Dewasa ini, media massa Mesir telah memberitakan penyerangan yang berlebihan sehingga berhasil membentuk opini yang jahat terhadap keberadaan organisasi Al-Ikhwan al-Muslimin. Media tersebut menuding dengan tuduhan yang jahat dan penuh dengan kebohongan, karena telah mendorong dilakukannya pembunuhan; bertepuk tangan dengan adanya korban yang berjatuhan; dan bergembira dengan penangkapan dan penyiksaan yang dialami oleh Al-Ikhwan al-Muslimin. Seakan-akan mereka pasukan Yahudi yang ada di Palestina.
Lembaran ini akan membawa kita jauh dari kampanye sekulerisme ataupun kampanye yang dibayar. Inilah pendapat para ulama yang jujur dalam memberikan informasi sesungguhnya tentang Al-Ikhwan al-Muslimin, juga mengenai sikap mereka terhadap ormas Islam internasional itu.
Al-Ikhwan al-Muslimin termasuk golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Lajnah Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta mengeluarkan fatwa yang isinya adalah :
“Kelompok Islam yang paling dekat dengan kebenaran dan paling semangat untuk menerapkan kebenaran adalah Ahlus Sunnah, seperti halnya : Ahlul Hadits, Jama’ah Ansharus Sunnah, dan Al-Ikhwan al-Muslimin. Secara umum setiap kelompok tersebut dan kelompok-kelompok lainnya memiliki kesalahan dan kebenaran. Maka menjadi kewajiban Anda untuk saling tolong-menolong dalam kebenaran yang ada di kelompok-kelompok tersebut. Demikian juga, Anda harus menjauhi kesalahan yang ada di kelompok tersebut dengan diiringi usaha saling menasehati dan bekerja sama dalam kebajikan dan taqwa.” (fatawa al-Lajnah, jilid 34, hal 91)
Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah Jami’an.
Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah berkata, “Adapun beberapa kelompok yang ada, maka kami tidak menganggapnya sebagai kelompok yang sesat hanya karena adanya perbedaan nama jika tujuannya sama. Ada jamaah Tabligh di Arab Saudi dan sekitarnya yang kebanyakan dari mereka adalah alumni Jamiah Islamiyah dan beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka berpendapat bahwa berdakwah dengan amal perbuatan dan melakukan banyak bepergian itu mempunyai pengaruh yang sangat besar. Ada kelompok Salafi yang juga Ahlus Sunnah wal Jamaah yang berpendapat tentang utamanya belajar dan mendalami ilmu aqidah.
Ada juga kelompok Al-Ikhwan al-Muslimin yang selalu menyibukkan diri dengan berdakwah dan lantang menolak kemunkaran. Ada yang lebih memilih menghindar dan menjauhi para pelaku kemaksiatan walaupun mereka para penguasa, dan ada juga yang membolehkan masuk ke wilayah kekuasaan agar dapat meminimalisir kejahatan yang dilakukan para penguasa. Pada dasarnya semua kelompok tersebut beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan tidak termasuk kelompok yang sesat.
Dan jika ada oknum tertentu dari kelompok di atas yang berada pada aqidah yang sesat seperti berpendapat ta’thil (mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikannya), tasybih (menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya.), membolehkan perilaku syirik, berpendapat seperti kelompok murjiah atau khawarij, atau mengingkari kekuasaan Allah, maka orang yang berpendapat demikian termasuk dari golongan yang sesat dan kita harus waspada agar tidak tertipu dengan ajakannya. Wallahu A’lam.” (Mauqi’ Syekh Ibnu Jibrin, fatwa nomer 11.622)
Cinta dan loyalitas terhadap Al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah berkata, “Setiap jamaah dan kelompok yang mengamalkan al-Sunnah dan mengajak kepada Syariat Allah, mengajak kepada kebaikan dan melarang kemunkaran, dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah, dan meninggalkan bid’ah. Maka kelompok seperti ini harus kita dukung dan mencintainya, walau mungkin ada sedikit kekurangan atau sedikit penyelewangan yang kita harus memberikan nasehat dan memperingatkan mereka agar tidak melakukan penyimpangan terhadap aturan syariat.
Kelompok Al-Ikhwan al-Muslimin termasuk kategori di atas. Mereka telah menghidupkan dakwah, memberikan nasehat kepada umat, dan mereka menjelaskan kebaikan kepada orang uang ditemuinya.” (Mauqi’ Syekh Ibnu Jibrin, fatwa nomer 2975),
Bekerja sama dengan Al-Ikhwan al-Muslimin
Al-Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ mengeluarkan fatwa yang isinya: “Kelompok Islam yang paling dekat dengan kebenaran dan paling semangat untuk menerapkan kebenaran adalah Ahlus Sunnah, seperti halnya : Ahlul Hadits, Jama’ah Ansharus Sunnah, dan Al-Ikhwan al-Muslimin. Secara umum setiap kelompok tersebut dan kelompok-kelompok lainnya memiliki kesalahan dan kebenaran. Maka menjadi kewajiban Anda untuk saling tolong-menolong dalam kebenaran yang ada di kelompok-kelompok tersebut. Demikian juga, Anda harus menjauhi kesalahan yang ada di kelompok tersebut dengan diiringi usaha saling menasehati dan bekerja sama dalam kebajikan dan taqwa. (fatawa al-Lajnah, jilid 34, hal 91)
Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah Jami’an.
