5 Mei 2014

Fiqih Tsawabit dan Mutaghayyirat

Tsawabit (hal-hal baku yang bersifat tetap dan permanen) adalah masalah-masalah ushul (prinsip) di dalam ajaran Islam, dan mutaghayyirat (hal-hal non baku yang mungkin, bisa dan berpotensi untuk berubah-ubah) adalah masalah-masalah furu’ (non prinsip) dari ajaran Islam.

Kriteria dan Cakupan
Tsawabit adalah masalah-masalah prinsip yang berdalil qath’i (mutlak dan pasti), baik qath’iyyuts-tsubut(kehujjahannya mutlak dan pasti serta tidak diperselisihkan diantara para ulama), maupun qath’iyyud-dilalah(makna dan pengertiannya mutlak, pasti dan tidak diperdebatkan di antara para ulama Ahlussunnah Waljama’ah). Adapun Mutaghayyirat adalah masalah-masalah furu’ yang berdalil dzanni (tidak mutlak dan pasti, serta multi interpretasi), baik dalam hal tsubut (kehujjahan)-nya, dilalah (kandungan makna dan pengertian)-nya, maupun kedua-duanya.
Tsawabit adalah masalah-masalah ijma’ yang telah menjadi konsensus yang disepakati di antara para imam berbagai madzhab Ahlussunnah Waljama’ah, dan Mutaghayyirat adalah masalah-masalah ijtihadiyah khilafiyahyang merupakan wilayah ijtihad para ulama, dan yang telah diperselisihkan atau berpotensi untuk diperselisihkan di antara para imam mujtahidin dari kalangan Ahlussunnah Waljama’ah.
Tsawabit juga meliputi pendapat dan madzhab yang rajih di dalam masalah-masalah khilafiyah yang sempat diperselisihkan oleh para ulama, namun sifat perselisihannya dinilai lemah dan syaadz (aneh dan nyeleneh), seperti perselisiham tentang hukum wanita menjadi imam shalat bagi makmum laki-laki, atau sifat perselisiannya historis saja (yakni sempat terjadi perselisihan di awal sejarah generasi salaf, namun kemudian terjadi ijma’ setelah itu dan seterusnya), seperti perselisihan tentang hukum nikah mut’ah, dan lain-lain.
Pengklasifikasian masalah menjadi tsawabit dan mutaghayyirat mencakup dan meliputi berbagai aspek ajaran Islam, seperti: aqidah, ibadah, syari’ah, akhlaq, mu’amalah, siyasah syar’iyah, ilmu dan tsaqafah, amal dan tindakan, dakwah dan jihad, dan seterusnya. Namun tingkat prosentase dan perbandingan antara yang tsawabitdan yang mutaghayyirat dalam semua aspek dan bidang tersebut dan lainnya, sangatlah beragam dan berbeda-beda. Dimana ada yang lebih dominan aspek tsawabit-nya seperti masalah-masalah aqidah, tauhid dan keimanan, sehingga masalah-masalah ini biasa dikenal dengan istilah masalah-masalah ushul. Ada yang lebih dominan aspek mutaghayyirat-nya seperti masalah-masalah mu’amalah dalam berbagai bidang kehidupan, semisal bidang-bidang sosial kemasyarakatan, ekonomi, budaya, pendidikan, politik, dan lain-lain. Dan ada yang hampir seimbang antara aspek tsawabit dan aspek mutaghayyirat-nya, seperti masalah-masalah hukum fiqih dan fiqih ibadah serta lainnya. Namun karena suatu sebab, masalah-masalah dalam bidang terakhir ini, di kalangan para ulama, lebih dikenal dengan istilah dan sebutan masalah-masalah furu’.

