Sejak awal tahun 2007, ITS telah melegalkan aktivitas mentoring sebagai
sarana pembinaan formal kegiatan keagamaan islam yang pelaksanaannya
diamanahkan kepada JMMI. Aktivitas mentoring ini juga dimaksudkan sebagai follow up kegiatan ESQ yang diikuti
mahasiswa baru agar terjaga moral dan perbuatannya dari perilaku-perilaku
penyimpangan sosial. Aktivitas mentoring ini oleh pihak rektorat diintegrasikan
dengan mata kuliah agama yang pelaksanaannya diserahkan kepada JMMI. Badan
Pelaksanan Mentoring (BPM) sebagai pelaksana teknis aktivitas mentoring, telah
membagi jadwal mentoring 26 jurusan yang ada di ITS menjadi dua periode, yaitu
periode ganjil dan periode genap. Maka dengan ini setiap satu semester akan ada
13 jurusan yang akan melaksanakan aktivitas mentoring.
Sekarang kita akan mencoba
menelaah permasalahan yang ada karena pembagian jadwal yang seperti ini.
Mungkin beberapa orang diantara kita ada yang bertanya-tanya, mengapa BPM tidak
membarengkan kegiatan mentoring 26
jurusan sekaligus? Beberapa pertimbangan telah menjadikan dasar bahwa
pelaksanaan mentoring harus dibagi menjadi dua periode. Beberapa faktor
diantaranya adalah terbatasnya jumlah mentor yang tersedia, penyesuaian dengan
mata kuliah agama di beberapa jurusan, serta jumlah massa yang begitu besar
yang membutuhkan penanganan teknis yang menyedot tenaga sangat besar. Kembali
ke topik utama, dengan adanya penjadwalan yang seperti ini, maka otomatis akan
ada beberapa jurusan yang pelaksanaan mentoring wajibnya “terlambat” karena
harus dilaksanakan pada semester genap. Umumnya keluhan-keluhan dan rasa
khawatir muncul dari jurusan-jurusan yang pelaksanaan mentoring wajibnya ada di
semester genap. Mereka seolah-olah merasa kehilangan momentum untuk menggaet
kader/mahasiswa baru melalui mentoring wajib. Untuk mengatasi persoalan seperti
ini, Kami ketika menjadi pengurus LDJ FUSI Ulul Albaab Tek. Fisika yang jadwal
mentoring wajibnya adalah pada semester genap, membuat sebuah solusi dengan
mengadakan pra-mentoring.
Seperti apa pra mentoring itu? Pada prinsipnya, kami hanyalah ingin
memanfaatkan momentum mahasiswa baru yang masih berada dalam “kekuasaan”
himpunan untuk dikader. Untuk menyelenggarakan pra mentoring ini, kami
mengadakan perjanjian dan kerja sama dengan himpunan agar aktivitas pra
mentoring ini dijadikan sebagai salah satu kurikulum pendampingan Dewan Adat
(DA) atau kebanyakan di jurusan lain dikenal dengan nama IC (Instructure Commite), atau sebut saja
warga.
Lalu materi apa saja yang disampaikan pada pra mentoring padahal waktu
itu belum keluar buku panduan mentoring dari BPM? Jawabnya, tergantung pada
kondisi masing-masing jurusan. Namun pada umumnya, PSDM himpunan telah memiliki
kurikulum tersendiri kaderisasi mereka, dan saya yakin diantara kurikulum
tersebut pasti terdapat arahan untuk membentuk karakter mahasiswa yang bermoral
dan beradab. Nah, disitulah kita bermain. Kita datang kepada pihak himpunan
sebagai orang yang mengerti pembinaan karakter sesuai norma-norma agama yang
kemudian kita menawarkan konsep-konsep ataupun materi pendampingan yang relevan
dengan misi tersebut, misal mencetak kader jurusan yang loyal, amanah, jujur,
dsb. Dengan menerapkan sistem ini, maka kedudukan pra mentoring di mata
mahasiswa baru adalah kuat sehingga kita dimungkinkan mendapat jumlah kader
yang banyak dengan syarat pembinaan yang kita lakukan benar dan efektif.
Kondisi tersebut diperuntukkan bagi LDJ-LDJ yang telah mampu merangkul
himpunannya untuk berpartner dalam membangun karakter mahasiswa barunya. Namun
realita yang ada tidaklah sama di setiap jurusan. Faktanya, kita menemukan
beberapa jurusan yang himpunannya belum begitu bersahabat dengan LDJ. Jika
kondisinya seperti itu, maka LDJ dapat menggunakan independensinya sebagai
suatu lembaga (entah dibawah JMMI atau dibawah himpunan) untuk melaksanakan
aktivitas pra mentoring. Dalam hal ini yang mutlak dilakukan LDJ adalah
melakukan branding besar-besaran
kepada mahasiswa baru bahwa LDJ juga merupakan organisasi yang ada di jurusan
yang prestise-nya setara dengan
himpunan. Dengan begitu mahasiswa baru akan percaya bahwa program yang
diselenggarakan LDJ adalah program yang penting layaknya program kaderisasi
himpunan.
