23 Feb 2015

Polemik Hukum Isbal (Perluaslah Cakrawala Anda terhadap Isbal)





Mengenai Hukum Isbal

Syeikh Kholid al Mushlih mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Apa hukum isbal? Adakah isbal dalam celana panjang? Apa benar bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa isbal tanpa niat sombong itu hukumnya mubah atau makruh?”

Jawaban Syeikh Kholid al Mushlih, “Dalam bahasa Arab isbal artinya adalah menjulurkan sesuatu dari atas ke bawah. Sedangkan yang dimaksud dengan isbal dalam hal ini adalah memanjangkan dan menjulurkan kain.

Dalil seputar masalah ini ada dua jenis.

Pertama, mengharamkan isbal jika karena kesombongan.
Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari no 5784 dan Muslim no 2085 dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menyeret kainnya (baca: isbal) karena sombong maka Allah tidak akan memandangnya pada hari Kiamat”.

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari no 3485 dan lainnya dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang lelaki yang kainnya terseret di tanah karena kesombongan, Allah menenggelamkannya ke dalam bumi . dia kejel-kejel (meronta karena tersiksa) di dalam bumi hingga hari Kiamat terjadi”.

Demikian pula diriwayatkan oleh Bukhari no 5788 dan Muslim no 2087 dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong”.

Kedua, hadits-hadits yang mengharamkan isbal secara mutlak baik karena sombong ataupun tidak.
Diriwayatkan oleh Bukhari no 5787 dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kain yang letaknya di bawah mata kaki itu letakannya adalah neraka”.

Diriwayatkan oleh Muslim no 106 dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga jenis manusia yang tidak akan Allah ajak bicara pada hari Kiamat, tidak Allah pandang, tidak akan Allah sucikan dan untuk mereka bertiga siksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal, orang yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu”.

Dikarenakan ada dua jenis dalil dalam masalah ini maka para ulama berselisih pendapat tentang hukum isbal bagi laki-laki bukan karena hendak menyombongkan diri.

Mayoritas ulama baik yang bermazhab Maliki (sebagaimana dalam Muntaqa al Baji 7/226 dan al Fawakih ad Dawani 2/310), bermazhab Syafii (sebagaimana dalam Asna al Mathalib 1/278 dan al Majmu Syarh al Muhadzab 4/338) dan Hanabilah (sebagaimana dalam Kasysyaf al Qona’ 1/277 dan Mathalib Ulin Nuha 1/348) serta yang lainnya berpendapat bahwa isbal yang haram adalah isbal karena motivasi kesombongan.

Sedangkan isbal bukan karena kesombongan maka sebagian dari jumhur ulama mengatakan bahwa hukumnya adalah makruh. Sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa hukumnya adalah mubah karena larangan isbal yang bersifat mutlak mereka bawa kepada larangan yang bersyarat.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam syarah beliau untuk kitab Umdah al Fiqh hal 366 mengatakan, “Mengingat bahwa mayoritas dalil itu melarang isbal jika dengan kesombongan maka dalil yang melarang isbal secara mutlak itu kita maknai dengan isbal karena kesombongan. Sehingga isbal yang tanpa dorongan kesombongan itu tetap bertahan pada hukum asal berpakaian yaitu mubah. Jadi hadits-hadits yang melarang isbal itu didasari pertimbangan bahwa mayoritas lelaki yang isbal itu dikarenakan dorongan kesombongan”.

Mereka memiliki dua alasan. Yang pertama adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Bakr, “Engkau bukanlah termasuk orang yang melakukan isbal karena kesombongan”. Demikian tanggapan Nabi atas ucapan Abu Bakr, “Salah satu sisi sarungku itu melotrok/melorot kecuali jika aku perhatikan dengan seksama”.

Alasan kedua adalah mengingat bahwa sahabat Ibnu Mas’ud itu menjulurkan sarungnya hingga melewati mata kaki. Ketika hal tersebut ditanyakan kepada beliau, beliau mengatakan, “Sesungguhnya kedua betisku itu terlalu kecil (baca:tidak normal) sedangkan aku adalah imam masjid”. Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Dalam Fathul Bari 10/264 AlHafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa derajat riwayat di atas adalah jayyid atau baik.

Di sisi lain sejumlah ulama berpendapat bahwa hukum isbal itu haram secara mutlak baik karena dorongan kesombongan atau pun tanpa niat menyombongkan diri. Ini dilakukan dalam rangka mengamalkan semua dalil yang ada baik yang melarang isbal tanpa syarat maupun dalil yang melarang isbal jika karena kesombongan.

Menurutku, pendapat mayoritas ulama itu yang lebih mendekati kebenaran.
Dalil yang melarang isbal itu tidak hanya berlaku untuk sarung namun mencakup semua jenis kain yang dipakai oleh seseorang.

Dali pernyataan di atas adalah pernyataan Muharib bin Ditsar, perawi hadits Ibnu Umar, ‘Barang siapa yang menyeret kainnya karena sombong maka Allah tidak akan memandangnya pada hari Kiamat”. Sebagaimana dalam Sahih Bukhari no 5791, Muharib ditanya oleh Syu’bah, “Apakah Nabi menyebut-nyebut sarung?” Muharib mengatakan, “Larangan isbal itu tidak hanya khusus untuk sarung, tidak pula gamis atau jubah”.

