DR. Abdullah Azzam dilahirkan tahun 1941 di Desa Sailatul Haritsiyah, Palestina. Hafal Al Qur’an, ribuan hadits dan syair. Menikah pada usia 18 tahun, kemudian hijrah ke Yordania. Pada tahun 1966 meraih gelar Lc pada Fakultas Syariah Universitas Damaskus Syiria dengan cara studi jarak jauh (intisab). Tahun 1969 meraih gelar master. Tahun 1973 menyelesaikan Program Doktoral dalam bidang Ushul Fiqh di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir dengan predikat Asyraful ‘ula (cumlaude).
Tahun 1980 diusir pemerintah Yordania karena aktivitas keislamannya, kemudian mengajar di Universitas King ‘Abdul Aziz, saudi Arabia. Tahun 1982 hijrah ke Pakistan, karena ingin berkonsentrasi pada jihad Afghan. Tahun 1984 bekerja di Rabithah ‘Alam Islami sebagai Mustasyar (penasehat) dalam bidang Pendidikan untuk mujahidin Afghanistan.
Ketika di Yordania, beliau sudah berjihad di perbatasan Palestina – Yordania sampai beliau diusir pemerintah Yordania. Di Pakistan beliau berinteraksi dengan parapemimpim Mujahidin Afghan, seperti Ustadz Sayyaf, Hekmatyar, Burhanuddin Rabbani, dan Yunus Khalis. Sering beliau pergi ke medan jihad di Afghanistan. Setelah tahun 1967 pada Perang Enam Haridan Israel menduduki Tepi Barat, Syekh Azzam pindah ke Yordania dan bergabung dengan Ikhwanul Muslimin Palestina. Kemudian ketika berada di Peshawar (Daerah Pakistan), bersama dengan Usama bin Ladin yang juga teman dekatnya, Sheikh Abdullah Azzam mendirikan Baitul-Anshar (Mujahideen Services Bureau atau Kantor Pelayanan Mujahidin) dengan tujuan untuk menawarkan semua bantuan yang memungkinkan bagi Jihad Afghanistan dan Para Mujahid dengan cara mengadakan dan me-manage berbagai proyek yang menunjang Jihad.
Kesimpulan beliau tentang jihad afghan adalah bahwa jihad Afghan adalah jihad islami, hukumnya fardhu ‘ain. Umat Islam seluruh dunia wajib mendukung jihad Afghan. Sejak itu, Dr. Abdullah Azzam mengkonsentrasikan seluruh potensi dirinya pada jihad Afghan hingga menemui kesyahidannya pada hari Jum’at, 24 Nopember 1989, ketika mobil yang ditumpangi bersama kedua anaknya dalam perjalanan ke masjid untuk memberikankhutbah Jum’at meledak karena bom yang dipasang oleh musuh-musuh Islam.
Asy Syahid Abdullah Azzam telah berjihad di Palestina sebelum bergabung dengan para mujahidin di Afghanistan. Lantas beliau bertekad tidak akan berhenti berjuang atau meletakkan senjata dari tangannya sebelum melihat tegaknya Daulah Islamiyah dan negeri-negeri Islam yang dianeksasi kembali kepada pemiliknya (yakni kaum muslimin). Ibaratnya beliau adalah madrasah jihad yang riil (nyata). Dengan madrasah jihadtersebut, Asy Syahid mengembalikan kepercaaan diri umat serta menumbuhkan secercah harapan dalam relung hati mereka bahwa umat ini bisa mencapai kejayaannya kembali jihad menjadikan Al Jihad sebagai manhajnya dan melangkah di atas jalan Nabi serta para shahabatnya.
Demikianlah, Asy Syahid Abdullah Azzam menjadi pejuang yang gigih. Dia bekerja untuk mengembalikan umat yang telah jauh menyimpang dan lamat tersesat ke jalannya semula. Dan kita mendapatkan berita-berita yang menggembirakan itu dengan goncangan para penguasa lalim dan congkak serta hancurnya belenggu yang lama mengikat kesadaran umat Islam.
Asy syahid telah menjelajahi ayat-ayat tentang jihad dan hadits-haditsnya, lalu dia mniru langkah-langkah nabi dalam jihadnya, serta berjalan mengikuti jejak para shahabat dan para tabiin. Ketika asy syahid merasa bahwa pohon agama ini mulai layu dan kering, diapun memantapkan tekadnya untuk menyiram pohon tersebut dengan darahnya.
Orang yang menengok khotbah-khotbahnya, ceramahnya serta kuliah-kuliahnya akan merasakan kejujuran kata penyampainya. Adapun bukti yang paling kuat atas hal itu adalah asy syahid telah membuktikan kata-kata tersebut dengan darahnya yang suci. Ucapannya, pidatonya, kuliahnya telah dia tulis dengan darahnya sesudah dia tulis dengan keringat dan air matanya.