Al-Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ mengelurkan fatwa tentang Jamaah Al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaah Tabligh, jamaah Ansharus Sunnah al-Muhammadiyyah, al-Jam’iyyah al-Syar’iyyah, dan Salafaiyyah, yang isinya :
“Setiap kelompok di atas memiliki kebenaran dan juga kebatilan, ada yang salah di dalamnya dan ada juga yang benar. Sebagian dari mereka ada yang lebih mendekati kebenaran dan memiliki kebaikan dan manfaat yang lebih banyak dari sebagian lainnya. Maka yang harus Anda lakukan adalah bekerja sama dengan setiap kelompok dalam hal kebenaran dan memberikan nasehat kepada mereka yang menurut Anda melakukan kesalahan.” (fatawa al-Lajnah, jilid 2, hal 239)
Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah Jami’an.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Seseorang harus mengikuti kelompok yang mengikuti kebenaran, jika kebenaran ada di pihak Al-Ikhwan al-Muslimin maka kebenaran yang ada padanya harus diikuti, jika kebenaran ada di pihak Ansharus Sunnah maka kebenaran yang ada padanya harus diikuti, jika kebenaran ada di pihak yang lainnya maka kebenaran yang ada padanya harus diikuti. Semua tergantung kebenaran yang ada padanya, kelompok-kelompok yang ada ditentukan dengan kebenaran yang ada.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 237-238)
Hubungan antara Salafiyyah dengan Al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Jika penyebutan nama, seperti Ansharus Sunnah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya memberi pengaruh terhadap persaudaraan keimanan dan kerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan maka hal ini tidak diperbolehkan. Semuanya adalah saudara karena Allah, yang selalu bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan dan juga saling menasehati walaupun dengan penamaan yang berbeda-beda.” (Fatawa Nuur ‘ala al-Darb, jilid 3, hal 171)
Tidak boleh saling serang dan bermusuhan dengan al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Bin Baz rahimahullah ditanya:
Kita melihat ada fenomena yang berbahaya yang mulai tersebar di kalangan para ulama dan penuntut ilmu yaitu menjelek-jelekkan kelompok-kelompok Islam yang ada di dunia Islam dan memecah belah antar kelompok dakwah. Kita menemukan ada yang mengatakan orang ini memiliki manhaj kelompok fulan dan yang ini bermanhaj menurut kelompok lainnya. Ada yang menilai baik dan buruknya suatu kelompok dan juga menyerang kelompok tertentu, yang mana hal ini sudah menyebar di tengah-tengah para pencari ilmu. Apa pendapat Syekh tentang fenomena tersebut? Bukankah itu akan berpengaruh dengan ¬al-wala’ (loyalitas) dan al-bara’ (disloyalitas) dan juga berpengaruh terhadap kesatuan umat dan para dai yang kita inginkan?”
Syekh Bin Baz rahimahullah menjawab:
“Al-Ikhwan al-Muslimin, jamaah Tabligh, dan kelompok-kelompok lainnya dengan nama yang berbeda-beda, tujuannya harus ikut dengan syariat Allah, mengikiti sunnah Rasulullah, dan menjauhi tujuan-tujuan selain keduanya. Jika itu menjadi tujuannya maka qalbu-qalbu menjadi berdekatan, kesungguhan menjadi terkumpul, pertentangan terminimalisir, dan qalbu-qalbu menjadi jernih.
Jika ada seseorang yang memiliki kritikan kepada kelompok tertentu hendaknya dia memberikan nasehat kepadanya dan menuliskan surat kepadanya atau kepada pemimpinnya, lalu menjelaskan kritikannya dengan dalil-dalil dan menggunakan cara yang lembut dan hikmah. Seperti inilah bentuk saling menasehati dan berkeinginan untuk selalu memberikan kebaikan, menjauhkan keburukan, salah satu sebab tersentuhnya qalbu, dapat memberikan kebaikan dan meminimalisir keburukan.
Adapun saling menjuluki suatu kelompok dengan beberapa gelaran yang mengandung ejekan dan mencelanya, maka inilah yang dapat memecah belah barisan dan mencerai beraikan kelompok. Dan yang didapat adalah bertambahnya keburukan.
Nasehat saya kepada semua kelompok yang mengatasnamakan Islam, dan nasehat saya kepada al-Ikhwan al-Muslimin yang didukung oleh beberapa orang dan dimusuhi, dicela, dan dibenci oleh sebagian lainnya, untuk selalu saling menasehati dan tidak memberikan celaan yang dapat memecah belah umat.” (Muhadharah dengan tema “Akhlaqul ulama’ wa atsaruha fil Ummah).
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Jika ada sebagian yang menamakan dirinya; Ansharus Sunnah, Salafiyyah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya, maka ini tidak memberikan efek buruk jika bersama dengan kebenaran, dan beristiqamah mengikuti al-Qur’an dan Sunnah, memberlakukan hukum berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, dan memiliki aqidah yang lurus baik dalam perkataan Maupun perbuatan. Jika ada kelompok yang salah, maka para ahli ilmu berkewajiban untuk mengingatkan kepadanya dan menunjukkannya jalan yang benar dengan dalil yang jelas.