Pada prinsipnya, pra mentoring disini adalah
sebagai awalan agar LDJ tidak “terlambat” dalam melakukan pembinaan terhadap
calon kader. Maka dari itu untuk menjaga keoptimalan dan keberlanjutan dari
aktivitas pelaksanaan pra mentoring menuju mentoring wajib, perlu dilakukan
pemetaan terhadap komposisi kelompok mentoring yang disesuaikan dengan row material mahasiswa baru yang akan
menjadi objek mentoring. Panitia mentoring jurusan dapat melakukan pendataan
melalui kuisioner (atau metode lain seperti wawancara, telaah biodata) kepada
mahasiswa baru yang kemudian dari data tersebut kita dapat mengetahui
mahasiswa-mahasiswa mana yang memiliki kapasitas lebih dalam bidang keagamaan
atau memiliki rasa interest yang
lebih kepada dakwah islam. Untuk mendapatkan data tersebut diperlukan kuisioner
yang efektif yang mengandung muatan-muatan pertanyaan yang sesuai dengan
kebutuhan kita. Adapun contoh kuisioner yang dapat digunakan adalah seperti
berikut,
Gambar
1. Contoh Kuisioner untuk Mahasiswa Baru
Kuisioner di
atas dapat digunakan untuk mendeteksi mahasiswa baru yang kemungkinan dulu
telah aktif di dakwah sekolah (ADS), aktif di kegiatan remaja masjid, atau
mungkin juga siswa/santri lulusan sebuah pesantren yang sudah hafal beberapa
juz dalam Al Quran. Lumayan kan?
Setelah kita dapatkan mahasiswa
berpotensi, maka kita kelompokkan mahasiswa-mahasiswa tersebut dalam satu
kelompok mentoring dan didampingi oleh mentor yang benar-benar kompeten untuk
melaksanakan pembinaan. Adapun kondisi ideal satu kelompok mentoring terdiri
dari 8 sampai 10 anak. Hal ini dimaksudkan agar dari kelompok tersebut lahirlah
kader-kader baru dan utama yang nantinya akan menjadi pilar perjuangan dakwah
jurusan setelah kepengurusan LDJ berganti. Apabila pelaksanaan pra mentoring
ini berhasil, maka LDJ tidak akan banyak menemui kesulitan untuk dapat
megondisikan mentoring wajib di jurusannya masing-masing. Istilah gampangnya
adalah tinggal melanjutkan kelompok mentoring yang sudah terbentuk dan tidak
perlu membuat kelompo baru jika tidak benar-benar mendesak. Jika sudah sampai
pada mentoring wajib, maka materi yang diberikan haruslah mengikuti buku
panduan mentoring yang dikeluarkan oleh BPM JMMI ITS sebagai standarisasi
kurikulum mentoring.
Ada hal yang saya soroti dari
para mentor-mentor jurusan dalam setiap pelaksanaan mentoring wajibnya dengan
para mente, yaitu mereka (para mentor) terlalu sering menggembar-gemborkan
secara berlebihan kepada mente-mentenya bahwa aktivitas mentoring merupakan
bagian dari kegiatan akademik mata kuliah agama sebesar 2 SKS yang harus
diselesaikan. Memang hal tersebut adalah benar, namun hal itu akan memberikan
dampak negatif berupa penanaman mindset yang keliru dan penempatan niat yang
salah bagi para peserta mentoring. Jika memang para mente telah bermindset
bahwa mentoring adalah bagian dari mata kuliah agama yang harus diikuti, memang
benar selama satu semester mereka akan rajin datang mentoring karena mungkin
takut terhadap “ancaman” nilai agama mereka akan buruk. Alhasil, jika seperti
itu, pasca mereka (mente-mente) lulus mata kuliah agama, mereka tak berniat
lagi mengikuti mentoring. Mentoring dicampakkan dan ditinggalkan begitu saja.
Tentu bukan ini yang kita inginkan. Maka dari itu, biarkanlah mente-mente kita
menikmati alur pembinaan mentoring yang telah kita program dengan menarik.
Biarkan mereka menemukan kesenangannya pada mentoring secara natural. Dengan
begitu kita akan mendapatkan kader yang murni latar belakangnya bergabung dalam
barisan dakwah ini adalah karena niat tulus karena Allah.
Pasca periode mentoring wajib
telah habis, maka pembinaan dapat dilanjutkan dengan mentoring lanjutan. Untuk
konteks mentoring lanjutan ini, BPM tidak lagi mengatur dan menangani
permasalahan secara teknis langsung. Mentoring lanjutan diserahkan kepada LDJ
untuk dikelola secara independen. Hal ini bukan berarti BPM lepas tangan. BPM
tetap memberikan pelayanan dan memfasilitasi LDJ agar dapat melaksanakan
aktivitas metoring lanjutan dengan nyaman. Pelayanan yang diberikan berupa suplai mentor, materi
ebook mentoring lanjuta, dosen pembimbing, dan konsultasi.
Pada
hakikatnya, aktivitas pra mentoring, mentoring wajib dan mentoring lanjutan
merupakan satu rangkaian program kaderisasi yang tak terpisahkan. Kesulitan itu
pasti ada, dan kesulitan atau keterbatasan itu adalah untuk diselesaikan, bukan
untuk ditakuti dan tidak selayaknya menjadi batu sandungan yang akan menghambat
kemajuan dakwah kampus di ITS. Semua tergantung pada kecerdikan Anda. Wallahu
a’lam.