Bicara hadits maka kembalikanlah kepada para ulama hadits. Mereka adalah kaum yang paling tahu dan paham tentang hadits tiap imam bahkan ruwat-nya.
Tak tepat menyebut seorang imam paling top dalam hadits pada masa, generasi, dan tempat tetapi tak mampu menegakkan hujjah atas kesimpulannya.
Sebagai misal, Imam Abu Hanifah rahimahullah, sebagian ulama hadits mendhaifkannya dalam bidang hadits--terlepas kepakaran dan keutamaannya dalam fiqh. Sehingga banyak ulama hanafiyah yang semot dengan pandangan sebagian ulama hadits tersebut. Tidak main-main yang menukil hal tersebut adalah Al-Khatib Al-Baghdadi. Sehingga dengan sebab itu Al-Khatib dihujat oleh ulama hanafiyah dan difitnah dengan fitnah-fitnah yang keji. Tahukah anda siapakah Al-Khatib Al-Baghdadi tersebut? Dia adalah imam yang dikatakan Al-Hafizh Ibnu Nuqthah bahwa imam-imam yang datang sesudahnya membebek kepadanya. Ucapan tersebut diakui dan disetujui Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Sedang dalam fiqh beliau adalah seorang faqih yang mutadhalli' dalam madzhab syafi'i disejajarkan dengan Imam Al-Baihaqi.
Karena banyak qaul dan ra`yu Imam Abu Hanifah tak jarang idhthirab maka beliau dijarh oleh Imam Ibnu Qutaibah Ad-Dinuri dalam Ta`wiilu Mukhtalafil Hadiits.
Bicara fiqh maka kembalikanlah kepada imam-imam ahli fiqh. Kalau orang-orang seperti Asy-Syaukani, Syah Waliyullah Ad-Dahlawi, Abdul Hayy Al-Luknawi, dan banyak lagi mengakui madzhab ahlul hadits dalam fiqh dan memandang madzhab mereka lebih dekat dengan kebenaran dalam masalah-masalah khilafiyat maka tak pada tempatnya seseorang menafikan ilmu dan ahliyah mereka dalam fiqh. Apalagi sudah makruf bahwa sejak awal abad pertama hijriyah sudah dikenal madrasah ahlul hadits yang berpusat di Hijaz (Makkah dan Madinah) dan madrasah ahlur ra`yi yang berpusat di Irak (Kufah). Imam Az-Zuhri, Al-Auza'i, Sufyan Ats-Tsauri, Abdullah Bin Al-Mubarak, Malik Bin Anas, Ibnu Abi Dzi'ib, Ahmad Bin Hanbal, Ishaq Bin Rahawaih, Dawud Bin Ali Azh-Zhahiri, dan Ibnu Jarir Ath-Thabari adalah sedikit dari sederetan ahli fiqh yang berasal dari madrasah ahlul hadits. Sedang Imam Abu Hanifah adalah yang mewakili madrasah ahlur ra`yi.
Hal tersebut sudah makruf dikalangan thullabul 'ilmi. Bahkan orang yang baru belajar tarikh tasyri' islami pun tahu.
Tetapi yang sudah dijamin bahwa imam-imam dan mujtahid-mujtahid dari madrasah ahlul hadits aqidahnya lurus-lurus kecuali Dawud Bin Ali Azh-Zhahiri yang pernah mengikuti qaul khalqil qur`aan tetapi sudah rujuk dan taubat darinya. Sedangkan Abu Hanifah dan pengikutnya banyak qaulnya dalam aqidah yang menyalahi jumhur salaf seperti dalan masalah amal apakah termasuk iman atau bukan, masalah bertambah dan berkurangnya, masalah istitsna dll.
Kalau benci kepada salafiyyun andunisiyyun maka bicarakan dengan adil. Kasalahan mereka adalah tanggubgjawab mereka. Kalau kemudian menafikan ilmunya Syaikh Bin Baz, Ibnu ' Utsaimin, Al-Albani, bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim dengan kemampuan yang masih dipermukaan maka hal itu seperti burung emprit yang mematuk gunung. Bukan gunungnya yang runtuh justru parunya yang patah dan berdarah-darah. Semoga Allah swt memberikan rahmat kepada orang yang sadar atas ilmu dan ahliyahnya kemudian menghormati imam-iman salaf dan sebagian syaikh-syaikh kontemporer yang fatwa dan qaul mereka muktabar dikalangan ulama-ulama sekarang.