Yang kami maksudkan adalah kita harus senantiasa bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan memperbaiki suatu kesalahan dengan ilmu dan hikmah dengan metode yang bagus. Jika ada kelompok yang memiliki kesalahan yang berhubungan dengan aqidah, hal-hal yang diwajibkan Allah, dan hal-hal yang diharamkan oleh Allah maka mereka ini harus diingatkan dengan menggunakan dalil-dalil syariat dengan lembut dan hikmah serta dengan cara yang baik. Hal ini dilakukan agar mereka dapat patuh dan menerima sebuah kebenaran serta tidak lari darinya.
Seperti itulah yang harus dilakukan oleh umat Islam untuk selalu bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, saling menasehati antara yang satu dengan yang lainnya, dan tidak saling menjatuhkan antara yang satu dengan lainnya yang mana ini semua akan menjadi angin segar bagi musuh.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 183)
Yang diikuti dan ditolak dari al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun kelompok-kelompok yang ada maka tidak boleh diikuti kecuali hal tersebut sesuai dengan yang haq. Baik kelompok tersebut mengatasnamakan dirinya al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaah Tabligh, Ansharus Sunnah, Salafiyyah, Jamaah Islamiyyah, Ahlul Hadits, atau yang nama-nama yang lainnya, maka mereka semua ditaati dan diikuti dalam hal yang haq. Haq di sini adalah yang sesuai dengan dalil. Sedang yang berseberangan dengan dalil harus ditolak, dan kita katakan kepadanya, ‘engkau salah dalam hal ini.’
Yang semestinya dilakukan adalah mengikuti mereka pada hal yang sesuai dengan al-Qur’an, sunnah, dan Ijma’. Dan jika mereka tidak sesuai dengan al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ maka harus dengan tegas ditolak.
Jika ada yang benar dikatakan kepadanya, ‘engkau benar’ jika dia benar dan ‘engkau salah’ jika dia salah, dan yang diikuti hanya yang haq saja dan diajak kepadanya agar mendapatkan taufiq.
Jika dia salah dikatakan kepadanya, ‘engkau salah dalam masalah ini dan pendapatmu berseberangan dengan dalil ini, engkau harus segera bertaubat kepada Allah dan kembali kepada jalan yang benar.’ Inilah yang dikatakan oleh para ahli ilmu. (Fatawa Ibnu Baz, jilid 7, hal 121-122).
Bergabung dengan al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Jika ada seseorang yang bergabung dengan kelompok Ansharus Sunnah dan menolongnya dalam hal yang haq, atau bergabung dengan kelompok al-Ikhwan al-Muslimin dan ikut mendirikan kebenaran di dalamnya tanpa berlebih-lebihan atau melampaui batas maka hal ini diperbolehkan. Adapun jika dia bergabung dengan mereka hanya mengikuti pendapat mereka dan tidak boleh menyimpang darinya, maka tidak diperbolehkan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 237-238).
Pemberian nama dengan sebutan “al-Ikhwan al-Muslimin”
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun beberapa penamaan seperti Ansharus Sunnah, al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaatul Muslimin, atau yang lainnya, maka penamaan dengan nama-nama tersebut diperbolehkan. Penamaan tidak masalah yang penting adalah amal perbuatan yang ada di dalamnya.” (Fatawa Nuur ‘ala al-Darbi, jilid 3, hal 169)
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun sebagian kelompok yang memberikan nama kepada kelompoknya sebagai tanda atasnya, seperti Ansharus Sunnah di Sudan atau di Mesir maka hal ini diperbolehkan asalkan mereka beristiqamah pada jalan yang benar: jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau menamakan dirinya dengan sebutan al-Ikhwan al-Muslimin yang mereka gunakan sebagai penghubung di antara mereka, maka hal ini tidaklah memberikan kemudharatan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 3, hal 170)
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Kelompok yang beruntung adalah kelompok yang mengajak kepada al-Qur’an dan sunnah, walaupun dari kelompok ini atau itu, selama masih satu aqidah dan satu tujuan. Tidaklah mengapa suatu kelompok mengatasnamakan dirinya: Ansharus Sunnah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya. Yang terpenting adalah aqidah dan amal perbuatan mereka. Jika mereka beristiqamah dalam haq, tauhidullah, ikhlas, mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keyakinan, maka beberapa penamaan kelompok diperbolehkan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 183).
Syekh Bin Jibriin rahimahullah berkata, “Jika mereka semua beragamakan Islam dan beraqidah seperti aqidahnya para salafus shalih, dan mereka berbeda pendapat dalam hal-hal furu’ seperti adanya empat madzhab, berbeda dalam manhaj da’wah, berbeda dalam penamaan dan perbuatannya sesuai dengan namanya seperti: al-Ikhwan al-Muslimin, ahlut Tauhid, Salafiyyah, Tabligh yang beraqidahkan ahlus sunnah, maka penamaan-penamaan tersebut diperbolehkan.” (Mauqi’ Syekh Bin Jibriin, fatwa nomer 8326)
Wahai al-Ikhwan al-Muslimin, kenapa kalian memerangi rezim Arab dan Para Sekutunya?
