Ibadah Haji, Idul Adha dan puasa Arofah, ketiganya merupakan ibadah mustaqillah (terpisah satu sama lain), bukan satu rangkaian kecuali di tanah Haram (Makkah) saat kondisi aman. Sebab haji adalah ibadah yang terikat dengan waktu dan tempat sekaligus, sedangkan hari raya 'Id dan puasa Arofah adalah ibadah yang hanya terikat dengan waktu saja. Sehingga jika pada waktu pelaksanaan ibadah haji, tanah haram (Mekkah atau Saudi secara umum) sedang tidak aman, maka kewajiban haji menjadi gugur, namun tidak demikian dengan hai raya 'Id dan puasa Arofah. Baik di Saudi sedang aman atau sedang ada perang, baik ada orang yg wuquf atau tidak ada yg wuquf, maka secara syar'i kaum muslimin tetap disunnahkan melakukan sholat 'Id dan puasa Arofah.
Dengan demikian, Hari raya 'Id dan puasa Arofah di negara yang bukan Saudi atau di negara yg awal bulan Dzulhijah-nya tidak sama dengan Saudi, tidak harus tergantung dengan pelaksanaan haji dan adanya wuquf di Arofah. Sebab memang 'Id dan puasa Arofah tidak ada kaitannya dengan orang yg wuquf di Arofah.
Lalu bagaimana bisa puasa Arofah tidak harus menyesuaikan orang yang sedang wuquf di Arofah?
1. Arofah menurut Ibnu Abidin (dalam Hasyiah Raddil Mukhtar II/92) adalah nama hari dan nama tempat. Arofah adalah nama hari ke-9 dari bulan Dzulhijah. Dan penamaan Arofah dengan pengertian tanggal 9 Dzulhijah dan dengan pengertian tempat di tanah Haram sudah digunakan sebelum disyariatkannya haji dan bukan karena adanya orang wuquf dalam ibadah haji.
2. Istilah 'Shaum Yaumi Arofah' telah disabdakan Rasullullah sebelum disyariatkannya haji, artinya bahwa Rasullullah tidak mengaitkan puasa Arofah dengan orang yang sedang wuquf di Arofah, bahkan Rasullullah telah melaksanakan puasa Arofah jauh sebelum ada orang yang wuquf di Arofah. Kalimat 'Shoum Yaumi Arofah' dalam kaidah bahasa disebut 'idhafah bayaniyah' yg artinya adalah keterangan waktu dan bukan idhafah makaniyah/keterangan tempat, dan bukan pula idhafah fi'liyah/keterangan peristiwa. Dengan demikian penyandaran kata 'shoum' pada kalimah 'yaumi arofah' adalah untuk menunjukkan bahwa Yaumu Arofah (hari ke-9 Dzulhijah) itulah sebagai syarah sahnya shoum tersebut. Dengan kata lain shoum Arofah terikat dengan miqot zamani/ketentuan waktu, dan bukan terikat dengan miqot makani/ketentuan tempat, dan bukan pula terikat miqot fi'li/ketentuan peristiwa. Ketentuan puasa Arofah harus pada tanggal 9 Dzulhijah itulah yang juga sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yg lain.
"Adalah Rasullullah berpuasa hari ke-9 Dzulhijah, dan hari ke-10 Muharram, dan 3 hari pada setiap bulan." (Hadist Shahih riwayat Abu Daud, Ahmad, dan Baihaqi.)
Hadist tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan puasa-puasa tersebut terikat dengan miqot zamani (waktu) semua.
Adapun terkait penyikapan kita untuk ikut hari raya 'Id yang tanggal berapa, hendaknya kita lebih mengutamakan persatuan ummat karena memang itulah yang dituntunkan oleh Rasullullah Shollallahu 'alaihi wasallam (yang artinya) :
"Waktu permulaan puasa Ramadhan adalah pada hari dimana kaum muslimin semua (atau setidaknya mayoritas) sama-sama berpuasa. Dan waktu idul fitri adalah pada hari dimana kaum muslimin semua (atau setidaknya mayoritas) sama-sama ber-idul fitri. Serta waktu idul adha adalah pada hari dimana kaum muslimin semua (atau setidaknya mayoritas) sama-sama berhari raya idul adha. (H.R Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al Albani)
Meskipun demikian, pengambilan penyikapan tersebut tetap harus dilandasi oleh jiwa tasamuh (toleransi) yang tinggi yang dibuktikan dengan sikap pengakuan dan penghormatan terhadap pilihan yang lain.
Akhirnya, selamat (mempersiapkan) ibadah puasa Arofah dan berhari rayalah dengan suka cita. Salam ukhuwah dari kami kaum muslimin di Taipei yang berhari raya Idul Adha pada hari Sabtu, 4 Oktober 2014. Sisipkan doa untuk kami, agar senantiasa tetap istiqomah dalam minoritas.
Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Puasa itu menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya.” (HR. Muslim)
*tulisan diambil dan dirangkum dari beberapa kajian ustadz IKADI Jawa TImur.