Petikan dari kitab yang ditulis oleh Umar At Tilmisani,
Umar At-Tilmisani, murid Al-Banna sekaligus pimpinan umum ketiga gerakan ini, mengungkapkan:
Kebanyakan oknum yang mengkritik Al Ikhwan tidak terlalu memperhatikan aspek sejarah dan latar belakang sosial dan politis suatu ijtihad politik seseorang. Sikap inshaf biasanya dikalahkan oleh sentimen yang telah terbentuk sejak awal. Kemungkinan berikutnya, sang pengkritik memang tidak belajar metodologi historiografi dan sosiologi untuk menilai sesuatu.
Bagi yang membenci gerakan Al Ikhwan, tak sedikit oknum bahkan para thulab yang sering mengaitkan gerakan al ikhwan dekat dengan Syiah. Alasannya bermacam, diantaranya Syaikh Hasan Al Banna pendirinya pernah bertemu dengan seorang tokoh Syiah Iraq, lalu membuat pernyataan "saling hormat-menghormati."
Akan tetapi banyak yang lupa, bahwa pernyataan itu disampaikan pada era tahun 1940-an, ketika Mesir dan Iraq saat itu sedang sama-sama dalam masa KOLONIALISME. Semua pihak butuh kerjasama untuk melawan penjajah.
"Bahkan dengan kelompok Syi’ah-pun berpelukan. Itu terbukti dengan usaha Al-Banna untuk menyatukan antara Sunnah dengan Syi’ah, dan tak sedikit anggota gerakan yang beraliran Syi’ah."
Umar At-Tilmisani, murid Al-Banna sekaligus pimpinan umum ketiga gerakan ini, mengungkapkan:
“Pada tahun empat-puluhan seingat saya, As-Sayyid Al-Qummi, dan ia berpaham Syi’ah, singgah sebagai tamu Ikhwanul Muslimin di markas besarnya. Dan saat itu Al-Imam Asy-Syahid (Al-Banna) berusaha dengan serius untuk mendekatkan antar berbagai paham, sehingga musuh tidak menjadikan perpecahan paham sebagai celah, yang dari situ mereka robek-robek persatuan muslimin. Dan kami suatu hari bertanya kepadanya, sejauh mana perbedaan antara Ahlus Sunnah dengan Syi’ah, maka ia pun melarang untuk masuk dalam permasalahan semacam ini. Kemudian mengatakan: ‘Ketahuilah bahwa Sunnah dan Syi’ah adalah muslimin, kalimat La ilaha illallah Muhammad Rasulullah menyatukan mereka, dan inilah pokok aqidah. Sunnah dan Syi’ah dalam hal itu sama dan sama-sama bersih. Adapun perbedaan antara keduanya adalah pada perkara-perkara yang mungkin bisa didekatkan.” (Dzikrayat la Mudzakkirat, karya At-Tilmisani, hal. 249-250)Tanggapan :
Kebanyakan oknum yang mengkritik Al Ikhwan tidak terlalu memperhatikan aspek sejarah dan latar belakang sosial dan politis suatu ijtihad politik seseorang. Sikap inshaf biasanya dikalahkan oleh sentimen yang telah terbentuk sejak awal. Kemungkinan berikutnya, sang pengkritik memang tidak belajar metodologi historiografi dan sosiologi untuk menilai sesuatu.
Bagi yang membenci gerakan Al Ikhwan, tak sedikit oknum bahkan para thulab yang sering mengaitkan gerakan al ikhwan dekat dengan Syiah. Alasannya bermacam, diantaranya Syaikh Hasan Al Banna pendirinya pernah bertemu dengan seorang tokoh Syiah Iraq, lalu membuat pernyataan "saling hormat-menghormati."
Akan tetapi banyak yang lupa, bahwa pernyataan itu disampaikan pada era tahun 1940-an, ketika Mesir dan Iraq saat itu sedang sama-sama dalam masa KOLONIALISME. Semua pihak butuh kerjasama untuk melawan penjajah.
Dan satu lagi, pada waktu itu era 1940-an, gerakan Syiah bersifat pasif, bukan tidak agresif seperti sebagaimana yang dilihat kaum muslimin saat ini. Dalam pandangan mereka, tidak ada Jihad sampai datang Al Mahdi. Namun setelah REVOLUSI KHOMEINI 1979 (jauh setelah Hasan Al Banna wafat), gerakan Syiah berubah total. Mereka menggerakkan PAN-SYIAHISME. Mereka kemudian mengekspor akidah syiah tersebut ke mana-mana.
Maka sejatinya, Syiah era lama dan era baru sangatlah berbeda. Syiah ala Khomeini, adalah SYIAH AGRESSOR. Dan pastinya, ideologi Al Ikhwan sudah kenyang menghadapi yang begitu. Wallahu a'lam.
Mari biasakan untuk mencari udzur untuk sesama Ahlus Sunnah.
Maka sejatinya, Syiah era lama dan era baru sangatlah berbeda. Syiah ala Khomeini, adalah SYIAH AGRESSOR. Dan pastinya, ideologi Al Ikhwan sudah kenyang menghadapi yang begitu. Wallahu a'lam.
Mari biasakan untuk mencari udzur untuk sesama Ahlus Sunnah.
0 komentar:
Posting Komentar
Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.