Syekh Bin Jibriin rahimahullah berkata, “Kelompok al-Ikhwan al-Muslimin yang muncul di Mesir, yang mana mereka memiliki tujuan untuk memberikan perbaikan dan berdakwah kepada Allah, dan melalui gerakan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepada orang dengan jumlah yang banyak sehingga mereka bertaubat dari meninggalkan shalat, dari minum-minuman keras, dan dari perilaku yang haram dan keji.
Ada beberapa kebiasan jahiliyyah yang belum dilaksanakan karena para da’i tidak dapat menghilangkannya, sehingga mereka berusaha untuk meminimalisirnya dikarenakan mereka adalah rakyat biasa yang tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan. Oleh karena inilah, mereka tidak dapat menghancurkan kubah di atas kuburan dan mencegah beberapa perilaku kesyirikan, karena mereka tidak memiliki kekuatan.
Para penguasa telah menjebloskan sebagian dari mereka ke penjara, para penguasa tersebut juga membunuhi mereka karena mereka beralasan bahwa al-Ikhwan al-Muslimin telah menggerakkan mayoritas rakyat melawan mereka, membongkar kejahatan mereka, menentang aturan-aturan mereka seperti undang-undang yang mereka buat, adat istiadat buruk, tidak melaksanakan hukum had, dan memperbolehkan zina dan minuman keras. Maka para penguasa tersebut berusaha sebisa mungkin untuk memecah belah mereka, menekan mereka, dan menghancurkan kekuatan mereka.” (Mauqi’ syekh Bin Jibriin, fatwa nomer 11.622).
Sikap Syekh Bin Baz tentang Pembunuhan terhadap al-Ikhwan al-Muslimin di Suriah 30 tahun silam.
Pada awal tahun delapan puluhan, pemerintah Suriah telah menyerang al-Ikhwan al-Muslimin sebagaimana yang terjadi sekarang di Mesir.
Syekh Bin Baz rahimahullah dalam surat terbukanya kepada presiden Suriah pada masa itu, yaitu Hafidz Asad berkata, “Majlis Tinggi di Jami’ah Islamiyyah yang diselenggarakan di Madinah al-Munawwarah dan dihadiri oleh perwakilan ulama muslim dan para pemikir di dunia Islam telah melihat hal yang menakutkan atas apa yang terjadi di Suriah, seperti pembunuhan, penyiksaan, dan penangkapan terhadap kaum muslimin yang menuntut ditegakkannya syariat Allah. Itu semua dilakukan dengan kedok Insiden yang terjadi di Halb (Aleppo).
Beberapa kantor berita dan media massa Arab Internasional telah menyebutkan bahwa peristiwa tersebut dilakukan oleh beberapa sayap partai lokal dikarenakan kesusahan, beban berat, dan tidak adanya akhlak yang mulia di setiap tempat di dalam perilaku sehari-hari. Dan juga disebabkan karena adanya perbedaan afiliasi dan loyalitas terhadap kelompok.
Yang seharusnya dilakukan adalah menyelesaikan akar dari sebab permasalahan dan tidak menambah runcing permasalahan. Begitu juga dengan mendukung para pemuda yang ikhlas berbuat untuk agama dan umatnya dan menghentikan tindakan-tindakan buruk terhadap mereka dan keluarga mereka.
Majelis Tinggi di Jami’ah Islamiyah sangat menyayangkan terhadap apa yang terjadi di negara yang sangat berharga tersebut. Seperti pertumpahan darah terhadap orang-orang yang menuntut apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah pemerintahan yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan memberlakukan syariat-Nya dan kembali kepada kemuliaan yang luhur dan disegani oleh yang lainnya ketika muncul sebuah peradaban yang sangat tinggi yang diketahui oleh manusia.
Majelis Tinggi juga merasa heran bahwa orang yang berdakwah seperti itu di sebuah negara Islam dituduh sebagai bentuk kejahatan yang berhak ditangkap, disiksa, dan dibunuh. Dan perbuatan buruk tersebut dilakukan tanpa memberikan kebebasan sedikitpun bagi para terdakwa untuk melakukan pembelaan.” (diterbitkan di Majalah I’tisham al-Misriyyah pada bulan Januari 1980)
Syekh Bin Baz rahimahullah juga pernah mengatakan, “Di Suriah telah terjadi pertempuran besar antara kaum muslimin dengan pemerintahan dari kalangan Nushairiyyah. Dan ini termasuk peperangan dan jihad antara kaum muslimin dan musuh-musuhnya. Kaum Muslimin sangat membutuhkan sekali dukungan material, dakwah dengan kalimat thayyibah dan juga dengan jihadun Nafs.