Urgensi Fiqih Tsawabit dan Mutaghayyirat
  1. Fiqih tsawabit dan mutaghayyirat merupakan bagian yang sangat penting dan yang tidak terpisahkan dari cakupan al-fiqhu fiddin secara umum.
  2. Fiqih ini termasuk dalam cakupan makna al-hikmah yang merupakan salah satu karunia terbesar dari Allah bagi seorang muslim dan muslimah (lihat QS. Al_Baqarah [2]: 269).
  3. Fiqih ini sangat penting dan urgen, karena membuat seorang muslim dan muslimah memiliki bashirah, yang akan menghindarkannya dari kebingungan dalam menghadapi dan menyikapi berbagai masalah dan persoalan kontroversial yang sangat banyak dan marak saat ini.
  4. Fiqih ini sangat urgen sekali dimiliki setiap muslim dan muslimah, apatah lagi setiap da’i dan da’iyah, untuk memberinya sifat tawazun (proporsional) dan tawassuth (moderat) dalam syakhshiyah(kepribadian), pemahaman, amal, sikap, penilaian, dakwah, dan lain-lain, serta sekaligus untuk menghindarkannya dari sifat dan sikap ghulu (berlebih-lebihan dan ekstrem) dan tasahul(menggampangkan dan memudah-mudahkan). 
  5. Fiqih ini merupakan salah satu dasar dan landasan penting dalam setiap penilaian dan penyikapan yang benar, tepat, adil dan proporsional terhadap masalah, peristiwa, orang, kelompok dan lain-lain.
  6. Fiqih ini adalah salah satu dasar dan landasan yang sangat urgen di dalam fiqih dakwah, manhaj dakwah dan dakwah bilhikmah (lihat QS. An-Nahl [16]: 125).
  7. Fiqih tsawabit dan mutaghayyirat ini juga merupakan dasar dan landasan yang sangat asasi dalam pemahaman fiqih aulawiyat (fiqih menentukan skala prioritas dalam hal ilmu, amal, ibadah, dakwah dan lain-lain), dan penerapan fiqih muwazanat (fiqih menimbang dan membandingkan antara berbagai pilihan dan alternatif).

Kaidah-Kaidah Dasar Penyikapan
  1. Memahami dan mengakui fakta serta realita bahwa, masalah-masalah di dalam ajaran Islam itu terbagi dan terklasifikasikan ke dalam kelompok tsawabit dan mutaghayyirat, atau kategori ushul dan furu’.
  2. Memiliki sikap dasar yang membedakan secara umum antara masalah-masalah tsawabit dan masalah-masalah mutaghayyirat, atau antara persoalan-persoalan ushul dan persoalan-persoalan furu’.
  3. Sikap dasar seorang mukmin dan mukminah terhadap masalah-masalah tsawabit dan ushul (yang benar-benar tsawabit dan benar-benar ushul, dan bukan yang sekadar dianggap tsawabit atau ushul dalam persepsi sebagian kelompok dan golongan!), adalah sikap dasar mengimani, menerima dan mematuhi secara legowo, dan bukan sikap meragukan, mempertanyakan, apalagi menolak dan menentang.
  4. Tidak berijtihad dan tidak menerima ijtihad siapapun dalam masalah-masalah taswabit dan ushul.  
  5. Tidak mentolerir adanya khilaf, perbedaan dan perselisihan dalam hal tsawabit atau ushul. Namun di saat yang sama berperan aktif dan berkontribusi positif dalam upaya menyatukan dan mempersatukan ummat atas dasar tsawabit dan ushul.
  6. Meyakini dan menyikapi setiap perselisihan dalam hal tsawabit dan ushul sebagai sebuah mukhalafah syar’iyah (pelanggaran syar’i), dhalal mubin (kesesatan nyata) dan sekaligus sebagai suatu bentukiftiraq/tafarruq madzmum (perpecahan tercela), yang berpotensi melahirkan firqah sempalan yang sesat dan menyesatkan.
  7. Masalah-masalah tsawabit dan ushul-lah – dan bukan masalah-masalah mutaghayyirat – yang menjadi representasi kerangka, standar dan parameter manhaj As-Salaf Ash-Shalih dan Ahlussunnah Waljama’ah.
  8. Menjadikan hal-hal tsawabit dan ushul – dan bukan qadhaya mutaghayyirat – sebagai standar, parameter dan patokan dalam menilai serta menyikapi manhaj dan dakwah setiap kelompok, golongan, organisasi, jamaah dan harakah.
  9. Menjadikan prinsip-prinsip tsawabit atau ushul – dan bukan hal-hal mutaghayyirat – sebagai standar, parameter dan ukuran komitmen dan  ke-istiqamah-an seseorang atau suatu kelompok.
  10. Menerapkan dan memberlakukan prinsip aqidah al-wala’ wal-bara’ dalam bab-bab tsawabit atau ushul, dan bukan dalam konteks masalah mutaghayyirat atau furu’.
  11. Mengedepankan, mementingkan, mengutamakan, memprioritaskan dan menonjolkan masalah-masalahtsawabit dan ushul atas masalah-masalah mutaghayyirat dan furu’, baik dalam ilmu, amal, dakwah maupun sikap.
  12. Berkomitmen dalam menerima, mengakui dan mempraktikkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah fiqhul ikhtilaf dalam menyikapi masalah-masalah mutaghayyirat dan furu’ (lihat dan baca materi fiqhul ikhtilafoleh penulis atau lainnya).Ditulis oleh Ahmad Mudzoffar Jufri, MA

0 komentar:

Posting Komentar

Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India