Pernyataan Muharib di atas menunjukkan bahwa larangan isbal untuk tsaub atau pakaian itu mencakup sarung dan lainnya.

Terdapat beberapa hadits yang menunjukkan benarnya pernyataan di atas. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Isbal itu bisa terjadi pada sarung, gamis dan sorban. Siapa saja yang isbal karena sombong maka Allah tidak akan memandanginya pada hari Kiamat nanti”.

Hadits di atas diriwayatkan oleh Abdul Aziz bin Abi Rawwad dari Salim dari ayahnya. Ada pembicaraan pada diri Abdul Aziz sebagaimana yang dikatakan oleh al Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 10/262. Abu Bakr Ibnu Abi Syaibah menilai hadits di atas sebagai hadits yang gharib. Namun hadits di atas dinilai hasan oleh Nawawi.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Umar, beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang isbal dalam sarung. Itu juga berlaku untuk gamis atau jubah”.

Al Hafiz Ibnu Hajar menukil penjelasan ath Thabari. Ath Thabari mengatakan bahwa disebutkannya izar atau sejenis sarung dalam hadits tentang larangan isbal itu dikarenakan izar adalah jenis pakaian yang paling dominan pada zaman Nabi. Ketika umumnya orang memakai jubah maka larangan isbal untuk izar juga berlaku untuk jubah.

Ibnu Batthal mengatakan, “Menganalogkan jubah dengan izar adalah analog yang benar. Seandainya tidak ada riwayat khusus yang menegaskannya maka kata-kata tsaub atau kain itu mencakup semua jenis pakaian.

Dalam kitab al Furu’ 1/356 saat membahas panjang ekor sorban penulisnya mengatakan, “Guru kami yaitu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa ekor sorban yang terlalu panjang itu termasuk isbal yang terlarang.

Berdasarkan penjelasan di atas maka ada isbal untuk celana panjang”.
________________________________________
(1) المنتقى للباجي 7/226، الفواكه الدواني 2/310.
(2) أسنى المطالب 1/278، المجموع شرح الهذب 4/338.
(3) كشاف القناع 1/277، مطالب أولي النهى 1/348.

Demikian fatwa Syeikh Kholid al Mushlih, menantu Syeikh Ibnu Utsaimin, yang beliau sampaikan pada tanggal 17 Dzulhijjah 1424 H.

Sumber:
http://www.almosleh.com/almosleh/article_839.shtml

Petikan Pelajaran:
1. Ternyata pendapat yang mengatakan tidak haramnya isbal bagi laki-laki jika tanpa kesombongan adalah pendapat mayoritas ulama. Ulama salaf yang berpendapat dengan pendapat ini adalah salah seorang ulama besar di kalangan para sahabat yaitu Abdullah bin Mas’ud. Sehingga kita wajib menghormati orang yang mengambil pendapat ini karena menilainya sebagai pendapat yang kuat ketika kita memilih pendapat yang lain.
2.   Ternyata ada ulama yang berpendapat bahwa isbal tanpa niatan kesombongan itu hukumnya mubah.
3.     Tidak benarlah menjadikan isbal atau tidak sebagaimana tolak ukur ahli sunah ataukah bukan. Jadi mungkin saja terjadi ada seorang ahli sunah yang melakukan isbal, boleh jadi karena tidak tahu akan terlarangnya isbal atau karena pendapat yang tidak mengharamkannya isbal tanpa niat kesombongan menurutnya lebih kuat dari sisi dalil. Bahkan meski dia meyakini bahwa isbal itu haram secara mutlak namun dia tidak mengamalkannya, hal ini tidaklah mengeluarkannya dari ahli sunnah karena person ahli sunnah tidaklah maksum dari dosa dan maksiat.
4.    Termasuk isbal karena sombong adalah orang yang melakukan isbal dengan anggapan bahwa dirinya itu lebih baik dari pada yang tidak isbal karena yang melakukan isbal dia yakini sebagai orang yang sesat, teroris atau semisalnya. Ingat sombong adalah menolak kebenaran atau merendahkan atau menganggap diri lebih baik dari pada orang lain.
5.   Orang yang memilih pendapat yang ‘enak’ dalam masalah isbal karena cocok dengan nafsunya bukan karena pertimbangan kekuatan dalil adalah orang yang taat kepada nafsu, bukan taat kepada Allah dan rasul-Nya.
6.  Saya pribadi cenderung kepada pendapat yang mengaharamkan isbal secara mutlak meski tanpa sombong. Inilah pendapat yang lebih kuat dan lebih hati-hati. Betapa bagus buku karya Syeikh al Walis Saifun Nashr, murid al Albani yang telah mengumpulkan hadits-hadits yang menunjukkan haramnya isbal meski tanpa sombong. Buku beliau telah diterjemahkan dan telah diterbitkan oleh pustaka Tibyan, Solo.

*disadur dari website ustadz aris

0 komentar:

Posting Komentar

Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India