Bagi kaum muslimin harus mengetahui kewajibannya terhadap mereka dan mencurahkan segala tenaga untuk menolong wali-wali Allah, para mujahidin, para penduduk, menolong dengan harta dan jiwa, dan juga dengan kalimat thayyibah yang dapat menolong, menguatkan, dan mendukung mereka dalam melawan musuh mereka yang berlaku dzalim dan sewenang-wenang.” (Muhadharah dengan tema Pentingnya Jihad).
sumber :
http://aqlislamiccenter.com/2013/09/14/pandangan-ulama-saudi-tentang-al-ikhwan-al-muslimin/
Lembaran ini akan membawa kita jauh dari kampanye sekulerisme ataupun kampanye yang dibayar. Inilah pendapat para ulama yang jujur dalam memberikan informasi sesungguhnya tentang Al-Ikhwan al-Muslimin, juga mengenai sikap mereka terhadap ormas Islam internasional itu.
Al-Ikhwan al-Muslimin termasuk golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Lajnah Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta mengeluarkan fatwa yang isinya adalah :
“Kelompok Islam yang paling dekat dengan kebenaran dan paling semangat untuk menerapkan kebenaran adalah Ahlus Sunnah, seperti halnya : Ahlul Hadits, Jama’ah Ansharus Sunnah, dan Al-Ikhwan al-Muslimin. Secara umum setiap kelompok tersebut dan kelompok-kelompok lainnya memiliki kesalahan dan kebenaran. Maka menjadi kewajiban Anda untuk saling tolong-menolong dalam kebenaran yang ada di kelompok-kelompok tersebut. Demikian juga, Anda harus menjauhi kesalahan yang ada di kelompok tersebut dengan diiringi usaha saling menasehati dan bekerja sama dalam kebajikan dan taqwa.” (fatawa al-Lajnah, jilid 34, hal 91)
Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah Jami’an.
Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah berkata, “Adapun beberapa kelompok yang ada, maka kami tidak menganggapnya sebagai kelompok yang sesat hanya karena adanya perbedaan nama jika tujuannya sama. Ada jamaah Tabligh di Arab Saudi dan sekitarnya yang kebanyakan dari mereka adalah alumni Jamiah Islamiyah dan beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka berpendapat bahwa berdakwah dengan amal perbuatan dan melakukan banyak bepergian itu mempunyai pengaruh yang sangat besar. Ada kelompok Salafi yang juga Ahlus Sunnah wal Jamaah yang berpendapat tentang utamanya belajar dan mendalami ilmu aqidah.
Ada juga kelompok Al-Ikhwan al-Muslimin yang selalu menyibukkan diri dengan berdakwah dan lantang menolak kemunkaran. Ada yang lebih memilih menghindar dan menjauhi para pelaku kemaksiatan walaupun mereka para penguasa, dan ada juga yang membolehkan masuk ke wilayah kekuasaan agar dapat meminimalisir kejahatan yang dilakukan para penguasa. Pada dasarnya semua kelompok tersebut beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan tidak termasuk kelompok yang sesat.
Dan jika ada oknum tertentu dari kelompok di atas yang berada pada aqidah yang sesat seperti berpendapat ta’thil (mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikannya), tasybih (menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya.), membolehkan perilaku syirik, berpendapat seperti kelompok murjiah atau khawarij, atau mengingkari kekuasaan Allah, maka orang yang berpendapat demikian termasuk dari golongan yang sesat dan kita harus waspada agar tidak tertipu dengan ajakannya. Wallahu A’lam.” (Mauqi’ Syekh Ibnu Jibrin, fatwa nomer 11.622)
Cinta dan loyalitas terhadap Al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah berkata, “Setiap jamaah dan kelompok yang mengamalkan al-Sunnah dan mengajak kepada Syariat Allah, mengajak kepada kebaikan dan melarang kemunkaran, dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah, dan meninggalkan bid’ah. Maka kelompok seperti ini harus kita dukung dan mencintainya, walau mungkin ada sedikit kekurangan atau sedikit penyelewangan yang kita harus memberikan nasehat dan memperingatkan mereka agar tidak melakukan penyimpangan terhadap aturan syariat.
Kelompok Al-Ikhwan al-Muslimin termasuk kategori di atas. Mereka telah menghidupkan dakwah, memberikan nasehat kepada umat, dan mereka menjelaskan kebaikan kepada orang uang ditemuinya.” (Mauqi’ Syekh Ibnu Jibrin, fatwa nomer 2975),
Bekerja sama dengan Al-Ikhwan al-Muslimin
Al-Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ mengeluarkan fatwa yang isinya: “Kelompok Islam yang paling dekat dengan kebenaran dan paling semangat untuk menerapkan kebenaran adalah Ahlus Sunnah, seperti halnya : Ahlul Hadits, Jama’ah Ansharus Sunnah, dan Al-Ikhwan al-Muslimin. Secara umum setiap kelompok tersebut dan kelompok-kelompok lainnya memiliki kesalahan dan kebenaran. Maka menjadi kewajiban Anda untuk saling tolong-menolong dalam kebenaran yang ada di kelompok-kelompok tersebut. Demikian juga, Anda harus menjauhi kesalahan yang ada di kelompok tersebut dengan diiringi usaha saling menasehati dan bekerja sama dalam kebajikan dan taqwa. (fatawa al-Lajnah, jilid 34, hal 91)
Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah Jami’an.
