RDK,
kali ini judulnya RDK 34. Acara tahunan rutin yang diadakan di salah satu
kampus di Indonesia. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, RDK menyajikan
seabrek aktivitas dakwah yang tentunya memiliki visi “mensholihkan ummat”. ADK
yang tergabung dalam panitia RDK telah merancang sedemikian rupa sehingga
kegiatan-kegiatan RDK ini dapat berlagsung spektakuler. Pagi siang sore malem,
mereka syuro. Memikirkan konsep, efektvitas, pengaturan SDM, dll agar
kegiatan-kegiatan RDK ini tetap terjaga esensinya. Tak bisa terelakkan,
tersedotnya waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengurus kegiatan ini itu menjadi
resiko tersendiri bagi seorang ADK. Ramadhan yang mestinya adalah sebagai bulan
penuh ibadah, harus rela menjadi bulan yang penuh dengan syuro. Ramadhan yang
biasanya sebagai momen memperbanyak tilawah, harus berubah menjadi pelepas rasa
lelah karena padatnya agenda RDK. Alhasil, target tilawah tak tercapai, tarawih
dua rakaat sdh merem melek, qiyamul lail sedapatnya, ba’da subuh tidur lagi,
dan dzikir sering terlewatkan.
Apakah
begini ADK membersamai Ramadhan? Semua pasti akan kompak menjawab ‘tidak’. Lantas,
salahkan agenda-agenda RDK yang telah dirancang sebagus mungkin tadi itu? Tentu
semua juga akan menjawab ‘tidak’. Lalu siapa yang bertanggung jawab jika ada
ADK yang profilnya seperti ilustrasi tersebut?
Karena
ADK adalah makhluk special di perguruan
tinggi. Mereka telah tertarbiyah , dan harusnya menjadi sosok yang lebih paham
daripada mereka yang tidak tertarbiyah. Padatnya agenda seorang ADK yang telah
biasa ia temui di luar Ramadhan, seharusnya mampu menjadikannya seorang profesional
tatkala ia bertemu dengan Ramadhan. Pasalnya, agenda-agenda dakwah yang ada
seolah tak ingin melihat ADK bisa nyantai
dikit. Keadaan yang seperti ini seolah-olah diperparah dengan kondisi yang
semuanya minta didahulukan untuk diperhatikan. So, tak sedikit ADK yang bingung, mau ngurusin syuro dulu atau
kejar target tilawah ?? Atas kondisi seperti ini, relakah jika ibadah kita
terkorbankan?
Sekali
lagi tentu semua kompak mejawab ‘tidak rela’. Sebagaimana yang kemarin pernah saya
sampaikan ke pejuang kobar bahwa kita harus berusaha menjadi panitia RDK yang
profesional. Profesional artinya menjadi pelayan ummat yang tak lupa melayani
diri kita sendiri. Ibarat kata, “janganlah
kalian menjadi lilin yang rela dirinya hancur demi menerangi sekitar, tapi
jadikanlah diri kalian seperti obor yang tetap utuh tegar saat panasnya api
membakar dirinya”.
Ramadhannya
ADK bukan hanya ia menjadi event
organizer, namun juga diiringi peningkatan amal yauminya.
Ramadhannya
ADK bukan hanya terhabiskan oleh syuro konsepan acara, namun juga diikuti keterjagaan
untuk menghadap Rabb-nya di saat yang lain terlelap tidur.
Ramadhanya
ADK bukan hanya terfokus pada targetan jumlah peserta acara kajian, namun juga
fokus pada targetan Ramadhan yang telah sejak awal ia azamkan untuk tercapai.
Maka tetaplah tersenyum
di saat-saat sulit. Tetaplah tersenyum saat dana kobar mulai menipis. Tetaplah tersenyum
saat tiba-tiba pembicara membatalkan datang kajian subuh. Tetaplah tersenyum
saat satu demi satu OC mulai pulang kampung. Dan tetaplah tersenyum tatkala
nasi bungkus kobar tersisa banyak. Karena tersenyum tanda keikhlasan. Semoga
mencerahkan.
*untuk para pejuang RDK, SC, OC,
kami bangga dengan kerja-kerja antum (semua). Karena tak sedikit orang yang
merasa iri atas pahala besar yang kelak akan kalian terima.
*untuk PH Kabinet Ekspansi Dakwah. Jagalah mereka dengan baik, karena menurut kami kalianlah sebaik-baik pelindung untuk mereka setelah Allah dan Rasul-Nya.
1 komentar:
sip, jazakallah mas.
Posting Komentar
Pribadi seseorang tercermin dari apa yang diucapkannya.