Syahid Saat Hendak Sholat Jumat
Tentu saja komitmen yang begitu tinggi pada Islam menimbulkan keresahan di kalangan musuh-musuh Islam. Mereka bersekongkol untuk membunuh beliau. Pada tahun 1989, sebuah bom diletakkan di bawah mimbar yang ia gunakan untuk menyampaikan khutbah Jumat. Bahan letupan itu sangat berbahaya dan ledakannya akan memusnahkan masjid tersebut bersama dengan semua benda dan jamaah di dalamnya. Tetapi dengan perlindungan Allah, bom tersebut tidak meledak dan ratusan orang Islam selamat.
Musuh-musuh Islam terus berupaya membunuh Abdullah Azzam. Pada hari Jum’at, 24 November 1989 di Peshawar, Pakistan, mereka telah menanam tiga buah bom di jalan yang sempit. Abdullah Azzam memarkirkan mobilnya di posisi bom pertama dan kemudian berjalan ke masjid untuk shalat Jum’at. Bom pun meledak dan Abdullah Azzam gugur bersama dengan dua orang anak lelakinya, Muhammad dan Ibrahim, beserta dengan anak lelaki al-marhum Sheikh Tamim Adnani (pejuang di Afghan).
Ledakan bom seberat 20kg TNT dilakukan dengan alat kontrol jarak jauh. Setelah ledakan kuat itu itu orang-orang keluar dari masjid dan melihat keadaan yang mengerikan. Hanya bahagian kecil dari mobil tersebut yang kelihatan. Anak Abdullah Azzam, Ibrahim, terpental 100 meter; begitu juga dengan dua orang anak-anak lagi. Serpihan mayat mereka bertaburan di atas kabel-kabel listrik.
Tubuh Abdullah Azzam ditemukan bersandar pada sebuah tembok, dalam keadaan sempurna dan tiada luka atau cedera kecuali sedikit darah yang mengalir dari bibirnya. Seperti itulah akhir kehidupan seorang Mujahid di dunia ini dan insya-Allah kehidupannya akan terus berlanjut di sisi Allah swt.Abdullah Azzam dikebumikan di Tanah Perkuburan Shuhada Pabi di mana beliau menyertai ribuan para syuhada. (era/trbw)
Tentu saja komitmen yang begitu tinggi pada Islam menimbulkan keresahan di kalangan musuh-musuh Islam. Mereka bersekongkol untuk membunuh beliau. Pada tahun 1989, sebuah bom diletakkan di bawah mimbar yang ia gunakan untuk menyampaikan khutbah Jumat. Bahan letupan itu sangat berbahaya dan ledakannya akan memusnahkan masjid tersebut bersama dengan semua benda dan jamaah di dalamnya. Tetapi dengan perlindungan Allah, bom tersebut tidak meledak dan ratusan orang Islam selamat.
Musuh-musuh Islam terus berupaya membunuh Abdullah Azzam. Pada hari Jum’at, 24 November 1989 di Peshawar, Pakistan, mereka telah menanam tiga buah bom di jalan yang sempit. Abdullah Azzam memarkirkan mobilnya di posisi bom pertama dan kemudian berjalan ke masjid untuk shalat Jum’at. Bom pun meledak dan Abdullah Azzam gugur bersama dengan dua orang anak lelakinya, Muhammad dan Ibrahim, beserta dengan anak lelaki al-marhum Sheikh Tamim Adnani (pejuang di Afghan).
Ledakan bom seberat 20kg TNT dilakukan dengan alat kontrol jarak jauh. Setelah ledakan kuat itu itu orang-orang keluar dari masjid dan melihat keadaan yang mengerikan. Hanya bahagian kecil dari mobil tersebut yang kelihatan. Anak Abdullah Azzam, Ibrahim, terpental 100 meter; begitu juga dengan dua orang anak-anak lagi. Serpihan mayat mereka bertaburan di atas kabel-kabel listrik.
Tubuh Abdullah Azzam ditemukan bersandar pada sebuah tembok, dalam keadaan sempurna dan tiada luka atau cedera kecuali sedikit darah yang mengalir dari bibirnya. Seperti itulah akhir kehidupan seorang Mujahid di dunia ini dan insya-Allah kehidupannya akan terus berlanjut di sisi Allah swt.Abdullah Azzam dikebumikan di Tanah Perkuburan Shuhada Pabi di mana beliau menyertai ribuan para syuhada. (era/trbw)
0 komentar:
Posting Komentar
Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.