Al-Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ mengelurkan fatwa tentang Jamaah Al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaah Tabligh, jamaah Ansharus Sunnah al-Muhammadiyyah, al-Jam’iyyah al-Syar’iyyah, dan Salafaiyyah, yang isinya :
“Setiap kelompok di atas memiliki kebenaran dan juga kebatilan, ada yang salah di dalamnya dan ada juga yang benar. Sebagian dari mereka ada yang lebih mendekati kebenaran dan memiliki kebaikan dan manfaat yang lebih banyak dari sebagian lainnya. Maka yang harus Anda lakukan adalah bekerja sama dengan setiap kelompok dalam hal kebenaran dan memberikan nasehat kepada mereka yang menurut Anda melakukan kesalahan.” (fatawa al-Lajnah, jilid 2, hal 239)
Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah Jami’an.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Seseorang harus mengikuti kelompok yang mengikuti kebenaran, jika kebenaran ada di pihak Al-Ikhwan al-Muslimin maka kebenaran yang ada padanya harus diikuti, jika kebenaran ada di pihak Ansharus Sunnah maka kebenaran yang ada padanya harus diikuti, jika kebenaran ada di pihak yang lainnya maka kebenaran yang ada padanya harus diikuti. Semua tergantung kebenaran yang ada padanya, kelompok-kelompok yang ada ditentukan dengan kebenaran yang ada.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 237-238)
Hubungan antara Salafiyyah dengan Al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Jika penyebutan nama, seperti Ansharus Sunnah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya memberi pengaruh terhadap persaudaraan keimanan dan kerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan maka hal ini tidak diperbolehkan. Semuanya adalah saudara karena Allah, yang selalu bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan dan juga saling menasehati walaupun dengan penamaan yang berbeda-beda.” (Fatawa Nuur ‘ala al-Darb, jilid 3, hal 171)
Tidak boleh saling serang dan bermusuhan dengan al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Bin Baz rahimahullah ditanya:
Kita melihat ada fenomena yang berbahaya yang mulai tersebar di kalangan para ulama dan penuntut ilmu yaitu menjelek-jelekkan kelompok-kelompok Islam yang ada di dunia Islam dan memecah belah antar kelompok dakwah. Kita menemukan ada yang mengatakan orang ini memiliki manhaj kelompok fulan dan yang ini bermanhaj menurut kelompok lainnya. Ada yang menilai baik dan buruknya suatu kelompok dan juga menyerang kelompok tertentu, yang mana hal ini sudah menyebar di tengah-tengah para pencari ilmu. Apa pendapat Syekh tentang fenomena tersebut? Bukankah itu akan berpengaruh dengan ¬al-wala’ (loyalitas) dan al-bara’ (disloyalitas) dan juga berpengaruh terhadap kesatuan umat dan para dai yang kita inginkan?”
Syekh Bin Baz rahimahullah menjawab:
“Al-Ikhwan al-Muslimin, jamaah Tabligh, dan kelompok-kelompok lainnya dengan nama yang berbeda-beda, tujuannya harus ikut dengan syariat Allah, mengikiti sunnah Rasulullah, dan menjauhi tujuan-tujuan selain keduanya. Jika itu menjadi tujuannya maka qalbu-qalbu menjadi berdekatan, kesungguhan menjadi terkumpul, pertentangan terminimalisir, dan qalbu-qalbu menjadi jernih.
Jika ada seseorang yang memiliki kritikan kepada kelompok tertentu hendaknya dia memberikan nasehat kepadanya dan menuliskan surat kepadanya atau kepada pemimpinnya, lalu menjelaskan kritikannya dengan dalil-dalil dan menggunakan cara yang lembut dan hikmah. Seperti inilah bentuk saling menasehati dan berkeinginan untuk selalu memberikan kebaikan, menjauhkan keburukan, salah satu sebab tersentuhnya qalbu, dapat memberikan kebaikan dan meminimalisir keburukan.
Adapun saling menjuluki suatu kelompok dengan beberapa gelaran yang mengandung ejekan dan mencelanya, maka inilah yang dapat memecah belah barisan dan mencerai beraikan kelompok. Dan yang didapat adalah bertambahnya keburukan.
Nasehat saya kepada semua kelompok yang mengatasnamakan Islam, dan nasehat saya kepada al-Ikhwan al-Muslimin yang didukung oleh beberapa orang dan dimusuhi, dicela, dan dibenci oleh sebagian lainnya, untuk selalu saling menasehati dan tidak memberikan celaan yang dapat memecah belah umat.” (Muhadharah dengan tema “Akhlaqul ulama’ wa atsaruha fil Ummah).
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Jika ada sebagian yang menamakan dirinya; Ansharus Sunnah, Salafiyyah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya, maka ini tidak memberikan efek buruk jika bersama dengan kebenaran, dan beristiqamah mengikuti al-Qur’an dan Sunnah, memberlakukan hukum berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, dan memiliki aqidah yang lurus baik dalam perkataan Maupun perbuatan. Jika ada kelompok yang salah, maka para ahli ilmu berkewajiban untuk mengingatkan kepadanya dan menunjukkannya jalan yang benar dengan dalil yang jelas.