Tak tepat menyebut seorang imam paling top dalam hadits pada masa, generasi, dan tempat tetapi tak mampu menegakkan hujjah atas kesimpulannya.
Sebagai misal, Imam Abu Hanifah rahimahullah, sebagian ulama hadits mendhaifkannya dalam bidang hadits--terlepas kepakaran dan keutamaannya dalam fiqh. Sehingga banyak ulama hanafiyah yang semot dengan pandangan sebagian ulama hadits tersebut. Tidak main-main yang menukil hal tersebut adalah Al-Khatib Al-Baghdadi. Sehingga dengan sebab itu Al-Khatib dihujat oleh ulama hanafiyah dan difitnah dengan fitnah-fitnah yang keji. Tahukah anda siapakah Al-Khatib Al-Baghdadi tersebut? Dia adalah imam yang dikatakan Al-Hafizh Ibnu Nuqthah bahwa imam-imam yang datang sesudahnya membebek kepadanya. Ucapan tersebut diakui dan disetujui Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Sedang dalam fiqh beliau adalah seorang faqih yang mutadhalli' dalam madzhab syafi'i disejajarkan dengan Imam Al-Baihaqi.
Karena banyak qaul dan ra`yu Imam Abu Hanifah tak jarang idhthirab maka beliau dijarh oleh Imam Ibnu Qutaibah Ad-Dinuri dalam Ta`wiilu Mukhtalafil Hadiits.
Bicara fiqh maka kembalikanlah kepada imam-imam ahli fiqh. Kalau orang-orang seperti Asy-Syaukani, Syah Waliyullah Ad-Dahlawi, Abdul Hayy Al-Luknawi, dan banyak lagi mengakui madzhab ahlul hadits dalam fiqh dan memandang madzhab mereka lebih dekat dengan kebenaran dalam masalah-masalah khilafiyat maka tak pada tempatnya seseorang menafikan ilmu dan ahliyah mereka dalam fiqh. Apalagi sudah makruf bahwa sejak awal abad pertama hijriyah sudah dikenal madrasah ahlul hadits yang berpusat di Hijaz (Makkah dan Madinah) dan madrasah ahlur ra`yi yang berpusat di Irak (Kufah). Imam Az-Zuhri, Al-Auza'i, Sufyan Ats-Tsauri, Abdullah Bin Al-Mubarak, Malik Bin Anas, Ibnu Abi Dzi'ib, Ahmad Bin Hanbal, Ishaq Bin Rahawaih, Dawud Bin Ali Azh-Zhahiri, dan Ibnu Jarir Ath-Thabari adalah sedikit dari sederetan ahli fiqh yang berasal dari madrasah ahlul hadits. Sedang Imam Abu Hanifah adalah yang mewakili madrasah ahlur ra`yi.
Hal tersebut sudah makruf dikalangan thullabul 'ilmi. Bahkan orang yang baru belajar tarikh tasyri' islami pun tahu.
Tetapi yang sudah dijamin bahwa imam-imam dan mujtahid-mujtahid dari madrasah ahlul hadits aqidahnya lurus-lurus kecuali Dawud Bin Ali Azh-Zhahiri yang pernah mengikuti qaul khalqil qur`aan tetapi sudah rujuk dan taubat darinya. Sedangkan Abu Hanifah dan pengikutnya banyak qaulnya dalam aqidah yang menyalahi jumhur salaf seperti dalan masalah amal apakah termasuk iman atau bukan, masalah bertambah dan berkurangnya, masalah istitsna dll.
Kalau benci kepada salafiyyun andunisiyyun maka bicarakan dengan adil. Kasalahan mereka adalah tanggubgjawab mereka. Kalau kemudian menafikan ilmunya Syaikh Bin Baz, Ibnu ' Utsaimin, Al-Albani, bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim dengan kemampuan yang masih dipermukaan maka hal itu seperti burung emprit yang mematuk gunung. Bukan gunungnya yang runtuh justru parunya yang patah dan berdarah-darah. Semoga Allah swt memberikan rahmat kepada orang yang sadar atas ilmu dan ahliyahnya kemudian menghormati imam-iman salaf dan sebagian syaikh-syaikh kontemporer yang fatwa dan qaul mereka muktabar dikalangan ulama-ulama sekarang.
oleh : Ust. Hafidhin A. Luthfi
0 komentar:
Posting Komentar
Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.