustadz. Tapi karena kita polos toh akhwat yang hadir di situ tidak ada yang mengeluhkan sikap atau tingkah beberapa akhwat yang seperti itu. Mungkin karena niat untuk datang untuk menuntut ilmu itu sangat berpengaruh pada hasil dan proses di kajian.

Yang ingin datang ke majelis ilmu untuk kopi darat di kajian walhasil ngobrol waktu ustadz ceramah, yang menuntut ilmu sebagai pelarian ada yang terkantuk-kantuk atau hampir tidur di kajian, yang mencari hiburan "cuci mata" yaa akhirnya sibuk melihat sosok pemberi materi walau hanya lewat lubang-lubang kecil tersebut..yang penting wajah ustadz bisa di lihat, tapi...yang benar-benar cari ilmu tidak sedikit yang saya liat sibuk mencatat dan sesekali kalau melewati ayat atau hadits yang mengena maka tissue pun berhamburan alias mata-mata para penuntut ilmu sudah basah dengan air mata.

Jadi memang niat kita hadir dalam menuntut ilmu sangat berpengaruh pada hasil dari menuntut ilmu tersebut. Terlebih ummahat yang sedang ada masalah dengan suaminya dan melarikan diri ke majelis ilmu bila tidak lurus niatnya bisa memburu ustadz setelah kajian untuk "curhat" tentang masalah rumah tangganya atau setidaknya menulis surat kepada ustadz (karena waktu itu belum ada telpon seluler). Dan tentu saja posisi wanita yang sedang ada masalah dengan suaminya kemudian hadir di majelis ilmu yang ustadznya ceramahnya sngat bagus terlebih bisa menyentuh lubuk hatinya yang paling dalam posisi beliau sangat berbahaya sekali, tidak bisa dipungkiri munculnya benih-benih pengandaian,..andaikata suamiku ustadz tentu rumah tanggaku tidak akan seperti ini, andaikata suamiku punya ilmu tentu akan begini dan begitu rumah tanggaku, dan pengandaian2 lainnya dan bisa di bayangkan apa yang terjadi selanjutnya...

Untuk para suami yang memiliki istri dan hadir di kajian-kajian ustadz saya sangat berharap mereka punya kepekaan yang tinggi jangan sampai memiliki sifat masa bodoh apalagi cuek pada pasangannya. Hendaknya antum cek apakah istri antum mendapatkan faidah yang sama dengan antum waktu menghadiri kajian tersebut atau tidak, jangan sampai memperburuk suasana hati istri anda. Maksud saya boleh jadi ada benih-benih kekaguman tumbuh subur di sana yang bukan untuk anda tapi untuk sang ustadz karena kurangnya sensitif antum pada sang istri. Apakah antum tidak merasa cemburu seseorang mengambil hati istri antum? Iya jasadnya bersama antum tapi hatinya tidak! Hati wanita itu sangat lemah ia mudah terpesona pada sesuatu yang tidak bisa kaum laki-laki pikirkan. Bila istri antum tidak bisa banyak menjelaskan faidah kajian yang di dapat ahsan antum selamatkan istri antum untuk tinggal di rumah dan ajari sendiri karena itu antum jangan sampai malas hadir ke majelis ilmu agar bisa mengajari istri sendiri.

Untuk saya pribadi kalau saya hadir dalam majelis ilmu dan pematerinya adalah syaikh maka suami saya selalu mengingatkan saya, agar hanya mendengarkan dan menyimak materinya saja bukan orangnya. Dan ketika saya pulang beliau selalu menanyakan materi yg saya dapat untuk memastikan saya benar-benar belajar bukan untuk yang lainnya. Seorang istri bila sudah mendapatkan amanah seperti itu maka ia akan takut walau suaminya tidak ada bersamanya tapi Allah pasti mengawasinya dan akan meminta pertanggung jawaban di akhirat nanti. Semoga para suami tidak melalaikan masalah ini.

Sebenarnya ini tantangan buat kita para akhwat serius belajar syari'ah agar para saudarinya yang membutuhkan ilmu agama tidak perlu belajar dengan lawan jenisnya. Untuk menghindari dan menutup pintu fitnah. Semoga semakin banyak para ustadzah dan da'iyyah yang mau terjun di lapangan membuka kajian khusus akhwat di masa mendatang aamiin.






Tanggapan:

Itu di zaman video, layar dan kamera kajian masih asing. Kalau sekarang bagaimana?

Adapun untuk solusi, sepertinya harus secara kolektif dan sinergis. Dari pihak dai, harus sering mengingatkan akan keikhlasan dan menyinggung masalah ini. Dari pihak penyelenggara, kalau bisa proyektornya jangan terlalu mengekspos wajah dai (yang enak dipandang) apalagi jika HD dan detail sampai helai jenggotnya terhitung. Dari pihak akhwat, harus sering menata hati lagi dan meninggalkan sebab-sebab keburukan ke depannya. Kalau ada layar besar berwajah dai yang menggagalkan fokus, maka menyingkirlah ke samping dan cukup dengar tanpa melihat. Kalau tergoda, istighfar. Kalau sulit saking kuat godaannya, maka keluar saja pulang dan minta tolong sama Allah untuk menemukan cara yang terbaik menuntut ilmu.

Selagi hadir di kajian tertentu BUKAN SATU-SATUNYA cara menuntut ilmu bagi akhwat, maka hadir di kajian yang gambar wajah dainya menggoda hati juga BUKAN SATU-SATUNYA cara menuntut ilmu bagi akhwat. Lebih baik menonton video kajian dai yang berwajah tidak menggoda bahkan katakanlah 'jelek' atau sudah dimakan usia, tapi ilmunya tersalurkan dan nempel berkah, daripada sudah jauh-jauh hadir, tapi hati tergoda dan ilmunya kosong. Dosa dapat, pahala bisa hancur.

---

Demikian kutipan singkat ini, semoga bisa menjadi pengingat utamanya untuk diri saya pribadi.
Wallahu ta'ala a'lam.

0 komentar:

Posting Komentar

Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India