Yang kami maksudkan adalah kita harus senantiasa bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan memperbaiki suatu kesalahan dengan ilmu dan hikmah dengan metode yang bagus. Jika ada kelompok yang memiliki kesalahan yang berhubungan dengan aqidah, hal-hal yang diwajibkan Allah, dan hal-hal yang diharamkan oleh Allah maka mereka ini harus diingatkan dengan menggunakan dalil-dalil syariat dengan lembut dan hikmah serta dengan cara yang baik. Hal ini dilakukan agar mereka dapat patuh dan menerima sebuah kebenaran serta tidak lari darinya.
Seperti itulah yang harus dilakukan oleh umat Islam untuk selalu bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, saling menasehati antara yang satu dengan yang lainnya, dan tidak saling menjatuhkan antara yang satu dengan lainnya yang mana ini semua akan menjadi angin segar bagi musuh.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 183)
Yang diikuti dan ditolak dari al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun kelompok-kelompok yang ada maka tidak boleh diikuti kecuali hal tersebut sesuai dengan yang haq. Baik kelompok tersebut mengatasnamakan dirinya al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaah Tabligh, Ansharus Sunnah, Salafiyyah, Jamaah Islamiyyah, Ahlul Hadits, atau yang nama-nama yang lainnya, maka mereka semua ditaati dan diikuti dalam hal yang haq. Haq di sini adalah yang sesuai dengan dalil. Sedang yang berseberangan dengan dalil harus ditolak, dan kita katakan kepadanya, ‘engkau salah dalam hal ini.’
Yang semestinya dilakukan adalah mengikuti mereka pada hal yang sesuai dengan al-Qur’an, sunnah, dan Ijma’. Dan jika mereka tidak sesuai dengan al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ maka harus dengan tegas ditolak.
Jika ada yang benar dikatakan kepadanya, ‘engkau benar’ jika dia benar dan ‘engkau salah’ jika dia salah, dan yang diikuti hanya yang haq saja dan diajak kepadanya agar mendapatkan taufiq.
Jika dia salah dikatakan kepadanya, ‘engkau salah dalam masalah ini dan pendapatmu berseberangan dengan dalil ini, engkau harus segera bertaubat kepada Allah dan kembali kepada jalan yang benar.’ Inilah yang dikatakan oleh para ahli ilmu. (Fatawa Ibnu Baz, jilid 7, hal 121-122).
Bergabung dengan al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Jika ada seseorang yang bergabung dengan kelompok Ansharus Sunnah dan menolongnya dalam hal yang haq, atau bergabung dengan kelompok al-Ikhwan al-Muslimin dan ikut mendirikan kebenaran di dalamnya tanpa berlebih-lebihan atau melampaui batas maka hal ini diperbolehkan. Adapun jika dia bergabung dengan mereka hanya mengikuti pendapat mereka dan tidak boleh menyimpang darinya, maka tidak diperbolehkan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 237-238).
Pemberian nama dengan sebutan “al-Ikhwan al-Muslimin”
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun beberapa penamaan seperti Ansharus Sunnah, al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaatul Muslimin, atau yang lainnya, maka penamaan dengan nama-nama tersebut diperbolehkan. Penamaan tidak masalah yang penting adalah amal perbuatan yang ada di dalamnya.” (Fatawa Nuur ‘ala al-Darbi, jilid 3, hal 169)
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun sebagian kelompok yang memberikan nama kepada kelompoknya sebagai tanda atasnya, seperti Ansharus Sunnah di Sudan atau di Mesir maka hal ini diperbolehkan asalkan mereka beristiqamah pada jalan yang benar: jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau menamakan dirinya dengan sebutan al-Ikhwan al-Muslimin yang mereka gunakan sebagai penghubung di antara mereka, maka hal ini tidaklah memberikan kemudharatan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 3, hal 170)
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Kelompok yang beruntung adalah kelompok yang mengajak kepada al-Qur’an dan sunnah, walaupun dari kelompok ini atau itu, selama masih satu aqidah dan satu tujuan. Tidaklah mengapa suatu kelompok mengatasnamakan dirinya: Ansharus Sunnah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya. Yang terpenting adalah aqidah dan amal perbuatan mereka. Jika mereka beristiqamah dalam haq, tauhidullah, ikhlas, mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keyakinan, maka beberapa penamaan kelompok diperbolehkan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 183).
Syekh Bin Jibriin rahimahullah berkata, “Jika mereka semua beragamakan Islam dan beraqidah seperti aqidahnya para salafus shalih, dan mereka berbeda pendapat dalam hal-hal furu’ seperti adanya empat madzhab, berbeda dalam manhaj da’wah, berbeda dalam penamaan dan perbuatannya sesuai dengan namanya seperti: al-Ikhwan al-Muslimin, ahlut Tauhid, Salafiyyah, Tabligh yang beraqidahkan ahlus sunnah, maka penamaan-penamaan tersebut diperbolehkan.” (Mauqi’ Syekh Bin Jibriin, fatwa nomer 8326)
Wahai al-Ikhwan al-Muslimin, kenapa kalian memerangi rezim Arab dan Para Sekutunya?
