Tidur itu perkara mubah (boleh), dan bukan merupakan ritual ibadah.
Maka sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah
jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misal seseorang tidur
karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk
istirahat agar tubuh kuat dalam beribadah.
Sehingga, tidak
setiap tidur seorang yang berpuasa itu bernilai ibadah. Contohnya adalah
tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah berbuka atau
sahur. Tidur yang seperti itu tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa
jadi termasuk tidur yang tercela. Maka hendaknya seseorang menjadikan
bulan Ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amalan
kebaikan, bukan bermalas-malasan. Jikalau harus tidur, maka tata niat
dulu supaya tidurnya tak sia-sia. Ibarat kata totalitas perjuangan
seorang muslim ya di bulan Ramadhan ini.
H + 10 Ramadhan. Sudah banyak yg berguguran. Tarawih dan tadarus sudah
mulai sepi. Bahkan untuk ambil buka puasa gratis di masjid pun sudah tak
perlu lama mengantri.
Sekali lagi, ayo! Ini Ramadhan!
Jika ingin agar mendapat kemapanan dunia saja (yg cuma sementara ini) kita rela jauh-jauh kuliah, ngerjakan soal UAS yg susah-susah, dan serta rela kita kerja keras siang malam, lantas kenapa untuk akhirat yg kekal kita enggan berjibaku dan totalitas dalam amal kebaikan?
Sekali lagi, ayo! Ini Ramadhan!
Jika ingin agar mendapat kemapanan dunia saja (yg cuma sementara ini) kita rela jauh-jauh kuliah, ngerjakan soal UAS yg susah-susah, dan serta rela kita kerja keras siang malam, lantas kenapa untuk akhirat yg kekal kita enggan berjibaku dan totalitas dalam amal kebaikan?
0 komentar:
Posting Komentar
Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.