Syekh Bin Jibriin rahimahullah berkata, “Kelompok al-Ikhwan al-Muslimin yang muncul di Mesir, yang mana mereka memiliki tujuan untuk memberikan perbaikan dan berdakwah kepada Allah, dan melalui gerakan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepada orang dengan jumlah yang banyak sehingga mereka bertaubat dari meninggalkan shalat, dari minum-minuman keras, dan dari perilaku yang haram dan keji.
Ada beberapa kebiasan jahiliyyah yang belum dilaksanakan karena para da’i tidak dapat menghilangkannya, sehingga mereka berusaha untuk meminimalisirnya dikarenakan mereka adalah rakyat biasa yang tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan. Oleh karena inilah, mereka tidak dapat menghancurkan kubah di atas kuburan dan mencegah beberapa perilaku kesyirikan, karena mereka tidak memiliki kekuatan.
Para penguasa telah menjebloskan sebagian dari mereka ke penjara, para penguasa tersebut juga membunuhi mereka karena mereka beralasan bahwa al-Ikhwan al-Muslimin telah menggerakkan mayoritas rakyat melawan mereka, membongkar kejahatan mereka, menentang aturan-aturan mereka seperti undang-undang yang mereka buat, adat istiadat buruk, tidak melaksanakan hukum had, dan memperbolehkan zina dan minuman keras. Maka para penguasa tersebut berusaha sebisa mungkin untuk memecah belah mereka, menekan mereka, dan menghancurkan kekuatan mereka.” (Mauqi’ syekh Bin Jibriin, fatwa nomer 11.622).
Sikap Syekh Bin Baz tentang Pembunuhan terhadap al-Ikhwan al-Muslimin di Suriah 30 tahun silam.
Pada awal tahun delapan puluhan, pemerintah Suriah telah menyerang al-Ikhwan al-Muslimin sebagaimana yang terjadi sekarang di Mesir.
Syekh Bin Baz rahimahullah dalam surat terbukanya kepada presiden Suriah pada masa itu, yaitu Hafidz Asad berkata, “Majlis Tinggi di Jami’ah Islamiyyah yang diselenggarakan di Madinah al-Munawwarah dan dihadiri oleh perwakilan ulama muslim dan para pemikir di dunia Islam telah melihat hal yang menakutkan atas apa yang terjadi di Suriah, seperti pembunuhan, penyiksaan, dan penangkapan terhadap kaum muslimin yang menuntut ditegakkannya syariat Allah. Itu semua dilakukan dengan kedok Insiden yang terjadi di Halb (Aleppo).
Beberapa kantor berita dan media massa Arab Internasional telah menyebutkan bahwa peristiwa tersebut dilakukan oleh beberapa sayap partai lokal dikarenakan kesusahan, beban berat, dan tidak adanya akhlak yang mulia di setiap tempat di dalam perilaku sehari-hari. Dan juga disebabkan karena adanya perbedaan afiliasi dan loyalitas terhadap kelompok.
Yang seharusnya dilakukan adalah menyelesaikan akar dari sebab permasalahan dan tidak menambah runcing permasalahan. Begitu juga dengan mendukung para pemuda yang ikhlas berbuat untuk agama dan umatnya dan menghentikan tindakan-tindakan buruk terhadap mereka dan keluarga mereka.
Majelis Tinggi di Jami’ah Islamiyah sangat menyayangkan terhadap apa yang terjadi di negara yang sangat berharga tersebut. Seperti pertumpahan darah terhadap orang-orang yang menuntut apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah pemerintahan yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan memberlakukan syariat-Nya dan kembali kepada kemuliaan yang luhur dan disegani oleh yang lainnya ketika muncul sebuah peradaban yang sangat tinggi yang diketahui oleh manusia.
Majelis Tinggi juga merasa heran bahwa orang yang berdakwah seperti itu di sebuah negara Islam dituduh sebagai bentuk kejahatan yang berhak ditangkap, disiksa, dan dibunuh. Dan perbuatan buruk tersebut dilakukan tanpa memberikan kebebasan sedikitpun bagi para terdakwa untuk melakukan pembelaan.” (diterbitkan di Majalah I’tisham al-Misriyyah pada bulan Januari 1980)
Syekh Bin Baz rahimahullah juga pernah mengatakan, “Di Suriah telah terjadi pertempuran besar antara kaum muslimin dengan pemerintahan dari kalangan Nushairiyyah. Dan ini termasuk peperangan dan jihad antara kaum muslimin dan musuh-musuhnya. Kaum Muslimin sangat membutuhkan sekali dukungan material, dakwah dengan kalimat thayyibah dan juga dengan jihadun Nafs.
Bagi kaum muslimin harus mengetahui kewajibannya terhadap mereka dan mencurahkan segala tenaga untuk menolong wali-wali Allah, para mujahidin, para penduduk, menolong dengan harta dan jiwa, dan juga dengan kalimat thayyibah yang dapat menolong, menguatkan, dan mendukung mereka dalam melawan musuh mereka yang berlaku dzalim dan sewenang-wenang.” (Muhadharah dengan tema Pentingnya Jihad).
sumber :
http://aqlislamiccenter.com/2013/09/14/pandangan-ulama-saudi-tentang-al-ikhwan-al-muslimin/
0 komentar:
Posting Komentar
Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.